Minggu, 02 Maret 2008

Anemia Defisiensi Besi

I. PENDAHULUAN
i. LATAR BELAKANG
Gizi sampai sekarang masih menjadi permasalahan di negara-negara berkembang, termasuk di Indonesia. Ketersediaan sumber makanan yang cukup dan masalah ekonomi mungkin menjadi penyebab kekurangan gizi. Ada beberapa permasalahan gizi di Indonesia yang sampai sekarang masih menjadi permasalahan gizi utama di Indonesia seperti kekurangan kalori protein, kekurangan vitamin A, gangguan akibat kurang iodium, dan gangguan zat besi.
Defisiensi besi masih menempati tempat yang perlu mendapat perhatian khusus. Sampai sekarang, defisiensi besi belum mendapat titik terang untuk mengatasi bagaimana mengatasinya, terutama untuk kalangan rawan defisiensi besi seperti kalangan ibu hamil, ibu menyusui, anak balita, anak sekolah, anak perkerja atau buruh yang berpenghasilan rendah (Wijayanti,Y,1989).
Besi digunakan oleh tubuh sebagai faktor pembentuk hemoglobin. Sehingga jika besi mengalami defisiensi, maka proses pembentukkan hemoglobin juga dapat terganggu. Berkurangnya hemoglobin dapat berakibat pada kekurangan suplai oksigen ke jaringan-jaringan tubuh. Sehingga pada penderita dapat ditemukan tanda-tanda lemas, pucat, mudah lelah, dll.
Anemia defisiensi besi merupakan penurunan kadar besi yang disimpan maupun yang seharusnya digunakan untuk pembentukan hemoglobin. Hemoglobin merupakan protein dalam darah untuk mengikat oksigen dan menggunakannya untuk suplai oksigen ke seluruh tubuh. Defisiensi besi mengakibatkan tubuh kekurangan oksigen. Dan dapat berakibat fatal jika kesalahan diagnosis terjadi dan keadaan pasien bertambah buruk.
Dalam skenario, ditemukan batita dengan hernia inguinalis lateralis sinistra reponibilis, dan bising sitolik pada semua ostia. Dengan keluhan berat badan yang tidak naik-naik, pucat, tidak mengeluh sesak nafas sebelumnya. Pada pemeriksaan fisik, denyut jantung 120X/menit, laju respirasi 28X/menit, afebril, konjungtiva anemis (+).
Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan penurunan kadar Hb, Ht, MCV, MCH, MCHC, Serum ion. Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik dan laboratorium, pasien mungkin mengalami anemia defisiensi besi, atau penyakit kronis.
ii. RUMUSAN MASALAH
1. Penurunan kadar Hb, Ht, MCV, MCH, MCHC, serum ion dalam darah
2. Pasien mengalami Hernia inguinalis lateralis sinistra reponibilis dan bising sistolik pada semua ostia
iii. TUJUAN DAN MANFAAT PENULISAN
Tujuan Penulisan:
1. Melihat fungsi besi dalam tubuh
2. Mengetahui dampak dan akibat kekurangan besi dalam tubuh
Manfaat Penulisan:
1. Mengetahui hubungan antara kekurangan besi dengan anemia defisiensi besi
II. STUDI PUSTAKA
Zat besi (Fe) merupakan salah satu elemen penting dalam tubuh, terutama dalam eritropoiesis, selain itu juga berfungsi untuk bagian enzim yang mempengaruhi respirasi sel dan sintesa DNA, oksidasi sel dan berperan dalam sistem imun(Ilmu Penyakit Dalam jilid II, hal.406).
Jumlah besi dalam bayi kira-kira 400 mg, massa eritrosit 60%, feritin dan hemosiderin 30%, mioglobin 5-10%, hemenzim 1%, dan besi plasma 0,1%. Pengangkutan besi dari rongga usus sampai menjadi transferin dalam plasma terjadi dalam beberapa tahap(Ilmu Kesehatan Anak).
` Besi dalam makanan terikat dalam molekul lain yang lebih besar. Di dalam lambung besi akan dibebaskan menjadi ion feri oleh pengaruh HCl. Di dalam usus halus, ion feri diubah menjadi ion fero oleh pengaruh alkali. Ion fero inilah yang kemudian digunakan untuk penyerapan pada sel mukosa usus. Sebagian akan disimpan sebagai persenyawaan feritin dan sebagian masuk ke peredaran darah berikatan dengan protein yang disebut transferin. Selanjutnya transferin ini digunakan untuk sintesis Hb. Sebagian transferin yang tidak terpakai disimpan sebagai labile iron pool. Ion fero lebih mudah diabsorbsi dibanding feri.(Ilmu Kesehatan Anak,hal.433)
Besi diabsorbsi terutama di dalam duodenum dalam bentuk fero dan dalam keadaan asam. Absorbsi ditentukan oleh faktor endogen, eksogen, dan usus itu sendiri. Misalnya jika cadangan besi berkurang maka jumlah besi yang diabsorbsi meningkat. Atau jika ada sumber makanan yang meruopakan faktor inhibisi dari besi, maka penyerapannya dapat berkurang. Faktor usus juga membawa pengaruh karena asam lambung mempermudah absorbsi untuk melepaskan besi dari kompleks feri sedang sekret pankreas menghambat absorbsi besi(Ilmu Penyakit Dalam jilid II, hal.405).
Pengeluaran besi dari tubuh yang normal adalah: bayi 0,3-0,4 mg/hari, anak 4-12 tahun 0,4-1 mg/hari, laki-laki dewasa 1,0-1,5 mg/hari, wanita dewasa 1,0-2,5 mg/hari dan wanita hamil 2,7 mg/hari.(Ilmu Kesehatan Anak jilid II, hal.434)
Kebutuhan besi dari bayi dan anak jauh lebih besar dari pengeluarannya, karena besi digunakan untuk pertumbuhan. Kebutuhan rata-rata seorang anak 5 mg/hari, tetapi bila terjadi infeksi dapat meningkat hingga 10 mg/hari.(Ilmu Kesehatan Anak jilid 1, hal.434)
Bayi baru lahir yang sehat memiliki cadangan besi yang cukup hingga dia berusia 6 bulan, sedangkan bayi prematur persediaan besinya hanya cukup hingga dia berusia 3 bulan. Makanan yang mengandung besi adalah hati, ginjal, daging, telur, buah dan sayur yang mengandung klorofil.(Ilmu Kesehatan Anak jilid 1, hal.434)
Ditinjau dari segi umur penderita, etiologi anemia defisiensi besi secara umum dapat digolongkan menjadi:
1. Bayi dibawah usia 1 tahun
a. Kekurangan depot besi dari lahir, misalnya pada prematuritas, bayi kembar, bayi yang dilahirkan oleh ibu yang anemia.
b. Pemberian makanan yang terlambat, yaitu karena bayi hanya diberi ASI saja.
2. Anak umur 1-2 tahun.
a. Infeksi berulang-ulang seperti enteritis, bronkopneumonia, dsb
b. Diet yang tidak adekuat
3. Anak umur lebih dari 5 tahun
a. Kehilangan darah kronis karena infestasi parasit
b. Diet yang tidak adekuat(Ilmu Kesehatan Anak jilid II, hal.435)
Defisiensi besi juga dapat terjadi akibat besi dalam makanan kurang, gangguan absorbsi, perdarahan kronik, anomali kongenital saluran nafas dan kebutuhan yang meningkat.
Sebelum terjadi anemia defisiensi besi, terlebih dahulu terjadi deplesi besi, kemudian defisiensi besi tanpa anemia dan akhirnya anemia defisiensi besi.
Deplesi besi merupakan permulaan kekurangan besi dimana cadangan besi didalam tubuh berkurang atau tidak ada, tetapi besi dalam plasma masih normal dan Hb dan Ht juga normal. Defisiensi besi tanpa anemia yaitu selain cadangan besi, juga besi dalam plasma sudah berkurang tetapi Hb tetap normal. Pada tahap ini terjadi kenaikan protoporfirin karena tidak mengandung besi. Anemia defisiensi besi terjadi bila cadangan besi, besi di dalam plasma dan hemoglobin kurang dari normal(Ilmu Penyakit Dalam jilid II, hal.405).
Gejala anemia defisiensi besi adalah anak tampak lemas, lekas lelah, pucat, sakit kepala, iritabel dan sebagainya. Mereka biasanya tidak tampak sakit karena perjalanan penyakitnya bersifat menahun. Tampak pucat pada mukosa bibir dan faring, telapak tangan dan dasar kuku, konjungtiva okular berwarna kebiruan atau putih mutiara. Papil lidah tampak atrofi. Jantung agak membesar dan terdengar murmur sistolik yang fungsionil(Ilmu Kesehatan Anak jilid 1, hal.435).
Gambaran laboratorium pada anemia defisiensi besi, kadar Hb <10g%; MCV <79cµ, MCHC <32%, mikrositik, hipokromik, poikilositosis, sel target. Leukosit dan trombosit normal. Pemeriksaan sumsum tulang menunjukkan sistem eritropoietik hiperkatif dengan sel normoblas polikromatofil yang predominan. Dengan demikian terjadi maturation arrest pada tingkat normoblas polikromatofil. Dengan perwarnaan khusus dapat dibuktikan tidak ada besi dalam sumsum tulang. Serum iron merendah dan Iron Binding Capacitiy meningkat(Ilmu Kesehatan Anak jilid 1, hal.435).
Diagnosis ditegakkan atas dasar ditemukannya penyebab defisiensi besi, gambaran eritrosit mikrositik hipokromik, SI rendah dan IBC meningkat, tidak terdapat besi dalam sumsum tulang dan reaksi yang baik terhadap pengobatan dengan besi
Pengobatan yang digunakan mencakup pemberian makanan yang adekuat. Sulfas ferosus juga digunakan. Obat ini murah tetapi kadang-kadang dapat menyebabkan enteritis. Hasil pengobatan dapat terlihat dengan kenaikan retikulosit dan kenaikan kadar Hb 1-2g%/minggu. Di samping itu dapat pula diberi preparat besi parenteral. Obat ini lebih mahal harganya dan penyuntikkannya harus intramuskular dalam atau ada pula yang dapat diberikan secara intravena(Ilmu Penyakit Anak jilid 1, hal. 436).
Transfusi darah hanya diberikan jika kadar Hb dibawah 5 g% dan disertai keadaan umum yang tidak baik, misalnya gagal jantung, bronkopneumonia dan sebagainya. Umumnya jarang diberikan transfusi darah karena perjalanan penyakitnya menahun. Pemberian obat-obatan juga menunjang pengobatan. Pemberian sulfas ferosus berguna untuk menaikkan kadar besi. Pemberian lasix dapat:
-Meningkatkan resiko ototoksisitas jika digunakan dengan aminoglikosida, Sisplatin serta nefrotoksisitas jika digunakan dengan aminoglikosida, Sefaloridin.
- ACE inhibitors bisa menyebabkan penurunan tekanan darah secara jelas.
- antagonisme dengan Indometasin.
- potensiasi terjadi jika digunakan dengan Salisilat, Teofilin, Litium, dan relaksan otot tipe Kurare.
- hipokalemia bisa mempercepat toksisitas Digitalis..Pemberian aldacton berfungsi untuk mengurangi respon vaskuler terhadap noradrenalin.
Tetapi menimbulkan kontra indikasi salah satunya adalah kehabisan Kalium. Karena itu ditambahkan aldacton untuk menghemat kalium. Aldacton berfungsi untuk mengurangi respon vaskuler terhadap noradrenalin, menghalangi klirens Digoksin, kalium tambahan atau zat-zat penyerap kalium, karbenoksolon(Medicastore).
III. DISKUSI / BAHASAN
Seorang anak laki-laki 2 tahun 6 bulan, BB 11 kg dengan hernia inguinalis lateralis sinistra reponibilis yang pada pemeriksaan pre operasi didapatkan bising sistolik pada semua ostia. Pada anamnesis ditemukan berat badan tidak naik-naik, pucat, tidak mengeluh sesak nafas sebelumnya.
Apakah ada hubungannya antara hernia inguinalis lateralis reponibilis dengan bising sistolik atau dengan kekurangan besi yang dialami anak tersebut? Bising sistolik diakibatkan oleh regurgitasi darah yang mengalir dari atrium ataupun ventrikel kanan dengan atrium atau ventrikel kiri, yang mungkin juga diakibatkan oleh defek septum ventrikel, atau gagal menutupnya foramen ovale sehingga mengakibatkan tubulensi. Pada kasus ini, anak tersebut mengalami gangguan pada semua ostia. Ini mengakibatkan kualitas darah yang mengalir menjadi berkurang, karena terjadi campuran antara darah arteriel dan darah venosa.
Bising sistolik mungkin mengakibatkan anemia defisiensi besi. Namun jika demikian maka anemia defisiensi besi ini diakibatkan oleh perdarahan. Dan gambaran darah tepi pada kasus perdarahan adalah normositik dan normokromik. Sedangkan pada kasus ini, anak tersebut memiliki gambaran darah tepi mikrositik dan hipokromik. Maka anemia pada anak ini tidak diakibatkan oleh kebocoran pada semua ostia.
Hernia memungkinkan terjadinya perdarahan dan pada akhirnya mengakibatkan anemia. Pada kasus anak ini, hernia yang dialami mampu kembali ke posisi semula tanpa operasi, sehingga tidak mengakibatkan perdarahan. Maka hernia juga bukan penyebab anemia yang diderita anak ini.
Pada anamnesis, ditemukan berat badan tidak naik-naik. Sehingga dapat disimpulkan anak ini menderita anemia defisiensi besi yang diakibatkan oleh kekurangan gizi. Mungkin karena pemberian makanan yang terlambat atau diet yang tidak adekuat. Perlu penatalaksanaan untuk menaikkan kadar besi pada anak ini untuk mengobati anemianya. Pemberian sulfas ferosus pada anak ini berguna untuk menaikkan kadar besi.
Karena anak ini menderita hernia inguinalis lateralis sinistra reponibilis, maka direncanakan untuk melakukan operasi. Tetapi saat pemeriksaan pre operasi ditemukan bahwa anak ini menderita bising sitolik pada semua ostia, juga penurunan kadar Hb dan Ht yang dikarenakan oleh anemia defisiensi besi. Gangguan pada darah dan jantung anak ini mungkin akan memperberat kondisi pasca operasi jika dipaksakan. Oleh karena itu diperlukan pengobatan pre operasi untuk mengobati anemia defisiensi besi yang diderita.
IV. KESIMPULAN
-Anak tersebut menderita anemia defisiensi besi karena kekurangan gizi
-Perlu dilakukan pengobatan untuk anemia,gangguan jantung dan hernia anak ini
-Perlu pengobatan untuk menaikkan kadar besi dalam tubuh
-Pencegahan dapat dilakukan sebelumnya dengan pemberian dengan asupan gizi yang cukup
-Setelah sembuh perlu tetap memperhatikan asupan makanan dengan gizi yang cukup







V. DAFTAR PUSTAKA
Library USU. 2008. Anemia Defisiensi Besi Pada Balita, (Online), (http://www.library.usu.ac.id/modules.php?op=modload& name=Downloads&file=index&req=getit&lid=996, diakses tanggal 14 February 2008)
Waspadji, Sarwono ,Soeparman. 1996. Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta: Balai Penerbiy FK UI
Staff Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FK UI. 1997. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak I. Jakarta : Infomedika
Medicastore. 2008. Aldactone, (Online), (http://www.medicastore.com/med/detail_obat.php?idobat=0000000141&keyword=Spironolactone;%20Pfizer;%20Spironolakton;%20Gangguan%20edematosa;%20gagal%20jantung%20kongestif;%20CHF;%20sirosis%20hati;%20sindroma%20nefrotik;%20edema%20idiopatik;%20aldosteronisme%20primer;%20hipertensi;%20hirsutisme;%20diuretika;tekanan%20darah%20tinggi&UID=2007123019215061.5.16.31, diakses tanggal 15 Februari 2008)
Medicasatore. 2008. Lasix (Online), (http://www.medicastore.com/med/detail_obat.php?idobat=0000003422&keyword=Furosemid;%20Furosemida;%20Aventis%20Pharma;%20edema;%20hypertension;%20tekanan%20darah%20tinggi;%20hipertensi;%20asites%20hati;%20diuretika;%20darah%20tinggi;%20diuretik;%20oedema&UID=2007123019215061.5.16.31, diakses tanggal 15 February 2008) Selengkapnya...

Thallasemia

I. PENDAHULUAN
i. LATAR BELAKANG
Dalam tubuh manusia terdapat sistem sirkulasi yang tidak bisa dilepaskan dari darah. Darah juga bisa diklasifikasikan berdasarkan bentuk dan fungsinya, yaitu: eritrosit, leukosit, trombosit dan plasma darah.
Di dalam fungsinya, darah merah bertugas untuk mengangkut hemoglobin, dan seterusnya mengangkut oksigen dari paru-paru ke jaringan. Agar dapat mengangkut oksigen, hemoglobin harus tetap berada di dalam darah, dan berarti juga harus tetap berada di dalam pembuluh darah.
Sel darah merah normal berbentuk lempeng bikonkaf dengan diameter kira-kira 7,8µm dan dengan ketebalan pada bagian yang paling tebal 2,5µm dan pada bagian tengah 1µm atau kurang. Volume rata-rata sel darah merah adalah 90 sampai 95µm3.
Ketika sel darah merah masuk ke dalam pembuluh darah yang lebih kecil dari diameternya, maka sel darah merah ini akan menyesuaikan bentuknya dengan pembuluh darah tersebut. Karena pada sel darah merah normal mempunyai membran yang sangat kuat, maka perubahan bentuk tadi tidak akan menyebakan kerusakan sel.
Jika terjadi gangguan pada eritrosit, maka eritrosit tidak dapat menjalankan fungsinya. Jika terjadi gangguan pada membran eritrosit misalnya, dapat terjadi kerusakan sel saat memasuki kapiler darah yang kecil. Atau jika terjadi gangguan pada hemoglobin, maka dapat terjadi kekurangan suplai oksigen ke jaringan-jaringan. Dan dapat mengakibatkan gangguan fungsi pada tubuh.
ii. RUMUSAN MASALAH
1. Jumlah hemoglobin yang menurun tajam.
2. Pasien terlihat lemas, pucat dan mudah capek.
3. Pasien sering sakit panas dan batuk pilek
iii. TUJUAN DAN MANFAAT PENULISAN
Tujuan penulisan:
1. Melihat fungsi eritrosit dan hemoglobin di dalamnya.
2. Mengetahui patogenesis dan patifisiologi thalasemia
Manfaat penulisan:
1. Mengetahui gejala, diagnosis banding, pemeriksaan penunjang dan prognosis thalasemia
II. STUDI PUSTAKA
Sel darah merah atau lebih dikenal sebagai eritrosit memiliki fungsi utama untuk mengangkut hemoglobin, dan seterusnya membawa oksigen dari paru-paru menuju jaringan. Jika hemoglobin ini bebas dalam plasma, kurang lebih 3 persennya bocor melalui membran kapiler masuk ke dalam ruang jaringan atau melalui membran glomerolus pada ginjal terus masuk dalam saringan glomerolus setiap kali darah melewati kapiler. Oleh karena itu, agar hemoglobin tetap berada dalam aliran darah, maka ia harus tetap berada dalam sel darah merah (Fisiologi Kedokteran Guton&Hall Edisi 9).
Dalam minggu-minggu pertama kehidupan embrio, sel-sel darah merah primitif yang berinti diproduksi dalam yolk sac. Selama pertengahan trimester masa gestasi, hepar dianggap sebagai organ utama untuk memproduksi eritrosit, walaupun terdapat juga eritrosit dalam jumlah cukup banyak dalam limpa dan limfonodus. Lalu selama bulan terakhir kehamilan dan sesudah lahir, sel-sel darah merah hanya diproduksi sumsum tulang (Fisiologi Kedokteran Guton&Hall Edisi 9).
Pada sumsum tulang terdapat sel-sel yang disebut sel stem hemopoietik pluripoten, yang merupakan asal dari seluruh sel-sel dalam darah sirkulasi. Sel pertama yang dapat dikenali dari rangkaian sel darah merah adalah proeritroblas. Kemudian setelah membelah beberapa kali, sel ini menjadi basofilik eritroblas pada saat ini sel mengumpulkan sedikit sekali hemoglobin. Pada tahap selanjutnya hemoglobin menekan nukleus sehingga menjadi kecil, tetapi masih memiliki sedikit bahan basofilik, disebut retikulosit. Kemudian setelah bahan basofilik ini benar-benar hilang, maka terbentuklah eritrosit matur (Fisiologi Kedokteran Guton&Hall Edisi 9).
Hemoglobin terdiri dari 4 rantai polpeptida globin yang berikatan secara non-kovalen, yang masing-masing mengandung sebuah grup heme (molekul yang mengandung Fe) dan sebuah “oxygen binding site”. Dua pasang rantai globin yg berbeda membtk struktur tetramerik dengan sebuah “heme moiety” di pusat (center). Semua Hb normal terbentuk dari 2 α-like chains dan 2 non-α-like chain. Molekul heme penting bagi RBC untuk menangkap O2 diparu-paru dan membawanya keseluruh tubuh. Protein Hb lengkap dapat membawa 4 molekul O2 sekaligus. O2 yang berikatan dengan Hb memberi warna darah merah cerah.
Konsentrasi sel-sel darah merah dalam darah pada pria normal 4,6-6,2 juta/mm3, pada perempuan 4,2-5,4 juta/mm3, pada anak-anak 4,5-5,1 juta/mm3. Dan konsentrasi hemoglobin pada pria normal 13-18 g/dL, pada perempuan 12-16 g/dL, pada anak-anak 11,2-16,5 g/dL, pada bayi yang baru lahir 16,5-19,5 g/dL (Kamus Kedokteran Dorland, edisi 29).
Thalasemia adalah kelompok heterogen anemia hemolitik herediter yang secara umum terdapat penurunan kecepatan sintesis pada salah satu atau lebih rantai polipeptida hemoglobin dan diklasifikasikan menurut rantai yang terkena (α, β, δ); dua kategori utama adalah α-thalasemia dan β-thalasemia (Kamus Kedokteran Dorland, edisi 29).
Thalassemia alfa merupakan penyakit yang timbul karena penderitanya tidak memiliki cukup rantai alfa dalam hemoglobinnya, dimana produksi rantai alfa dalam hemoglobin diatur oleh 2 gen globin alfa (terdiri dari 4 lokus). Thalassemia alfa dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu: tipe delesi dan tipe nondelesi (Kapita Selekta Ilmu Kedokteran Molekuler).
a. Thalassemia Alfa Tipe Delesi
Ditandai oleh delesi pada lokus yang berada pada gen globin alfa. Semakin banyak lokus yang rusak, maka semakin banyak gejala yang timbul.
• Delesi pada 1 lokus (silent carriers), tidak ada gejala
• Delesi pada 2 lokus (trait alfa thalassemia), mengalami anemia ringan
• Delesi pada 3 lokus (Penyakit Hb H/thalassemia alfa mayor), terdapat Hb Barts (rantai tetramic gamma) dan Hb H (rantai tetramic beta), anemia berat dan splenomegali
• Delesi pada 4 lokus (hydrops fetalis), mati beberapa saat setelah dilahirkan
b. Thalassemia Alfa Tipe Nondelesi
Pada bentuk ini tidak dijumpai delesi gen alfa, namun terjadi mutasi pada gen tersebut sehingga menyebabkan gangguan pada rantai globin alfa.
Pada β-thalasemia sintesis tantai β berkurang atau tidak ada sama sekali, karena terdapat gangguan pada mRNA. Hb terdiri dari HbA2 dan HbF, dan jika masih terdapat sintesis rantai β, maka masih terdapat HbA (Ilmu Penyakit Dalam, Jilid 2).
Bayi baru lahir dengan thalassemia mayor tidak anemis. Gejala awal pucat mulanya tidak jelas, biasanya menjadi lebih berat dalam tahun pertama kehidupan. Bila penyakit ini tidak ditangani dengan baik, tumbuh kembang masa kehidupan anak akan terhambat. Anak tidak nafsu makan, diare, kehilangan lemak tubuh, dan disertai demam berulang akibat infeksi. Anemia berat dan lama biasanya menyebabkan pembesaran jantung. Terdapat spenomegali dan hepatomegali. Ikterus ringan mungkin ada. Terjadi perubahan pada tulang yang menetap, yaitu terjadinya muka mongoloid akibat sistem eritropoesis yang hiperaktif. Adanya penipisan korteks tulang panjang, tangan, dan kaki, yang dapat menimbulkan fraktur patologis. Penyimpangan pertumbuhan akibat anemia dan kekurangan gizi menyebabkan perawakan pendek. Terkadang ditemukan epistaksis, pigmentasi kulit, koreng pada tungkai, dan batu empedu. Pasien peka terhadap infeksi dan mudah mengalami septisemia yang dapat mengakibatkan kematian. Dapat timbul pantisopenia akibat hiperplenisme. Hemosidoris terjadi pada kelenjar endokrin, pankreas, hati, otot jantung, dan perikardium (Kapita Selekta Kedokteran, jilid 2).
Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk mendiagnosis thalassemia adalah (Kapita Selekta Kedokteran,jilid 2):
1. Pemeriksaan darah menyeluruh
Biasanya didapat anemia berat, retikulosit meningkat, kadar Hb berkisar 3-9 g/dl. Eritrosit memperlihatkan anisositosis, poikilositosis, dan mikrositik hipokromik berat. Sering ditemukan sel target, normoblas (eritrosit berinti), tear drop cell dan basophilic stippling. Gambaran susum tulang memperlihatkan eritropoesis yang hiperaktif sebanding dengan anemianya.
2. Pemeriksaan elektroforesis hemoglobin
Petunjuk adanya thalssemia alfa adalah ditemukannya Hb Bart`s dan Hb H. Sedangkan pada thalassemia beta kadar Hb F bervariasi antara 10-90%, dimana dalam keadaan normal kadarnya tidak melebihi 1%.
Penatalaksanaan
1. Transfusi PRC (packed red cell)
2. Kelasi Besi
3. Pemberian vitamin C
4. Splenektomi
5. Imunisasi terhadap virus B dan C
6. Transplantasi sumsum tulang
7. Pemberian asam folat
8. Pemantauan fungsi organ
(Kapita Selekta Kedokteran,jilid 2)
Pencegahan
Pencegahan thalassemia dapat dibedakan menjadi pencegahan primer dan pencegahan sekunder
• Pencegahan primer: Genetic Consult dan Married Counselling
• Pencegahan sekunder: Diagnosis Prenatal melalui amnionsintesis
III. DISKUSI / BAHASAN
Pada kasus skenario anak ini menderita thalasemia karena gejala klinis yang mucul adalah gejala thalasemia. Pucat, lemas dan mudah capek sejak 6 bulan yang lalu merupakan tanda-tanda anemia. Pada kondisi dimana sintesis salah satu dari rantai globin terbanyak (α dan β) menurun drastis, maka akan terbentuk tetramer sebagai kompensasi dari kekurangan tersebut. Namun justru kondisi ini menyebabkan tetramer membuat membran eritrosit menjadi rapuh sehingga mudah pecah dan memiliki masa hidup yang pendek. Maka kondisi ini menyebabkan suplai oksigen ke jaringan menjadi berkurang sehingga timbul gejala anemia.
Kemungkinan terbesar anak ini menderita thalasemia β mayor. Karena gejala anemis pada anak ini tidak muncul sejak kelahiran anak ini, melainkan dimulai saat dia kurang lebih berusia 1tahun 6bulan. Kadar rantai globin β sejak awal-awal kelahiran akan meninggi hingga pada puncaknya saat anak berusia kurang lebih 1,5tahun dan kadarnya menyamai kadar rantai globin α. Dan bersamaan dengan itu kadar rantai globin γ yang pada awalnya tinggi akan terus turun karena fungsinya telah tergantikan oleh rantai β. Tetapi karena terdapat kelainan serius pada pembentukkan rantai globin β pada thalasemia β mayor, maka kondisi anak ini menurun drastis. Splenomegali dapat terjadi dalam kasus penyakit hemolitik sehingga menyebabkan hipertrofi limpa. Hepatomegali juga dapat terjadi karena hemokromatosis yang mungkin juga disebabkan oleh penurunan kadar besi.
Anak juga mengeluh sering batuk pilek dan panas. Penderita mengalami hepatosplenomegali sehingga akan mengakibatkan sistem imun terganggu, maka anak ini akan mudah mengalami infeksi. Terjadi juga penghancuran sel darah merah yang abnormal tadi oleh lien. Saat diapedesis eritrosit juga mengalami pecah karena membrannya rapuh yang diakibatkan kelainan hemoglobin. Pecahan atau debris sel ini dihancurkan oleh makrofag. Dan karena semuanya itu mengakibatkan kerja sistem imun terganggu.
Hepatosplenomegali merupakan manifestasi klinis yang terjadi karena terjadi eritropoiesis ekstrameduler yang memberatkan hati dan limpa. Pada awal-awal kelahiran diperkirakan hepar adalah organ yang berfungsi untuk eritropoiesis, sehingga ketika sumsum tulang tidak mampu memberikan suplai oksigen ke jaringan-jaringan tubuh, maka hepar kembali memproduksi eritrosit. Karena kerja berat dan ditambah eritropoiesis maka terjadi pembengkakkan hati. Pada limpa juga terjadi eritropoiesis ekstrameduler karena sumsum tulang tidak mampu memberikan suplai yang cukup. Limpa juga berfungsi tidak hanya untuk destruksi eritrosit tetapi juga sebagai screening eritrosit normal atau tidak. Mengakibatkan eritrosit yang tidak normal didetruksi. Karena penghancuran berlangsung jauh lebih cepat dan dalam jumlah yang jauh lebih banyak mengakibatkan limpa harus bekerja lebih keras dan akibatnya terjadi pembengkakkan.
Penambahan obat penambah darah tidak memperbaiki keadaan karena obat penambah darah berfungsi untuk membantu peningkatan kualitas hemoglobin, pada heme bukan globin, sedangkan pada penderita thalassemia yang mengalami kerusakan atau mutasi adalah globin. Sehingga pemberian obat tambah darah tersebut tidak berpengaruh.
Penanganan yang dapat dilakukan terhadap anak tersebut adalah transfusi PRC (packed red cell) untuk mengatasi anemia yang terjadi. Transfusi ini diberikan karena kadar hemoglobin anak tersebut < 8 g/dl. Kemudian setelah diputuskan untuk diberi transfusi darah, Hb harus selalu dipertahankan di atas 12 g/dl dan tidak melebihi 15 g/dl. Pemberian transfusi darah yang berulangkali dapat mengakibatkan kondisi kelebihan zat besi dalam tubuh, tetapi kelebihan ini dapat diatasi dengan memberikan kelasi besi, yaitu Desferal secara im dan iv, dan vitamin C 200 mg setiap hari. Splenektomi diindikasikan jika limpa sudah telalu besar, sehingga membatasi gerak penderita, menimbulkan tekanan intraabdominal yang mengganggu napas dan berisiko mengalami ruptur. Indikasi splenektomi adalah Peningkatan kebutuhan transfusi darah yang melebihi 50% dari yang dibutuhkan semula secara intensiv selama 6 bulan atau lebih.Kebutuhan transfusi PRC (packed Red Cell) tahunan yang melebihi 250 ml/kg/tahun Trombositopenia dan leukositopenia . Splenektomi sebaiknya dilakukan pada umur 5 tahun ke atas, saat fungsi limpa dalam sistem imun tubuh telah dapat diambil alih oleh organ limfoid lain. Transplantasi sumsum tulang perlu dipertimbangkan pada penderita, transplantasi ini dapat dilakukan dengan HLA yang cocok. Imunisasi terhadap virus hepatitis B dan C juga perlu dilakukan untuk mencegah infeksi virus tersebut melalui transfusi darah. Dan yang terakhir secara berkala dilakukan pemantauan fungsi organ, seperti jantung, paru, hati, endokrin termasuk kadar gula, gigi, telinga, mata, dan tulang.
Jumlah leukulosit yang meniggi mungkin diakibatkan oleh infeksi yang dialami anak tersebut sehingga tonsil dan faring anak ini kemerahan. Mungkin pula karena penghancuran debris sel oleh makrofag mengakibatkan jumlah makrofag yang dibutuhkan untuk menghancurkan debris sel eritrosit meningkat, sehingga jumlah leukosit juga meningkat. Atau jumlah kenaikan leukosit dapat pula berupa kenaikan semu. Maksudnya kenaikan ini merupakan kesalahan perhitungan lab, karena ertikulosit juga ikut terhitung sehingga kenaikan jumlah eritrosit melebih yang sebenarnya.
Dan karena keluarga ini berasal dari keluarga sosial ekonomi kurang maka terapi gen atau elektroforesis Hb mungkin menjadi sebuah kesulitan bagi mereka. Transplntasi sumsum tulang juga sulit untuk dilakukan karena selain kesulitan donor juga kondisi ekonomi keluarga tersebut. Karena itu pengobatan juga perlu mempertimbangkan keadaan ekonomi keluarga.
IV. KESIMPULAN
1. Anak laki-laki berusia 2 tahun tersebut menderita thalassemia
2. Thalassemia adalah penyakit anemia hemolitik herediter yang diturunkan secara resesif. Penyakit ini disebabkan karena kekurangan sintesis satu atau lebih rantai polipeptida (rantai globin) pembentuk hemoglobin
3. Penanganan yang dapat dilakukan pada anak tersebut adalah Transfusi PRC (packed red cell), kelasi besi, pemberian vitamin C, splenektomi, imunisasi terhadap virus B dan C, transplantasi sumsum tulang, dan pemantauan fungsi organ
4. Pada kehamilan ibu penderita dapat dilakukan diagnostik prenatal melalui amnionsintesis, untuk mengetahui apakah calon anak tersebut menderita thalassemia atau tidak, sehingga dapat ditentukan langkah selanjutnya jika calon anak tesebut positif akan menderita thalassemia




V. DAFTAR PUSTAKA
Dorland, W.A Newman. 2006. Kamus Kedokteran Dorland Edisi 29. Jakarta: EGC.
Guyton & Hall. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9. Jakarta: EGC
Staff Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FK UI. 1997. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak I. Jakarta : Infomedika
Suryohudoyo, Purnomo. 2007. Kapita Selekta Ilmu Kedokteran Molekuler. Jakarta: Sagung Seto.
Waspadji, Sarwono ,Soeparman. 1996. Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta: Balai Penerbiy FK UI Selengkapnya...

onbux

Neobux

Sign by Danasoft - Get Your Free Sign