Jumat, 27 November 2009

Memberi itu sakit


Berawal dari keisengan teman yang tindakannya memungkinkan orang untuk mengintip
uang persembahan saya yang ada di dalam dompet yang saya sembunyikan di tas. Akhirnya karena
buru2 takut ketauan, saya ambil saja asal2an tanpa tahu berapa jumlah uang yang saya ambil.
Tragedipun terjadi, uang yang terambil jumlahnya cukup besar untuk ukuran anak kos.
Dan "pemberian" sayapun menjadi terasa begitu "sakit".

Kemudian dalam beberapa detik ke depan saya mulai berpikir, ternyata benar ayat yang mengatakan
di mana hartamu berada, di situ hatimu berada. Ilustrasi yang kemudian muncul adalah
janda miskin yang memberikan seluruh uangnya yang emang tinggal sedikit.Yang terpikir
bagi saya adalah, janda ini memberi dengan kesadaran, sedangkan saya memberi karna "terjebak"
ini perbedaan besar dari pemberian saya dana janda tua, mempercayakan harta pada Tuhan sepenuhnya,
dan tetap percaya perlindungan Tuhan.

Kemudian teman saya yang "menjebak" saya ini untuk menghibur mengatakan "Tenang Jim, uangmu
sekarang ada di tempat yang lebih baik". Kalimat yang begitu menyentak dan menghajar saya.
Selama ini ketika ada seseorang yang memberikan "sesuatu" (baca: seluruh) bagian dari hidupnya bagi Tuhan
selalu ada saja orang yang menganggap orang ini aneh. Memberikan masa muda bagi Tuhan misalnya.
Pasti ada beberapa orang yang ketika kita melayani saat muda, mereka akan protes dan menganggap
ini adalah kesalahan, seharusnya sejak muda kita mencari pengalaman, kemudian saat tua kita melayani
Tuhan. Atau ketika pengusaha ingin menjadi hamba Tuhan, bisa dipastikan beberapa temannya akan
menganggap orang ini aneh, karena meninggalkan lahan "subur" dan masuk ke ladang yang lebih "tandus".
abraham juga mendapat tanah yang relatif lebih tandus ketimbang Lot, namun bersama dengan Tuhan,
abraham diberkati berlimpah2. Ketika kita memberikan uang bagi pekerjaan Tuhan, kita kelihatannya
"kehilangan" namun sebenarnya uang itu ada di dalam tempat yang lebih baik, di Tangan TUHAN.
Dan Tuhan tidak pernah berhutang, dia akan mengembalikan semua yang kita "berikan". Orang percaya
tidak akan dibiarkan TUhan meminta-minta.

Ketika parfum yang mahal ditumpahkan ke kaki Yesus,Yudas dengan segera mengambil kesimpulan yang
sangat logis. Ini adalah pemborosan!! Pemberian yang mahal bagi TUHAN adalah PEMBOROSAN. Sedang
uang untuk belanja yang kita INGINKAN adalah "kebutuhan".

Kasih kita terhadap sesuatu dapat diukur dari seberapa banyak kita bersedia mengeluarkan uang kita terhadap
yang kita kasihi. Jika kita tidak berani memberi pada TUhan, bagaimana kasih kita terhadap Tuhan,mungkin
kita perlu berbenah ulang dan melihat apakah kasih kita murni atau hanya ingin mengambil berkat Tuhan saja?
Selengkapnya...

Senin, 14 September 2009

Otitis Media Supuratif Kronis

BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah

Otitis media akut adalah peradangan pada telinga tengah yang bersifat akut atau tiba-tiba. Telinga tengah adalah organ yang memilki penghalang yang biasanya dalam keadaan steril. Bila terdapat infeksi bakteri pada nasofaring dan faring, secara alamiah terdapat mekanisme pencegahan penjalaran bakteri memasuki telinga tengah oleh enzim pelindung dan bulu-bulu halus yang dimiliki oleh tuba eustachii. Otitis media akut (OMA) ini terjadi akibat tidak berfungsinya sistem pelindung tadi. Sumbatan atau peradangan pada tuba eustachii merupakan faktor utama terjadinya otitis media. Pada anak-anak, semakin seringnya terserang infeksi saluran pernapasan atas, kemungkinan terjadinya otitis media akut juga semakin besar. Dan pada bayi terjadinya OMA dipermudah oleh karena tuba Eustachiusnya pendek, lebar, dan letaknya agak horizontal (Djaafar dkk, 2007).

Prevalensi terjadinya otitis media di seluruh dunia untuk usia 1 tahun sekitar 62%, sedangkan anak-anak berusia 3 tahun sekitar 83%. Di Amerika Serikat, diperkirakan 75% anak mengalami minimal satu episode otitis media sebelum usia 3 tahun dan hampir setengah dari mereka mengalaminya tiga kali atau lebih. Di Inggris setidaknya 25% anak mengalami minimal satu episode sebelum usia sepuluh tahun (Abidin, 2009).

Mengingat masih tingginya angka kejadian otitis media paada anak-anak, maka diagnosis dini yang tepat dan pengobatan secara tumtas mutlak diperlukan guna mengurangi angka kejadian komplikasi dan perkembangan penyakit menjadi otitis media kronik.

 

B.     Rumusan Masalah

Rumusan masalah yang dapat diambil dalam skenario 2 adalah sebagai berikut :

1.      Apa diagnosis penyakit yang dapat diambil dalam kasus ini?

2.      Apakah penyakit yang sekarang diderita pasien merupakan komplikasi dari penyakit dahulu?

3.      Bagaimana patogenesis dan patofisiologi dari gejala-gejala yang ada pada pasien ?

4.      Bagaimana proses terjadinya perforasi pada membran tympani ?

5.      Bagaimana interpretasi hasil pemeriksaan yang telah dilakukan oleh dokter?

6.      Mengapa pemberian obat tidak menuntaskan penyakit ?

7.      Adakah hubungan jenis kelamin dan umur dengan penyakit yang diderita pasien?

8.      Langkah apa yang harus diambil dokter terhadap untuk menangani pasien saat ini?

9.      Bagaimana prognosis pasien dalam kasus ini?

 

C.    Tujuan Penulisan

Tujuan Umum

Mahasiswa mampu menerapkan konsep-konsep dan prinsip ilmu-ilmu biomedik, klinik, perilaku, epidemiologi, dan kesehatan masyarakat pada problem klinik serta penatalaksanaan pasien penyakit dalam ruang lingkup pada gangguan sistem telinga, hidung dan tenggorokan

Tujuan Khusus

1.   Mengidentifikasi dan menerapkan prinsip-prinsip ilmu dasar yang relevan untuk memahami etiologi, patofisiologi, dan patogenesis mengenai gangguan pada sistem telinga, hidung dan tenggorokan

2.   Menangani suatu permasalahan klinis secara mandiri dengan kemampuan menetapkan diagnosis klinik berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang

3.   Mampu menjelaskan secara rasional dan ilmiah dalam menentukan penanganan pasien baik klinik, epidemiologis, farmakologis, fisiologis, dan perubahan perilaku.

 

D.    Manfaat Penulisan

1.      Sebagai langkah upaya dalam mengetahui patogenesis dan patologi timbulnya berbagai keluhan pada organ telinga, hidung dan tenggorokan

2.      Sebagai upaya memahami berbagai mekanisme terjadinya gangguan pada organ telinga, hidung dan tenggorokan seperti rhinitis, otitis media akut, dan tonsilitis

3.      Sebagai upaya untuk memahami langkah-langkah dalam interpretasi hasil pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang terhadap penyakit otitis media akut dan otitis media supuratif kronis.

4.      Sebagai langkah upaya mengetahui pengobatan medikamentosa dan tindakan preventif dalam penanganan penyakit pada telinga, hidung dan tenggorokan.

 

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A.    Otitis Media

Otitis media ialah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba Eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid. Secara mudah, otitis media terbagi atas otitis media supuratif dan otitis media non supuratif. Dan setiap pembagian tersebut memiliki bentuk akut dan kronis, yaitu otitis media supuratif akut (otitis media akut = OMA) dan otitis media supuratif kronis (OMSK). Selain itu, terdapat juga otitis media spesifik, seperti otitis media tuberkulosa atau otitis media sifilitika (Djaafar dkk, 2007).

B.     Otitis Media Akut

Kuman penyebab utama pada OMA adalah bakteri piogenik seperti Streptokokus hemolitikus, Stafilokokus aureus, Pneumokokus. Selain itu kadang-kadang ditemukan juga Hemofilus influenza, Escherichia colli, Streptokokus anhemolitikus, Proteus vulgaris, dan Pseudomonas aerugenosa (Djaafar dkk, 2007).

Perubahan mukosa telinga tengah sebagai akibat  infeksi dapat dibagi atas 5 stadium yaitu:

  1. Stadium Oklusi Tuba Eustachius

Terdapat gambaran retraksi membran timpani akibat tekanan negative di dalam telinga tengah. Kadang berwarna normal atau keruh pucat. Efusi tidak dapat dideteksi. Sukar dibedakan dengan otitis media serosa akibat virus atau alergi.

  1. Stadium Hiperemis (Stadium Pre-Supurasi)

Tampak pembuluh darah yang melebar di membran timpani atau seluruh membran timpani tampak hiperemis serta edema. Sekret yang telah terbentuk mungkin masih bersifat eksudat serosa sehingga sukar terlihat.

  1. Stadium Supurasi

Membran timpani menonjol kea rah telinga luar akibat edema yang hebat pada mukosa telinga tengah dan hancurnya sel epitel superficial serta terbentuknya eksudat purulen di kavum timpani. Pasien merasa sangat sakit, nadi dan suhu meningkat, serta nyeri di telinga bertambah hebat. Apabila tekanan tidak berkurang, akan terjadi iskemia, tromboflebitis dan nekrosis mukosa serta submukosa. Nekrosis ini terlihat sebagai daerah yang lebih lembek dan kekuningan pada membran timpani. Di tempat ini akan terjadi ruptur.

  1. Stadium Perforasi

Karena pemberian antibiotic yang terlambat atau virulensi kuman yang tinggi, dapat terjadi ruptur membran timpani dan nanah keluar mengalir dari telinga tengah ke telinga luar. Pasien yang semula gelisah menjadi tenang, suhu badan turun dan dapat tidur dengan nyenyak.


 

  1. Stadium Resolusi

Bila membran timpani tetap utuh maka perlahan-lahan akan normal kembali. Bila telah terjadi perforasi maka secret akan berkurang dan mongering. Bila daya tahan tubuh baik dan virulensi kuman rendah maka resolusi dapat terjadi tanpa pengobatan. Otitis media akut (OMA) berubah menjadi otitis media supuratif subakut bila perforasi menetap dengan secret yang keluar terus menerus atau hilang timbul lebih dari 3 minggu. Disebut otitis media supuratif kronik (OMSK) bila berlangsung lebih dari 1,5 atau 2 bulan. Dapat meninggalkan gejala sisa berupa otitis media serosa bila secret menetap di kavum timpani tanpa perforasi.

C.    Otitis Media Supuratif Kronis

Otitis media supuratif kronis (OMSK) adalah infeksi kronis di telinga tengah dengan perforasi membran timpani dan sekret yang keluar dari telinga tengah terus-menerus atau hilang timbul. Sekret mungkin encer atau kental, bening, atau berupa nanah (Djaafar dkk, 2007).

OMSK dapat dibagi menjadi 2 jenis yaitu (1) OMSK tipe aman (tipe mukosa= tipe benigna) dan (2) OMSK tipe bahaya (tipe tulang= tipe maligna). Proses peradangan pada OMSK tipe man terbatas pada mukosa saja, dan biasanya tidak mengenai tulang. Perforasi terletak di sentral dan tidak terdapat kolesteatoma. OMSK tipe bahaya letak perforasinya di marginal atau atik.

Diagnosis OMSK dapat ditegakkan dengan:

1.  Anamnesis (history-taking)

Penyakit telinga kronis ini biasanya terjadi perlahan-lahan dan penderita seringkali datang dengan gejala-gejala penyakit yang sudah lengkap. Gejala yang paling sering dijumpai adalah telinga berair, adanya sekret di liang telinga yang pada tipe tubotimpanal sekretnya lebih banyak dan seperti berbenang (mukous), tidak berbau busuk dan intermiten,  sedangkan pada tipe atikoantral, sekretnya lebih sedikit, berbau busuk,  kadangkala disertai pembentukan jaringan granulasi atau polip, maka sekret yang keluar dapat bercampur darah. Ada kalanya penderita datang dengan keluhan kurang pendengaran atau telinga keluar darah. 

2.  Pemeriksaan otoskopi

Pemeriksaan otoskopi akan menunjukan adanya dan letak perforasi. Dari perforasi dapat dinilai kondisi mukosa telinga tengah.

3.  Pemeriksaan audiologi

Evaluasi audiometri, pembuatan audiogram nada murni untuk menilai hantaran tulang dan udara, penting untuk mengevaluasi tingkat penurunan pendengaran dan untuk menentukan gap udara dan tulang. Audiometri tutur berguna untuk menilai ‘speech reception threshold’

pada kasus dengan tujuan untuk memperbaiki pendengaran. 

4.  Pemeriksaan radiologi

Radiologi konvensional, foto polos radiologi, posisi Schüller berguna untuk menilai kasus kolesteatoma, sedangkan pemeriksaan CT scan dapat lebih efektif menunjukkan anatomi tulang temporal dan kolesteatoma.

      Komplikasi pada OMSK ini dapat berupa komplikasi intratemporal seperti parese n.fasial, ataupun ekstrateporal seperti abses ekstradural, abses intradural, abses subdural, dll. Pada radang telinga tengah menahun ini walaupun telinga berair sudah bertahun-tahun lamanya telinga tidak merasa sakit, apabila didapati telinga terasa sakit disertai demam, sakit kepala hebat dan kejang menandakan telah terjadi komplikasi ke intrakranial.

      Komplikasi ke intrakranial, merupakan penyebab utama kematian pada OMSK di negara sedang berkembang, yang sebagian besar kasus terjadi karena penderita mengabaikan keluhan telinga berair. (WHO) Meningitis atau radang selaput otak adalah komplikasi intrakranial OMSK yang paling sering ditemukan di seluruh dunia,  biasanya mempunyai gejala demam, sakit kepala serta adanya tanda-tanda perangsangan meningen, seperti kejang. Kematian terjadi pada 18,6% kasus OMSK dengan komplikasi intrakranial.

      Namun frekuensi komplikasi yang mengancam jiwa pada OMSK telah menurun  secara dramatis dengan ditemukannya antibiotik. Angka mortalitas  menurun tajam dari 76% pada tahun 1930-an menjadi 36% pada tahun 1980-an.

 

BAB III

PEMBAHASAN

Sejak 5 hari yang lalu, anak laki-laki tersebut mengeluh batuk pilek, hidung buntu, badan terasa panas disertai menggigil dan sakit menelan. Pada pemeriksaan hidung didapatkan hidung beringus dan konka hiperemis. Gejala dan tanda yang dialami oleh anak tersebut merupakan ciri-ciri dari Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA). Selain itu, anak tersebut juga merasakan telinga kanan terasa penuh. Dapat dikatakan bahwa anak ini menderita ISPA yang kemudian menimbulkan komplikasi berupa otitis media akut (OMA). Hal ini dikarenakan infeksi sudah menyebar ke telinga melewati tuba eustachius sehingga sampai ke telinga tengah (auris media). Setelah bakteri masuk, terjadi proses infeksi yang menyebabkan pembengkakan di sekitar saluran, penyumbatan saluran dan datangnya sel-sel darah putih. Pembengkakan ini menimbulkan permeabilitas kapiler  meningkat sehingga serum keluar dan mengakumulasi rongga di auris media. Kondisi ini ditandai dengan adanya cairan (eksudat) serous. Selain itu, adanya invasi sel-sel darah putih yang berperang dengan bakteri nantinya akan pecah dan terakumulasi menjadi nanah.

Kemarin telinga sebelah kanan keluar cairan disertai rasa sakit dan berdenging. Gejala ini terjadi karena lendir dan nanah bertambah. Penambahan lendir dan nanah mengganggu pendengaran  karena tulang-tulang pendengaran tidak dapat bergerak bebas. Selain itu, penambahan cairan di auris media nantinya juga akan menimbulkan tinnitus akibat gangguan interpretasi bunyi di nucleus dorsalis cochlea. Kemudian akumulasi cairan dapat merobek  membran tympani karena tekanan tinggi yang ditimbulkan dari dalam auris media. Bila membran tympani robek, cairan yang terakumulasi dalam auris media tersebut akan berkurang. Keluarnya cairan ini dapat bersifat pulsasi (berdenyut) dan nantinya menyebabkan panas badan berkurang.

Anak ini diduga telah menderita Otitis Media Supuratif Kronis (OMSK) tipe aman. Pada anak ini telah terjadi infeksi kronis di telinga tengah dengan perforasi membran timpani dan sekret yang keluar dari telinga tengah terus-menerus atau hilang timbul. Karena perforasi terletak central dan tidak terdapat kolesteatoma, maka dikategorikan sebagai tipe aman. OMSK tipe aman ini mempunyai prognosis yang lebih baik karena jarang menimbulkan komplikasi yang berbahaya.

Kekurangan pendengaran sering menyertai OMSK. Kekurangan yang terjadi biasanya bersifat tuli konduksi (conductive hearing loss) derajat ringan hingga menengah (sekitar 30–60  dB). Kekurangan pendengaran ini merupakan akibat dari perforasi membrana timpani dan putusnya rantai tulang pendengaran pada telinga tengah karena proses osteomielitis sehingga suara yang masuk ke telinga tengah langsung menuju tingkap oval (foramen ovale). Kekurangan pendengaran derajat yang lebih tinggi lagi dapat terjadi bila proses infeksi melibatkan koklea atau saraf pendengaran.

Untuk menegakkan diagnosis OMSK pada kasus skenario, masih diperlukan beberapa pemeriksaan tambahan. Selain  pemeriksaan THT berupa otoskopi, pemeriksaan penala juga diperlukan untuk mengetahui adanya gangguan pendengaran. Untuk mengetahui jenis dan derajat gangguan pendengaran dapat dilakukan pemeriksaan audiometri nada murni, audiometri tutur (speech audiometry) dan pemeriksaan BERA (brainstem evoked response audiometry) jika anak tidak kooperatif dengan pemeriksaan audiometric nada murni. Pemeriksaan penunjang lain berupa foto rontgen mastoid serta kultur dan uji resistensi kuman dari sekret telinga.

Prinsip terapi OMSK tipe aman ialah konservatif atau dengan medikamentosa. Bila sekret yang keluar terus menerus, maka diberikan obat pencuci telinga, berupa larutan H2O2 3% selama 3-5 hari. Setelah sekret berkurang, maka terapi dilanjutkan dengan memberikan obat tetes telinga yang mengandung antibiotik dan kortikosteroid. Secara oral diberikan antibiotika dari golongan ampisilin atau eritromisin (bila pasien alergi terhadap penicillin), sebelum hasil tes resistensi diterima. Pada infeksi yang dicurigai karena penyebabnya telah resisten terhadap ampisiln dapat diberikan ampisilin asam klavulanat. Bila sekret telah kering, tetapi perforasi masih ada setelah diobservasi selama 2 bulan, maka idealnya dilakukan miringoplasti atau timpanoplasti. Operasi ini bertujuan untuk menghentikan infeksi secara permanen, memperbaiki membran timpani yang perforasi, mencegah terjadinya komplikasi atu kerusakan pendengaran yang lebih bera, serta memperbaiki pendengaran.

Terapi operatif yang dapat diberikan antara lain:

1.  Mastoidektomi sederhana

Bertujuan untuk mengevakuasi penyakit yang hanya terbatas pada rongga mastoid. 

2.  Mastoidektomi radikal

Bertujuan untuk mengeradikasi seluruh penyakit di mastoid dan telinga tengah, di mana rongga mastoid, telinga tengah, dan liang telinga luar digabungkan menjadi satu ruangan sehingga drainase mudah.

3. Untuk kasus-kasus yang akan dilakukan perbaikan fungsi pendengaran dilakukan timpanoplasti.

 

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

A.    Kesimpulan

a. Otitis Media Akut merupakan peradangan pada telinga tengah (auris media) yang biasanya terjadi pada anak akibat komplikasi infeksi virus atau bakteri pada faring.

b.Dalam kasus di scenario, pada awalnya pasien mengalami infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) dan tonsillitis. Akan tetapi, karena terjadi perluasan infeksi didaerah auris media, maka pasien juga mengalami otitis media akut

c. Otitis media akut (OMA) yang tidak diobati secara tuntas dapat berlanjut menjadi Otitis Media Supuratif Kronik yang ditandai dengan adanya perforasi pada membran tympani.

d.            Penanganan yang dapat diberikan pada pasien saat ini adalah pengobatan secara medikamentosa dan konservatif yang berupa pemberian antibiotic yang adekuat dan timpanoplasti.

B.     Saran

a.    Hendaknya dilakukan uji kultur pada pasien untuk mengetahui jenis bakteri yang menginfeksi dan untuk pemberian antibiotic yang tepat.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Abidin, Taufik. 2009. Otitis Media Akut. http://library.usu.ac.id (10 September 2009)

Chandrasoma, Parakrama, Clive R.Taylor. 2005. Ringkasan Patologi Anatomi. Dewi Asih Mahanani dkk (eds). Edisi 2. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC, hal: 441-443

Djaafar, Z.A., Helmi, dan Restuti, R. 2007. Kelainan Telinga Tengah, dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Eds. Soepardi, E.A., Iskandar, N., Bashiruddin, J., Resturi, R.D. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. pp: 64-77

Dorland, W.A. 2002. Kamus Kedokteran Dorland. Huriawati Hartanto dkk (eds). Edisi 29. Jakarta: EGC, hal : 2386

Mansjoer, A., Triyanti, K., Savitri, R., Wardhani, W.I., Setiowulan, W. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1. Edisi 3. Jakarta : Media Aesculapius , hal: 79-82

Paparella, Michael M., George L. Adams, Samuel C.Levine. 1997. Penyakit Telinga Tengah dan Mastoid, dalam BOIES Buku Ajar Penyakit THT. Harjanto Effendi (Ed). Jakarta : EGC, hal: 95-99

 

Selengkapnya...

Pornografi Rusak Otak


Paparan materi pornografi secara terus-menerus dapat menyebabkan kecanduan (adiksi) yang pada akhirnya mengakibatkan jaringan otak mengecil dan fungsinya terganggu.

Dalam seminar mengenai dampak pornografi terhadap kerusakan otak di Jakarta, ahli bedah syaraf dari Rumah Sakit San Antonio, Amerika Serikat, Donald L. Hilton Jr, MD mengatakan bahwa adiksi mengakibatkan otak bagian tengah depan yang disebut Ventral Tegmental Area (VTA) secara fisik mengecil.

Penyusutan jaringan otak yang memproduksi dopamine (bahan kimia pemicu rasa senang) itu, menurut dia, menyebabkan kekacauan kerja neurotransmiter yakni zat kimia otak yang berfungsi sebagai pengirim pesan.

“Pornografi menimbulkan perubahan konstan pada neorotransmiter dan melemahkan fungsi kontrol. Ini yang membuat orang-orang yang sudah kecanduan tidak bisa lagi mengontrol perilakunya,” kata Hilton serta menambahkan adiksi pornografi juga menimbulkan gangguan memori.

Kondisi tersebut, ia menjelaskan, tidak terjadi secara cepat dalam waktu singkat namun melalui beberapa tahap yakni kecanduan yang ditandai dengan tindakan impulsif, ekskalasi kecanduan, desensitisasi dan akhirnya penurunan perilaku.

“Pornografi dapat merusak sel-sel otak, akibatnya perilaku dan kemampuan intelegensia akan mengalami gangguan,” tambah Kepala Pusat Pemeliharaan, Peningkatan dan Penanggulangan Intelegensia Kesehatan H. Jofizal Jannis.

Ia menjelaskan, penurunan intelegensia secara langsung dan tidak langsung akan menurunkan produktivitas dan menurunkan indeks pembangunan sumber daya manusia.

Menurut Hilton, kerusakan otak akibat kecanduan pornografi adalah yang paling berat, lebih berat dari kecanduan kokain.

Namun demikian, kata dia, kini ada harapan kerusakan otak itu bisa dipulihkan hingga mendekati normal dengan berbagai metode penyembuhan.

Terapi yang dapat digunakan untuk memulihkan kerusakan otak akibat kecanduan, menurut dia, antara lain pemberian motivasi pribadi untuk memacu semangat penderita guna melepaskan diri dari kecanduan, dan penciptaan lingkungan yang aman bagi pecandu dengan menurunkan secara drastis aksesnya terhadap pornografi.

Selain itu, ia menambahkan, pembentukan kelompok pendukung dengan konselor dan terapis serta terapi peningkatan spiritualitas dampaknya juga sangat bermakna dalam upaya pemulihan.

“Penelitian menunjukkan spiritualitas agama apapun, akan mempercepat proses pemulihan,” katanya. (kpl/cax)

Selengkapnya...

Minggu, 13 September 2009

Diet Sehat Dengan Buah-Buahan


SAAT ini banyak program diet yang menawarkan hasil tubuh sehat dan langsing. Namun, hati-hati dalam memilih program diet yang tepat, karena impian tubuh sehat dan langsing bisa hilang akibat salah memilih program diet.

Dalam memilih program diet, membatasi konsumsi satu kelompok makanan tertentu seperti hanya mengonsumsi buah dan sayur saja juga tidak sehat. Karena tubuh akan kekurangan zat lainnya yang diperlukan seperti protein, karbohidrat, dan lainnya. Oleh karena itu, diet dengan buah-buahan juga harus diimbangi asupan nutrisi lainnya.

Mengonsumsi buah-buahan

Salah satu program diet yang aman bagi tubuh adalah diet dengan lebih banyak mengonsumsi sayuran dan buah segar. Program ini jauh lebih baik karena dari sayuran dan buah segar banyak ditemukan fiber atau serat sebagai komponen makanan yang penting untuk diet. Konsumsi buah dan sayuran dalam jumlah tinggi itu dapat pula menghindarkan manusia dari serangan jantung dan kanker .

Daftar 10 buah-buahan yang bermanfaat bagi kesehatan dan kandungan nutrisinya:

Apel

Apel mengandung karbohidrat terutama ketika sedang tumbuh dan kaya pectin (sejenis serat). Apel mengandung flavonol yang disebut quercetin yang dalam beberapa penelitian memiliki bahan antikanker. Quercetin juga mengandung bahan antiradang sehingga bermanfaat bagi penyakit seperti arthritis. Sedangkan kandungan gizinya, apel mengandung vitamin C tapi tidak sebanyak buah jeruk.

Stroberi

Stroberi mengandung ellagic acid sebagai antioksidan. Dalam beberapa penelitian ellagic acid terbukti dapat menghalangi pertumbuhan tumor dalam paru-paru, osephagus, payudara, cervix dan lidah. Sebagai obat tradisional, stroberi diyakini memiliki antibakteri dan digunakan sebagai pembersih sistem pencernaan. Stroberi banyak mengandung vitamin C.

Pisang

Pisang merupakan sumber vitamin B6 yang dibutuhkan untuk membuat serotonin dalam otak. Serotonin berfungsi mengurangi rasa sakit, menekan nafsu makan, dan membuat merasa relaks dan mengurangi ketegangan. Sebagai obat tradisional, pisang digunakan untuk menyembuhkan bisul perut. Tidak seperti buah-buahan lain, pisang mengandung banyak karbohidrat, sedikit mengandung karotin dan vitamin C namun kaya potasium.

Melon

Melon mengandung gula yang tinggi dan lycopene yang berfungsi sebagai antikanker. Melon merah dan oranye juga mengandung carotenoid yang dapat melindungi sel tubuh terhadap kerusakan free radical dan dapat juga diubah menjadi vitamin A dalam tubuh. Melon merupakan sumber carotenoid dan juga mengandung vitamin C.

Jeruk

Jeruk mengandung phytochemical yang disebut hesperidin yang berfungsi sebagai antioksidan. Jeruk juga sumber pectin yang berfungsi menurunkan tekanan darah dan termasuk buah rendah serat namun sumber vitamin C dan folate.

Mangga

Mangga mengandung carotenoid yang disebut beta crytoxanthin, sebuah antioksidan yang dapat melindungi terhadap beberapa jenis kanker seperti kanker usus dan kanker tulang tengkuk. Mangga termasuk buah yang kaya carotenoid, serat, dan vitamin C.

Kiwi

Kiwi mengandung pigmen yang disebut chlorophyll yang memberikan buah tersebut warna hijau. Kiwi dapat diubah menjadi sebuah senyawa yang memiliki kemampuan mengikat kanker. Satu buah kiwi sudah cukup untuk memenuhi persyaratan konsumsi vitamin C orang dewasa.

Plum

Plum mengandung phytochemical yang disebut ferulic acid, yang memiliki senyawa antikanker. Penelitian menujukkan banyak konsumsi ferulic acid dapat membantu menurunkan risiko kanker usus. Plum merupakan buah yang kaya serat dan potasium.

Anggur

Kulit anggur mengandung phytochemical yang disebut resveratrol yang terbukti dapat meningkatkan kesehatan jantung, antikanker, antibakteri, dan mengandung antioksidan. Anggur memiliki kandungan serat dan vitamin C yang rendah.

Nanas

Nanas mengandung enzim bromelain yang memiliki kemampuan untuk menguraikan protein. Nanas sering dipakai sebagai bahan pelunak daging selain berguna membantu pencernaan, menguraikan pembekuan darah, mencegah sinusitis, dan infeksi saluran kencing. Nanas merupakan sumber vitamin C dan serat serta mengandung kadar gula yang tinggi.

Lima kesalahan yang biasa dilakukan saat melakukan program diet

1. Menjarangkan makan pagi

Sarapan dengan memilih makanan tepat di pagi hari sangat penting bagi tubuh untuk menyuplai energi yang diperlukan untuk menghadapi rutinitas pagi agar terhindar dari mengonsumsi makanan ringan bergula atau berlemak ketika merasa lapar.

2. Makanan bebas lemak berlebihan

Sebenarnya makanan bebas lemak tidak berarti makanan itu mengandung kalori rendah.

3. Konsumsi salad

Salad mengandung kalori yang tinggi seperti halnya hamburger apalagi bila sayuran itu ditutupi dengan keju, roti kering, dan kuah berlemak tinggi.

4. Memilih jus dibanding apel atau jeruk

Mengonsumsi buah-buahan segar jauh lebih baik karena banyak ditemukan fiber atau serat sebagai komponen makanan yang penting untuk diet.

5. Mengetatkan konsumsi kalori

Rata-rata tubuh membutuhkan 1.200 sampai 1.500 kalori setiap hari untuk bisa berfungsi. Jika dilakukan pengetatan kalori, akan memperlambat metabolisme tubuh yang berakibat menimbulkan masalah kesehatan seperti anemia.
Selengkapnya...

Remaja Rentan HIV AIDS


JAKARTA, KOMPAS.com — Berdasarkan data kasus Dirjen PP dan PL Departemen Kesehatan RI sampai dengan akhir Maret 2009, penderita HIV/AIDS di Indonesia sudah mencapai 23.632 kasus. Usia rentan semakin muda yaitu pada usia 13-15 tahun .

"Saat ini usia penderita yang terinfeksi HIV/AIDS semakin muda, ada yang 12 tahun sudah termanifestasi. Namun, yang rentan adalah 13-15 tahun," jelas dr Yanto Sinaga, relawan dari Yayasan AIDS Indonesia (YAI), dalam talktainment di SMK Diponegoro I, Jakarta Timur, Sabtu (12/9).

Ia mengatakan, penderita HIV/AIDS usia 5-14 tahun sebanyak 166 orang dan 15-19 berjumlah 495 orang. Dengan jumlah tersebut Indonesia termasuk negara dengan percepatan paling banyak bersama Vietnam, India, dan Thailand.

Kebanyakan kasus tersebut terjadi di daerah Indonesia bagian timur, sedangkan untuk wilayah Jawa tidak terlalu parah jika dibanding daerah Indonesia bagian timur. Kebanyakan dari penderita tertular virus HIV melalui jarum suntik dan seks bebas. "Jarum suntik narkoba yang digunakan secara bergantian dan seks bebas tanpa pengaman adalah penyebab utama cepatnya penularan tersebut.

Dr Yanto menilai, pertambahan jumlah remaja yang terkena HIV/AIDS tidak ada hubungannya dengan penurunan moral remaja. Penyebab pertambahan tersebut adalah kemajuan teknologi yang tidak diimbangi dengan pengawasan dan pendampingan kepada para remaja.

"Teknologi sekarang lebih longgar, remaja kaget dengan hal tersebut. Mereka menemukan hal baru seperti hal yang berbau pornografi karena belum dibekali mengenai hal tersebut, mereka penasaran dan mencoba," kata dia.

Lebih jauh ia menuturkan, untuk mencegah semakin bertambahnya remaja yang terpapar HIV/AIDS, perlu ada pendidikan seks sejak dini. Anak-anak dan remaja perlu dibekali pendidikan primer dan sekunder mengenai organ reproduksi mereka.

"Pendidikan seks bukan hanya bagi mereka yang mau nikah, tetapi juga anak-anak dan remaja. Dengan begitu mereka mempunyai bekal dan diharapkan dapat mengurangi pertumbuhan penderita HIV/AIDS dikalangan remaja," sarannya.
Selengkapnya...

Sabtu, 12 September 2009

Porno


Sistem saraf dalam tubuh kita merupakan suatu jaringan yang kompleks. Sistem ini mengatur, mengkoordinasikan dan mengendalikan interaksi seorang individu dengan lingkungan sekitarnya. Sistem tubuh yang penting ini juga mengatur sebagian besar aktivitas tubuh lainnya. Tubuh mampu berfungsi sebagai satu ke-satuan yang harmonis karena pengaturan hubungan saraf di antara berbagai sistem. Fenomena mengenai kesadaran, daya pikir, daya ingat, bahasa, dan sensasi dan gerakan semuanya berasal dari sistem ini. Oleh karena itu, kemampuan untuk memahami dan berespons terhadap rangsangan merupakan hasil dari integrasi fungsi sistem saraf, yang memuncak dalam kepribadian dan prilaku seseorang.

Sistem saraf yang terdiri dari sel saraf (neuron) ini sangat peka terhadap rangsangan yang timbul dari reseptor sensorik. Rangsangan sensorik ini dapat berupa rangsang penglihatan, suara, bau, dan rangsang psikis lain.

Adapun pengaruh internal yang mempengaruhi respon syaraf terhadap rangsangan yaitu:

1. keadaan suhu tubuh rendah dan tinggi, yang berbanding tegak lurus. Jika keadaan lingkungan dingin, maka suhu tubuh rendah dan jika keadaan lingkungan panas, maka suhu tubuh menjadi tinggi.

2. diameter serabut(mielin). Jika serabut(mielin) banyak atau besar maka akan semakin cepat reaksi terhadap rangsangan, tetapi jika diameter serabut (mielin) sedikit atau kecil, maka semakin lambat reaksi terhadap rangsangan

3. keberadaan selubung meilin (penghambat listrik)

Adapun pengaruh eksternal yang mempengaruhi respon syaraf terhadap rangsangan yaitu:

1. masuknya obat-obatan, seperti nikotil pada tembakau, kopi dan sebagainya.

2. terjadinya benturan dikepala ataupun dibagian yang lain, maka akan mempengaruhi respon syaraf pada otak. Contoh: benturan pada kepala akan menyebabkan terasa pusing.

3. seringnya melihat atau menonton film-film ataupun video porno.

Pornografi dan pornoaksi adalah bentuk rangsangan seksual yang dapat mempengaruhi kepribadian dan prilaku seseorang. Ketika adanya rangsangan (seksual) yang timbul, mau tidak mau sistem saraf manusia yang normal secara otomatis langsung menghantarkan impuls ini sebagai sinyal dan akan mengakibatkan rangsang kuat pada susunan saraf pusat kemudian akan diterus-kan ke sistem parasimpatis segmen sacralis 2,3, dan 4...dan ketika rangsangan semakin kuat hal ini akan dapat mengakibatkan ereksi.

Dampak jangka panjang dari Pornografi dan pornoaksi

Semua reseptor sensorik memiliki sifat khusus, yaitu mereka dapat beradaptasi dengan baik terhadap rangsangan secara sebagian atau keseluruhan sesudah periode waktu tertentu. Sehingga berdasarkan sifat adaptasi ini, maka reseptor pada mulanya akan berespons terhadap rangsangan dengan kecepatan impuls yang tinggi. Tetapi bila rangsangan sensorik tersebut diberikan ideologi-ideologi yang benar secara terus menerus, maka reseptor tersebut kemudian secara progresif akan berkurang sampai akhirnya reseptor itu sama sekali tidak berespon rangsangan. Beginilah reseptor saraf kita, sebuah substansi yang begitu luar biasa, menyampaikan jawabannya pada kita semua. Betapa penting bagi reseptor akan adanya pembatasan waktu ”perjumpaan” dengan neu-rotransmitter (zat kimia penyampai rangsangan) sebagai dampak dari terhadap rangsangan yang ia terima agar ia tetap dapat beker-ja dengan optimal. Analoginya dengan perdebatan pornoaksi dan pornografi : tubuh kita adalah reseptor dari tiap rangsangan yang ada di lingkungan kita. Sedangkan pornoaksi dan pornografi sendiri merupakan salah satu rangsangan yang akan kita terima. Pada awalnya, rangsangan seksual yang diterima tubuh dalam kadar yang benar akan direspon tubuh dengan kecepatan impuls yang tinggi dan tentunya respon seksual ini akan men-jadi sebuah perhargaan pada keagungan TUHAN..

Namun, dengan adanya pornografi dan pornoaksi akan cenderung memfasilitasi pengumbaran rangsangan seksual yang kemudian akan menyebabkan respon dan kepekaan tubuh kita terhadap rangsangan seksual berkurang secara progresif. Selain itu, rangsangan seksual akan menjadi sesuatu hal yang biasa dan tidak akan lagi direspon oleh tubuh kita.
Selengkapnya...

Selasa, 08 September 2009

Gay, masalah dan cara pandang


16 Agustus 2009, gw denger dari acara Oprah di metro TV. Di acara ini ada dua pendeta yang ngomong
"being gay is a gift from God!!". Statement yang membuat kepala aq berputar, apa benar?Atau salah?

Jika aq mendengar kalimat ini dua tahun yang lalu, jelas aq akan menentang kalimat ini, memaki kedua
orang pendeta dan menganggap mereka telah menghina Allah. Tapi hari ini otakku menanggapi kalimat
ini dengan cara yang lain. Satu pertanyaan yang timbul dalam otakku adalah "Gay itu kebutuhan atau
pilihan?", apa mungkin gay itu "pemberian" Allah? Di satu sisi, semua agama dengan keras menentang,
mengusir, memberi pandangan yang sangat buruk kepada kelompok-kelompok gay, waria, atau semacamnya.
Apa dengan seperti menyingkirkan mereka maka permasalahan sosial ini akan selesai? Apa dengan
mengusir mereka dari masjid, gereja, vihara, pura, dll maka akan menyelesaikan semuanya? Apa dengan
kecaman akan menghentikan aksi mereka? Hipotesis dengan data empiris sampai sekarang, keliatannya
TIDAK!!

Meminjam kalimat dari penulis Philip Yancey, palung terdalam Mariam dan gunung tertinggi Everest akan
terlihat sama saja di tempat "Yang Tinggi". Jika dilihat dengan skala yang sama, bola billiard akan lebih
kasar terlihat ketimbang bumi. Orang-orang "berdosa" dan orang-orang "suci"(berpakaian putih-putih,
memakai simbol-simbol keagamaan, beribadah dengan taat) tidak akan berbeda jika dilihat dari "Tempat
Tinggi". Suka atau tidak, baik orang berdosa maupun orang benar adalah sama-sama ciptaan Allah yang
paling tinggi derajatnya, citra(gambaran) Allah di bumi, makhluk yang dipercaya untuk mengelola bumi.
Artinya, Gay ataupun Saya dan saudara, adalah sama-sama gambaran Allah di bumi.

Kekerasan tidak terbukti menyelesaikan masalah. Contohnya salah satu ormas berseragam putih-putih
yang setiap hari raya sebuah agama menggunakan kekerasan untuk menutup bar, cafe, mengusir PSK,
sweeping orang-orang yang makan saat siang, mereka terus melakukan ini tetapi "masalah"(atau setidaknya
mereka menganggapnya demikian) tidak kunjung selesai. Afrika Selatan yang memiliki hukum moral tertulis
yang paling kuat, justru memiliki angka kasus pencabulan tertinggi di dunia. Agama menjadi tempat
orang-orang suci, dan itu bukan tempat kaum gay, juga bukan tempat saya (saya bukan gay).

Mungkin perkataan kedua pendeta tadi ada benarnya, atau jika gay bukan pemberian Allah, setidaknya
Allah mengijinkan itu terjadi sekarang. Adalah tugas para manusia untuk mengatasi masalah dengan benar
dan tidak menggunakan kekerasan. Merangkul para gay, memberi mereka kesempatan yang sama di
masyarakat, menghargai mereka sebagai manusia, lebih menunjukkan kasih Allah ketimbang memukuli
mereka. Kasih kelihatannya jawaban yang tepat bagi permasalahan sosial ini. Sehingga jika mereka
mengalamiperubahan bukan karena kekuatan dari luar yang hanya bersifat sementara. Tetapi dari kasih
yang mengalir dan meluap dari dalam hati, dan tidak akan bisa ditahan lagi. Selengkapnya...

Yang Terbaik??

Kali ini lagi2 aq kepikiran sama satu kalimat yang sering kita ucapin tanpa benar2 memandang maknanya..Sering aq denger temen bilang "semoga ini yang terbaik" atau "berdoa ini yang terbaik"..Aq jadi mkir, apa kalimat kaya gini tu bener ekspresi mengharapkan yang "terbaik" atau cuma sekedar kompensasi dari kesalahan atau kekalahan yang kita buat dan ga mampu kita perbaiki?? Pertama kita lihat makna kata daru kalimat ini satu per satu.."Semoga" berarti kita mengharapkan sesuatu, itu artinya ada yang bisa kita harapkan, dengan kata lain ada opsi lain selain yang sedang terjadi sekarang.. Terbaik artinya compare x dengan y(atau banyak variabel lain) dan yang paling bagus itu yang dinamakan terbaik..Dari dua kata aja udah jelas kalo "semoga ini yang terbaik" mengandung makna kita sedang berharap akan sesuatu yang paling baik terjadi dalam opsi2 yang mungkin terjadi..Jadi kalimat ini gak bisa diucapkan ketika sesuatu SUDAH TERJADI..Kalo kalimat di atas diucapkan setelah suatu kejadian terjadi, kita gak punya opsi lain selain menerima kenyataan, jadi bukan yang terbaik namanya, tapi yang TERJADI..Yang terjadi kaya apa jeleknya juga kan udah gak bisa diubah juga, yauda terima aja lah,,Nasi udah jadi bubur, tinggal tambahin emping, kecap sama ayam, jadi enak..Jadi kita bukan mengharapkan lagi apa yang terbaik melainkan menjadi yang terbaik dalam mengatasi hal yang udah terjadi tersebut, so be Wise to solve Your problem!! Selengkapnya...

Pria Sejati

Menjadi laki-laki atau wanita adalah masalah kelahiran. Tapi menjadi pria adalah masalah pilihan.
Pilihan disini ga bicara tentang emosi meledak-ledak dari anak muda yang baru belajar ideologi baru.
Bukan pula bicara tentang kaum fundamentalis kuno yang berpegang teguh kalau wanita setengahnya laki2
Bukan juga anak-anak yang ikut2an milih sesuatu karena diajak teman..
Tapi pilihan yang ditentukan dari kesadaran penuh akan dirinya sendiri, akan kodratnya sebagai laki2,
akan tanggung jawab sosialnya sebagai kepala keluarga nanti, akan jalan hidupnya yang akn dia
tentukan sendiri..
Pilihan seperti apa yang harus diambil seorang pria??hari ini saya tidak menulis hal2 praktis, tetapi
lebih sedikit ke hal2 yang mendasarinya..Jawabannya adalah: PILIHAN UNTUK MENJADI PRIA!!

Apa maksudnya??apa saya bukan Pria??saya terlahir dengan jenis kelamin laki-laki, di KTP tertulis
jelas "LAKI-LAKI"!!..Yupz, disini saya membedakan Pria dengan "Laki-Laki". Di mana perbedaannya??
Sederhana..Penerimaan akan tanggung jawab, disini perbedaannya,,

Kedewasaan seorang laki-laki ga bisa diukur dari umur, tapi penerimaan akan tanggung jawab..
Banyak laki-laki yang tampil "Sangar" atau "Garang", di tengah image yang dia bentuk akan dirinya
sendiri, dia mencoba menutupi siapa dirinya. Mereka takut orang-orang akan mengatahui diri mereka
sebenarnya. Mereka takut perempuan yang "LEMAH" mengetahui kalau sebenarnya si laki-laki ini
juga LEMAH..Mereka menyembunyikan kesendirian, kesepian, ketakutan, kebosanan dalam simbol-simbol
laki-laki yang biasa beredar seperti kekuasaan, uang, kekuaatan dan wanita.. Mereka menyembunyikan
kelemahan2 mereka karena mereka (ATAU KITA PARA LAKI2) menganggap bahwa yang takut itu cuma BANCI..

Sifat pria Tidak ada hubungannya dengan usia. Kapan Anda membuang hal-hal kekanak-kanakan?? Hai
kaum Pria, sudahkah kita berhenti bermain? atau sudahkah kita mengganti mainan??

Tidak akan ada yang berubah sampai kita para laki2 menerima tanggung jawab sebagai PRIA. Ketika laki2
tertangkap basah bersalah biasanya reaksi yang keluar adalah KABUR atau MARAH!! Kenapa??Karena mereka
sebenarnya gak berani bertanggung jawab atas apa yang mereka lakukan..Mereka sebenarnya mau berkata "AQ GA
SANGGUP MENERIMA TANGGUNG JAWAB SEBAGAI SEORANG PRIA, TOLONG AQ". Hanya saja mereka (atau kita)
takut untuk mengakui kelemahan mereka. Mereka lebih sibuk cepat-cepat menudingkan jari mereka ke orang lain
ketimbang berpikir jernih untuk melihat apa yang sebenarnya terjadi..Sehingga munculah ekspresi mereka dalam
bentuk marah2 atau kabur..

Seorang laki2 yang tidak bertanggung jwab, tidak bisa disebut pria. Orang2 seperti ini menjadi sangat berbahaya,
karena mereka menginginkan para wanita bukan untuk berkeluarga tetapi hanya "daging" mereka saja. Mereka
akan merusak tatanan sosial dan menjadi calon ayah yang buruk bagi anak2 mereka (atau bahkan mereka kabur
sebelum anak mereka melihat siapa ayahnya).

Banyak laki-laki terjebak dengan rokok, minuman keras, obat-obatan terlarang, perkelahian, pembunuhan, jebakan
pengikat pornografi, dll, mereka (begitu juga saya) terus berusaha membuat orang lain terkesan dan bukannya mencari jati diri
mereka. Mereka menyakiti siapapun yang bisa mereka sakiti, mereka menyakiti keluarga, teman, bahkan pacar mereka.
Selingkuh, ingkar janji, adalah hal yang keliatannya "wajar" dilakukan oleh laki2 ketimbang wanita kan??Jangan2 sekarang
yang ada di neraka lebih banyak laki2 ketimbang wanita, hehe..

Sebagai laki-laki kita terlalu AROGAN dan SOMBONG, menganggap orang lain salah, menghakimi, tidak mau disalahkan
menganggap perempuan itu lemah, padahal kita yang perlu mengoreksi diri sendiri, apa kita kuat menerima tanggung jawab
sebagai pria??Jangan berjanji jika kita tidak yakin bisa menepati, ambil tanggung jawab di bidang2 yang mungkin kita lakukan
dan lakukan tanggung jawab kita dalam segala hal (keluarga, studi, pekerjaan, relasi, pacaran, dll), dan JADILAH PRIA!!!

Saya tidak sedang menghakimi teman2 yang lagi baca, ini adalah kalimat2 yang saya tulis berdasarkan apa yang saya alami..
Beberapa bulan ini tepatnya satu semester saya telah menjalani kehidupan sebagai "Laki-laki" namun ternyata sama sekali tidak
menyenangkan.. Sama seperti jika kita menggunakan HP sebagai ulekan, salah fungsi..Begitu juga laki-laki
dengan sifat kekanak-kanakan, ada yang salah dan harus ada yang dirubah..Ada SeseOrang yang telah mengingatkan
saya dan menyuruh saya menulis ini, so saya tulis di sini d..
Jbu Selengkapnya...

Jumat, 05 Juni 2009

Sindrom Ovarium Polikistik (PCOS)

SINDROM OVARIUM POLIKISTIK
I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Di Indonesia terdapat 12% baik di desa maupun di kota, kira-kira terdapat 3 juta pasangan infertil di seluruh Indonesia. Dan dari jumlah ini kira-kira hanya 50% yang dapat ditolong (Sumapraja, 1997).
Jika pada wanita sering didapati oligomenorrhea ataupun amenorrhea primer, maka ada kemungkinan terjadi gangguan kesuburan pada wanita ini. Terdapat beberapa kelainan yang dapat menimbulkan gangguan kesuburan, salah satunya adalah kelainan pada ovarium. Pada kesempatan kali ini penulis akan membahas tentang polycystic ovarian syndrome (PCOS), yang juga mengakibatkan infertilitas.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana anatomi sistema genitalia interna
2. Fisiologi ovarium
3. Etiologi, patofisiologi, gambaran klinis dari sindrom ovarium polikistik (polycystic ovarian syndrome)
C. TUJUAN DAN MANFAAT PENULISAN
1. Tujuan
a. Tujuan Umum:
Menerapkan prinsip-prinsip dan konsep-konsep dasar ilmu biomedik, klinik, etika medis, dan ilmu kesehatan masyarakat guna mengembangkan kualitas pelayanan kesehatan tingkat primer dalam kasus polycystic ovarian syndrome
b. Tujuan Khusus:
Mengetahui tanda dan gejala kelainan-kelainan polycystic ovarian syndrome
2. Manfaat
a. Bagi Penulis
Guna dapat menerapkan ilmu yang didapat dari bangku kuliah dan mengaplikasikannya dalam kehidupan bermasyarakat, yaitu dengan mengelola masalah kesehatan pada individu, keluarga, ataupun masyarakat secara komprehensif, holistik, berkesinambungan, koordinatif, dan kolaboratif dalam konteks pelayanan kesehatan tingkat primer, khususnya berkaitan dengan kelainan polycystic ovarian syndrome.
b. Bagi Universitas Sebelas Maret
Sebagai bahan dokumentasi pembahasan tentang polycystic ovarian syndrome dan bahan tinjauan untuk dilakukan pembahasan lebih lanjut.
c. Bagi Pemerintah
Sebagai bahan pertimbangan untuk memberikan perhatian lebih terhadap kasus polycystic ovarian syndrome dalam pengambilan kebijakan umum maupun pengembangannya.
d. Bagi Masyarakat
Guna memacu semangat hidup sehat sehingga dapat ikut serta meningkatkan taraf kesehatan masyarakat pada khususnya dan taraf kesehatan nasional pada umumnya.
II. STUDI PUSTAKA
A. ANATOMI SISTEMA GENITALIA INTERNA
Organa genitalia feminina dibagi menjadi organa gentalia externa dan interna. Yang termasuk organa genitalia interna adalah ovarium, tuba uterina, uterus, dan vagina. Sedangkan yang termasuk organa genitalia externa adalah mons pubis, labia majora, labia minora, clitoris, vestibulum vaginae, glandula vestibularis major dan bulbus vestibuli (Budianto, 2005).
Ovarium berfungsi untuk menghasilkan ovum. Ovarium homolog dengan testis pada pria. Organ ini melekat pada ligamentum latum uteri, terletak pada sebelah dorsocaudal dari tuba uterina. Biasanya ovarium terletak pada sumbu vertikal, tetapi juga ikut dalam pergerakan ligamentum dan uterus (Budianto, 2005).
Tuba uterina disebut juga tuba falopii atau oviduct. Merupakan saluran yang berfungsi menyalurkan ovum dari ovarium ke dalam cavum uteri. Pada ujung tuba uterina terdapat fimbriae-fimbriae yang salah satunya akan berhubungan dengan ovarium. Ini mengakibatkan adanya ruang kosong yang terbentuk antara tuba uterina dengan ovarium. Namun demikian pada siklus ovulasi, ovum tetap dapat dengan mudah masuk ke dalam tuba uterina, mekanisme dari hal ini akan dibahas kemudian. Bangunan yang menjorok ke ovarium disebut infundibulum. Terdapat pembesaran tuba pada lengkungan tuba di atas ovarium, yaitu ampulla tubae. Pada tempat ini biasanya terjadi pembuahan. Semakin mendekati uterus terdapat bangunan tubae yang menyempit, dinamakan isthmus tubae. Serta bagian yang menjorok ke arah cavum uteri adalah pars intramural (Guyton, 1997; Budianto, 2005).
Uterus merupakan organ muskuler dengan rongga di sebelah dalamnya. Terdapat rongga antara uterus dengan vesica urinaria di depannya dan rectum di belakangnya. Uterus pada bagian bawah akan berhubungan dengan vaginae. Uterus pada bagian atas terdapat fundus uteri, yaitu bangunan menyerupai kubah. Uterus pada bagian tengah terdapat corpus uteri yang merupakan bagian terbesar uterus. Di bawah corpus uteri terdapat serviks uteri yang akan menjorok hingga ke dalam vaginae. Uterus dibagi menjadi tiga lapisan, perimetrium, miometrium dan endometrium. Miometrium terdiri dari tiga lapis, terdapat stratum longitudinal (pars submukosa), stratum sirkuler (pars vaskulosa), dan stratum longitudinal (pars supravasculosa). Endometrium adalah permukaan dalam uterus, yang pada siklus menstruasi akan mengalami peluruhan. Stratum kompakta dan spongiosa akan mengalami peluruhan, sedangkan stratum basal tidak mengalami peluruhan. Di dalam endometrium ini juga sel telur yang telah dibuahi akan bernidasi. Pada kehamilan, uterus akan membesar dan menjadi tempat bagi janin berkembang hingga aterm (Guyton, 1997; Budianto, 2005).
B. FISIOLOGI OVARIUM
Salah satu fungsi ovarium adalah menghasilkan ovum. Proses siklik ini menghasilkan satu sel ovum untuk satu kali siklus. Siklus ini terjadi karena keseimbangan beberapa faktor, diantaranya adalah regulasi hormon. Siklus ini rata-rata berlangsung tiap 28 hari, dengan nilai normal terendah 20 hari dan tertinggi 45 hari. Pada satu kali siklus hanya terdapat satu ovum yang mengalami ovulasi, sehingga normalnya hanya ada satu janin yang akan tumbuh. Pada masa ini endometrium juga disiapkan untuk implantasi ovum yang telah dibuahi pada saat tertentu pada masa subur wanita (Guyton, 1997).
Perubahan ovarium selama siklus seksual bergantung seluruhnya pada hormon gonadotropik, FSH dan LH. Ketiga hormon ini nantinya akan berperan dalam perkembangan folikel primordial, menjadi foliker primer, folikel sekunder, folikel matang yang kemudian terjadi ovulasi (Guyton, 1997; Hanafiah, 1997; Wiknjosastro, 1997).

Tahap pertama perkembangan folikel dimulai dengan pertumbuhan sel ovum menjadi lebih besar. Kemudian diikuti dengan pertumbuhan lapisan granulosa tambahan, dan terbentuk folikel primer. FSH dapat mempercepat pertumbuhan 6-12 folikel tiap bulan. Sehingga sisa dari folikel yang bertumbuh namun tidak mengalami ovulasi ini akhirnya akan mengalami atresia (Guyton, 1997; Hanafiah, 1997).
Secara umum, siklus ovarium dimulai dengan pelepasan GnRH yang merangsang hipofisis anterior untuk mengeluarkan FSH dan LH. FSH kemudian akan merangsang folikel yang sudah matang untuk memproduksi estrogen(Hanafiah, 1997; Wiknjosastro, 1997; Guyton, 1997).
Estrogen mengakibatkan folikel menjadi lebih peka pada rangsangan FSH dan LH. LH akibat perangsangan estrogen memberikan efek tambahan pada rangsangan FSH dan mempercepat fase sekresi folikuler. Estrogen ternyata juga memiliki efek umpan balik negatif bagi FSH, sehingga pada kadar tertentu produksi FSH akan semakin ditekan hingga produksi estrogen sangat berkurang. Pada fase ini selain terjadi perkembangan folikel, dinding endometrium juga mengalami proliferasi dan menebal dengan sangat cepat (Guyton, 1997).
LH yang bekerja akan mengakibatkan kenaikan progesteron, dan terjadi fase sekresi. Kenaikan ini akan mengakibatkan ovulasi, dan ovum akan keluar dari folikel. Folikel yang tertinggal akan berubah menjadi korpus luteum yang kemudian mensekresikan estrogen dan progesteron. Pada fase ini juga masih terjadi perkembangan endometrium untuk mempersiapakan implantasi. Jika ovum tidak segera dibuahi maka 14 hari setelahnya akan terjadi menstruasi. Dinding endometrium yang tadinya disiapkan untuk implantasi ovum yang telah dibuahi, akan luruh bersama dengan pecahnya pembuluh darah di endometrium dan mengakibatkan perdarahan (Guyton, 1997; Hanafiah, 1997; Wiknjosastro, 1997).
Pada saat ovulasi, ovum yang lepas dari ovarium akan ditangkap oleh tuba uterina melalui fimbriae. Aliran arus yang diakibatkan silia tubae uterina menyebabkan ovum dapat ditangkap oleh fimbriae. Juga dapat terjadi sekalipun tubae uterina dipotong dan ovarium sisi berlawanan dipotong, ovum yang terlepas dari sisi ovarium yang berlawanan tetap dapat ditangkap tubae uterina dari sisi yang berlawanan (Guyton, 1997).
III. DISKUSI / BAHASAN
Sindrom Stein Levethall (PCOS) pertama kali diperkenalkan pada tahun 1955. Ditandai dengan tanda-tanda infertilitas, amenorea atau oligomenorea sekunder, kadang-kadang agak gemuk, sering kali (kurang lebih 50%) hirsutisme tanpa maskulinasi, dan dengan kedua ovarium membesar. Prevalensinya sekitar 5-10% jumlah penduduk, .Ovarium tampak pucat, membesar 2 sampai 3 kali, polikistik, dan permukaannya licin. Kapsul ovarium membesar (Sutoto, 1997 (Mas Soetomo Joedosepoetro Sutoro, 354-355)).
Kelainan ini mungkin disebabkan oleh gangguan hormonal. Umumnya pada penderita terdapat gangguan ovulasi; oleh karena endometrium hanya dipengaruhi estrogen, hiperplasi endometrium sering ditemukan (Sutoto, 1997).
Tes laboratorium sering menunjukkan kenaikan serum androgen, kenaikan rasio LH/FSH, abnormalitas lipid, dan resistensi insulin. Anovulasi diidentifikasi pada wanita dengan konsentrasi LH tinggi dan FSH yang rendah, 21-progesteron yang rendah, atau dengan USG. PCOS mungkin berhubungan dengan disfungsi hipotalamus hipofisis dan resistensi insulin. Kelainan primer pada ovarium yang berkontribusi pada kasus ini masih belum jelas.
Pasien-pasien PCOS seringkali mencari pengobatan atas infertilitas atau hirsutisme. Hirsutisme dapat diobati dengan berbagai obat-obatan yang menurunkan kadar androgen. Infertilitas pada pasien-pasien PCOS seringkali berespon pada pemberian klomifen sitrat. Baru-baru ini ditemukan bahwa pemberian metformin dapat meningkatkan tingkat fertilitas, pada pemberian tunggal maupun dikombinasikan dengan klomifen. Penelitian juga menyebutkan bahwa penurunan berat badan 2-7% akan meningkatkan fungsi ovarium pada wanita dengan PCOS. Pada pasien-pasien PCOS yang menderita anovulasi kronik, endometrium hanya distimulasi oleh estrogen sehingga terjadi hiperplasia endometrial. Karsinoma endometrium lebih sering terjadi pada pasien PCOS yang menderita anovulasi jangka panjang. Pemberian agen progesteron dosis tinggi dapat mengembalikan kondisi endometrium yang belum terlalu parah, misalnya dengan pemberian magestrol asetat 40-60mg/d dalam 3 sampai 4 bulan.
Diagnosis dibuat atas dasar gejala-gejala klinis, laparoskopi dapat membantu dalam membuat diagnosis. Menurut konsensus internasional, diagnosis PCOS dapat ditegakkan dengan menemukan setidaknya dua dari tiga tanda : oligomenorea atau amenorea, hyperandrogenism, dan polycystic ovarium pada pemeriksaan USG. Sebagai diagnosis diferensial perlu dipikirkan tumor ovarium yang mensekresi androgen,tetapi biasanya terdapat hanya pada satu ovarium, dan menyebabkan perubahan suara dan klitoris. Perlu dipikirkan pula kemungkinan hiperplasia korteks adrenal atau tumor adrenal(Sutoto, 1997).


IV. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Polycystic ovarian syndrome dapat mengakibatkan gangguan fertilitas yang ditandai dengan amenorea atau oligomenorea.
2. Polycystic ovarian syndrome mengakibatkan hirsutisme.

B. Saran
1. Secara aplikatif, hendaknya Pemerintah memberikan perhatian dan bantuan lebih terhadap dunia kesehatan, khususnya pada penanganan infertilitas, dalam hal ini pada kasus-kasus polycystic ovarian syndrome. Dengan meningkatkan penyuluhan tentang kesehatan masyarakat.


V. DAFTAR PUSTAKA
Budianto, Anang. 2005. Guidance to Anatomy 2. Surakarta : Keluarga Besar Anatomi FK UNS. pp : 220-235
Dorland, W.A.N., 2006. Kamus Kedokteran Dorland Edisi 29. Alih Bahasa: Huriawati Hartanto. Jakarta: EGC. p: 5
Guyton, Arthur C., Hall, John E. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 29. Alih Bahasa: Irawati setiawan et. al. Jakarta: EGC. pp: 1283-1289
Hanafiah, Jusuf, M. 1997. Haid dan Siklusnya. Dalam : Ilmu Kandungan Edisi 2. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. pp :103-120
Wiknjosastro, Hanifa. 1997. Anatomi Alat Kandungan. Dalam : Ilmu Kebidanan Edisi 3. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. pp :31-44
Wiknjosastro, Hanifa. 1997. Fisiologi Haid. Dalam : Ilmu Kebidanan Edisi 3. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. pp :45-54
Mas Soetomo Joedosepoetro Sutoto. 1997. Tumor Jinak pada Alat-alat Genital. Dalam : Ilmu Kandungan Edisi 2. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. pp : 354-355 Selengkapnya...

abortus dan kehamilan

TIJAUAN UMUM ATAS KEHAMILAN DAN ABORTUS
I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
SKENARIO I
Seorang perempuan 19 tahun mengeluarkan darah dari vagina sedikit-sedikit selama tiga hari. Penderita menikah 3 bulan yang lalu dan sejak saat itu haidnya tidak datang, payudara terasa tegang. Sebelumnya haid teratur tiap bulan dan tidak pernah menggunakan alat kontrasepsi. Penderita merasa mual dan muntah-muntah terutama pagi hari, setiap kali makan atau minum selalu muntah lagi, badannya lemah sampai tidak dapat beraktivitas. Sudah tiga tahun ini penderita mengkonsumsi rokok.
Penderita datang ke poliklinik diperiksa oleh dokter umum. Di sana dokter memeriksa penderita untuk mendapatkan gejala dan tanda lainnya. Pada pemeriksaan fisik didapatkan suhu badan normal, mulut kering dan turgor kulit menurun, fundus uteri teraba 1 cm di atas simfisis. Pada pemeriksaan inspekulo tampak ostium uteri eksternum tertutup dan keluar darah segar. Dokter tersebut menyarankan agar penderita dirawat inap untuk memperbaiki keadaan umum dan menjalani pemeriksaan ultrasonografi.
Amenorrhea dapat terjadi pada wanita pada kondisi fisiologis maupun patologis. Kondisi fisiologis yang mengakibatkan amenorrhea misalnya pada masa prapubertas, kehamilan, masa laktasi dan menopause. Dalam hal ini jika amenorrhea terjadi pada masa subur seorang wanita, dapat dipikirkan kemungkinan hamil yang ditegakkan dengan beberapa tes kehamilan (Simanjuntak, 1997).
Kehamilan karena beberapa alasan bisa berakhir pada abortus. Abortus sendiri adalah pengeluaran hasil konsepsi secara prematur dari uterus, dengan embrio atau fetus yang dikeluarkan belum dapat hidup. Karena jarangnya janin yang dilahirkan dengan berat badan di bawah 500 gram dapat bertahan hidup, maka abortus juga ditentukan sebagai pengakhiran kehamilan sebelum janin mencapai berat 500 gram atau umur 20 minggu. Diperkirakan abortus terjadi pada hampir 15% kehamilan. (Dorland, 2005; Wibowo., Wiknjosastro, 1997; Schneider., Steinberg, 2009).
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana anatomi organa reproduksi feminina
2. Fisiologi organa genitalia feminina
3. Gambaran dan tanda-tandan kehamilan
4. Etiologi, patofisiologi, gambaran klinis dari abortus
C. TUJUAN DAN MANFAAT PENULISAN
1. Tujuan
a. Tujuan Umum:
Menerapkan prinsip-prinsip dan konsep-konsep dasar ilmu biomedik, klinik, etika medis, dan ilmu kesehatan masyarakat guna mengembangkan kualitas pelayanan kesehatan tingkat primer dalam kasus abortus dan kehamilan
b. Tujuan Khusus:
Mengetahui tanda-tanda kehamilan dan abortus
2. Manfaat
a. Bagi Penulis
Guna dapat menerapkan ilmu yang didapat dari bangku kuliah dan mengaplikasikannya dalam kehidupan bermasyarakat, yaitu dengan mengelola masalah kesehatan pada individu, keluarga, ataupun masyarakat secara komprehensif, holistik, berkesinambungan, koordinatif, dan kolaboratif dalam konteks pelayanan kesehatan tingkat primer, khususnya berkaitan dengan kehamilan dan abortus.
b. Bagi Universitas Sebelas Maret
Sebagai bahan dokumentasi pembahasan tentang kehamilan dan abortus dan bahan tinjauan untuk dilakukan pembahasan lebih lanjut.
c. Bagi Pemerintah
Sebagai salah satu bahan pertimbangan memberikan perhatian lebih terhadap penyakit yang berkaitan dengan kasus abortus baik dalam pengambilan kebijakan umum maupun upaya pengembangannya.
d. Bagi Masyarakat
Guna memacu semangat hidup sehat sehingga dapat ikut serta meningkatkan taraf kesehatan masyarakat pada khususnya dan taraf kesehatan nasional pada umumnya.
II. STUDI PUSTAKA
A. ANATOMI ORGANA GENITALIA FEMININA
Organa genitalia feminina dibagi menjadi organa gentalia externa dan interna. Yang termasuk organa genitalia interna adalah ovarium, tuba uterina, uterus, dan vagina. Sedangkan yang termasuk organa genitalia externa adalah mons pubis, labia majora, labia minora, clitoris, vestibulum vaginae, glandula vestibularis major dan bulbus vestibuli (Budianto, 2005).
Ovarium berfungsi untuk menghasilkan ovum. Ovarium homolog dengan testis pada pria. Organ ini melekat pada ligamentum latum uteri, terletak pada sebelah dorsocaudal dari tuba uterina. Biasanya ovarium terletak pada sumbu vertikal, tetapi juga ikut dalam pergerakan ligamentum dan uterus (Budianto, 2005).
Tuba uterina disebut juga tuba falopii atau oviduct. Merupakan saluran yang berfungsi menyalurkan ovum dari ovarium ke dalam cavum uteri. Pada ujung tuba uterina terdapat fimbriae-fimbriae yang salah satunya akan berhubungan dengan ovarium. Ini mengakibatkan adanya ruang kosong yang terbentuk antara tuba uterina dengan ovarium. Namun demikian pada siklus ovulasi, ovum tetap dapat dengan mudah masuk ke dalam tuba uterina, mekanisme dari hal ini akan dibahas kemudian. Bangunan yang menjorok ke ovarium disebut infundibulum. Terdapat pembesaran tuba pada lengkungan tuba di atas ovarium, yaitu ampulla tubae. Pada tempat ini biasanya terjadi pembuahan. Semakin mendekati uterus terdapat bangunan tubae yang menyempit, dinamakan isthmus tubae. Serta bagian yang menjorok ke arah cavum uteri adalah pars intramural (Guyton, 1997; Budianto, 2005).
Uterus merupakan organ muskuler dengan rongga di sebelah dalamnya. Terdapat rongga antara uterus dengan vesica urinaria di depannya dan rectum di belakangnya. Uterus pada bagian bawah akan berhubungan dengan vaginae. Uterus pada bagian atas terdapat fundus uteri, yaitu bangunan menyerupai kubah. Uterus pada bagian tengah terdapat corpus uteri yang merupakan bagian terbesar uterus. Di bawah corpus uteri terdapat serviks uteri yang akan menjorok hingga ke dalam vaginae. Uterus dibagi menjadi tiga lapisan, perimetrium, miometrium dan endometrium. Miometrium terdiri dari tiga lapis, terdapat stratum longitudinal (pars submukosa), stratum sirkuler (pars vaskulosa), dan stratum longitudinal (pars supravasculosa). Endometrium adalah permukaan dalam uterus, yang pada siklus menstruasi akan mengalami peluruhan. Stratum kompakta dan spongiosa akan mengalami peluruhan, sedangkan stratum basal tidak mengalami peluruhan. Di dalam endometrium ini juga sel telur yang telah dibuahi akan bernidasi. Pada kehamilan, uterus akan membesar dan menjadi tempat bagi janin berkembang hingga aterm (Guyton, 1997; Budianto, 2005).
Vagina adalah alat kopulasi wanita yang berupa stuktur muskulomembranosus berbentuk tabung menghubungkan vulva dengan uterus. Dalam vagina terdapat penonjolan serviks uteri yaitu portio vaginalis (Budianto, 2005).
B. FISIOLOGI ORGANA GENITALIA FEMININA
1. FISIOLOGI MENSTRUASI
Pada wanita, menstruasi terjadi secara periodik. Hal ini disebabkan oleh keseimbangan beberapa faktor, diantaranya adalah regulasi hormon. Siklus ini rata-rata berlangsung tiap 28 hari, dengan nilai normal terendah 20 hari dan tertinggi 45 hari. Pada satu kali siklus hanya terdapat satu ovum yang mengalami ovulasi, sehingga normalnya hanya ada satu janin yang akan tumbuh. Pada masa ini endometrium juga disiapkan untuk implantasi ovum yang telah dibuahi pada saat tertentu pada masa subur wanita (Guyton, 1997).
Perubahan ovarium selama siklus seksual bergantung seluruhnya pada hormon gonadotropik, FSH dan LH. Ketiga hormon ini nantinya akan berperan dalam perkembangan folikel primordial, menjadi foliker primer, folikel sekunder, folikel matang yang kemudian terjadi ovulasi (Guyton, 1997; Hanafiah, 1997; Wiknjosastro, 1997).

Tahap pertama perkembangan folikel dimulai dengan pertumbuhan sel ovum menjadi lebih besar. Kemudian diikuti dengan pertumbuhan lapisan granulosa tambahan, dan terbentuk folikel primer. FSH dapat mempercepat pertumbuhan 6-12 folikel tiap bulan. Sehingga sisa dari folikel yang bertumbuh namun tidak mengalami ovulasi ini akhirnya akan mengalami atresia (Guyton, 1997; Hanafiah, 1997).
Secara umum, siklus ovarium dimulai dengan pelepasan GnRH yang merangsang hipofisis anterior untuk mengeluarkan FSH dan LH. FSH kemudian akan merangsang folikel yang sudah matang untuk memproduksi estrogen(Hanafiah, 1997; Wiknjosastro, 1997; Guyton, 1997).
Estrogen mengakibatkan folikel menjadi lebih peka pada rangsangan FSH dan LH. LH akibat perangsangan estrogen memberikan efek tambahan pada rangsangan FSH dan mempercepat fase sekresi folikuler. Estrogen ternyata juga memiliki efek umpan balik negatif bagi FSH, sehingga pada kadar tertentu produksi FSH akan semakin ditekan hingga produksi estrogen sangat berkurang. Pada fase ini selain terjadi perkembangan folikel, dinding endometrium juga mengalami proliferasi dan menebal dengan sangat cepat (Guyton, 1997).
LH yang bekerja akan mengakibatkan kenaikan progesteron, dan terjadi fase sekresi. Kenaikan ini akan mengakibatkan ovulasi, dan ovum akan keluar dari folikel. Folikel yang tertinggal akan berubah menjadi korpus luteum yang kemudian mensekresikan estrogen dan progesteron. Pada fase ini juga masih terjadi perkembangan endometrium untuk mempersiapakan implantasi. Jika ovum tidak segera dibuahi maka 14 hari setelahnya akan terjadi menstruasi. Dinding endometrium yang tadinya disiapkan untuk implantasi ovum yang telah dibuahi, akan luruh bersama dengan pecahnya pembuluh darah di endometrium dan mengakibatkan perdarahan (Guyton, 1997; Hanafiah, 1997; Wiknjosastro, 1997).
Pada saat ovulasi, ovum yang lepas dari ovarium akan ditangkap oleh tuba uterina melalui fimbriae. Aliran arus yang diakibatkan silia tubae uterina menyebabkan ovum dapat ditangkap oleh fimbriae. Juga dapat terjadi sekalipun tubae uterina dipotong dan ovarium sisi berlawanan dipotong, ovum yang terlepas dari sisi ovarium yang berlawanan tetap dapat ditangkap tubae uterina dari sisi yang berlawanan (Guyton, 1997).
2. FISIOLOGI KEHAMILAN, NIDASI, PLASENTASI
Jutaan spermatozoon dikeluarkan di forniks vagina dan di sekitar portio pada waktu koitus. Hanya beberapa ratus ribu spermatozoon dapat meneruskan ke cavum uteri dan tuba, dan hanya beberapa ratus dapat sampai ke bagian ampulla tuba, di mana spermatozoon dapat memasuki ovum yang telah siap dibuahi (Wiknjosastro, 1997; Budianto, 2005).
Dalam beberapa jam setelah pembuahan terjadi, mulailah pembelahan zigot. Hal ini dapat berlangsung oleh karena sitoplasma ovum mengandung banyak asam amino dan enzim. Segera setelah pembelahan ini terjadi, maka pembelahan-pembelahan selanjutnya berjalan dengan lancar, dan dalam 3 hari hasil konsepsi berada pada stadium morula. Energi untuk pembelahan ini diperoleh dari vitellus, hingga volume vitellus berkurang dan seluruhnya diisi oleh morula. Hasil konsepsi ini kemudian diteruskan menuju cavum uteri. Dalam cavum uteri, hasil konsepsi mencapai stadium blastula (Wiknjosastro, 1997).
Pada stadium blastula ini sel-sel yang lebih kecil yang membentuk dinding blastula, akan menjadi trofoblas. Dengan demikian, blastula dikelilingi oleh trofoblas. Trofoblas memiliki kemampuan untuk menghancurkan sel-sel desidua (perkembangan endometrium). Sehingga blastula dapat masuk dengan mudah ke dalam sel-sel desidua. Kadang-kadang pada saat nidasi yakni masuknya ovum ke dalam endometrium terjadi perdarahan akibat luka desidua (tanda Hartman) (Wiknjosastro, 1997).
Pada umumnya blastula masuk di endometrium dengan bagian dimana inner-cell mass berlokasi. Dikemukakan bahwa hal inilah yang menyebabkan tali pusat berpangkal sentral atau para sentral. Umumnya nidasi terjadi di dinding depan atau belakan uterus, dekat pada fundus uteri. Jika nidasi ini terjadi barulah dapat disebut adanya kehamilan (Wiknjosastro, 1997).
Dalam tingkat nidasi trofoblas antara lain menghasilkan hormon human chorionic gonadotropin. Produksi hormon human chorionic gonadotropin meningkat sampai kurang lebih hari ke 60 kehamilan kemudian turun lagi. Diduga bahwa fungsinya adalah mempengaruhi korpus luteum untuk tumbuh terus, dan menghasilkan terus progesteron, sampai plasenta cukup membentuk progesteron sendiri. Hormon inilah yang khas menentukan ada tidaknya kehamilan. Hormon ini dapat ditemukan dalam urine wanita hamil (Wiknjosastro, 1997).
Umumnya plasenta lengkap terbentuk pada usia kehamilan 16 minggu. Letak plasenta seperti telah disebutkan sebelumnya umumnya di depan atau di belakang dinding uterus, agak ke atas ke arah fundus uteri. Plasenta sebenarnya berasal dari sebagian besar dari bagian janin, yaitu vili koroalis bagian korion, dan sebagian kecil bagian ibu yaitu desidua basalis (Wiknjosastro, 1997).
Fungsi plasenta antara lain adalah: (1) sebagai alat yang memberi makanan pada janin, (2) sebagai alat yang mengeluarkan sisa-sisa metabolisme, (3) sebagai alat yang memberi zat asam, dan mengeluarkan CO2, (4) sebagai alat yang membentuk hormon, (5) sebagai alat menyalurkan berbagai antibodi ke janin. Perlu dikemukakan juga bahwa plasenta juga dapat dilewati bakteri, dan obat-obatan tertentu. Plasenta juga tempat pembuatan hormon-hormon tertentu, khususnya human chorionic gonadotropin, korionik somato-mammotropin (placental lactogen), estrogen dan progesteron. Korionik tirotropin dan relaksin juga dapat diisolasi dari jaringan plasenta (Wiknjosastro, 1997).
Kehamilan dapat memberikan beberapa tanda dan gejala. Diantaranya merupakan tanda dan gejala tidak pasti seperti amenore, nausea, mengidam, konstipasi/obstipasi, sering kencing, pingsan dan mudah lelah, anoreksia, pigmentasi kulit, leukore, epulis, perubahan payudara, pembesarah abdomen, kenaikkan suhu basal 37,2-37,80C dan tes kehamilan (hormon hCG). Sedangkan yang merupakan tanda pasti kehamilan pada palpasi dirasakan bagian janin dan ballotement serta gerakan janin, pada auskultasi didengar denyut janin, dengan USG didapatkan gambaran janin (Wiknjosastro, 1997; Mansjoer, 2001).


III. DISKUSI / BAHASAN
Kehamilan karena beberapa alasan bisa berakhir pada abortus. Abortus merupakan komplikasi tersering pada kehamilan, terjadi pada sekitar 15% jumlah kehamilan yang dilaporkan. Beberapa hal dapat mengakibatkan kenaikan risiko terjadinya aborsi, yaitu (1) dilihat dari terjadinya aborsi pada kehamilan sebelumnya (tabel 1), (2) 25-50% dari semua wanita yang pernah mengalami abortus spontan, 50% diantaranya diakibatkan kelainan kromosom, khususnya trisomi. Sehingga, risiko ini akan meningkat seiring dengan bertambahnya usia, (3) wanita berusisa 20-24 tahun memiliki risiko 9% untuk keguguran, untuk perempuan 45 tahun ke atas sekitar 75%, (4) keguguran yang berturut-turut pada usia subur, terjadi pada sekitar 1% pasangan
Tabel 1 : Risiko aborsi dilihat dari kasus aborsi sebelumnya
Tiap Kehamilan 11-15%
Setelah Keguguran pertama 12-24%
Setelah keguguran dua kali berturut-turut 19-35%
Setelah keguguran tiga kali berturut-turut 25-46%
(S. Pildner von Steinburg, K. T. M. Schneider, 2009)
Hal-hal yang dapat mengakibatkan abortus dapat dibagi sebagai berikut :
a. Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi
1) Kelainan kromosom
2) Lingkungan kurang sempurna
3) Pengaruh dari luar (radiasi, virus, obat, dll)
b. Kelainan pada plasenta
Endarteritis dapat terjadi dala villi korialis dan menyebabkan oksigenasi plasenta terganggu, sehingga menyebabkan gangguan pertumbuhan dan kematian janin. Keadaan ini dapat terjadi pada kehamilan muda, misalnya pada hipertensi menahun
c. Penyakit ibu
Penyakit mendadak seperti pneumonia, tifus abdominalis, malaria, dll
d. Kelainan traktus genitalis
(Wiknjosastro, 1997; Mansjoer, 2001; Steinburg, Schneider, 2009)
Pada awal abortus terjadilah perdarahan dalam desidua basalis kemudian diikuti oleh nekrosis jaringan sekitarnya. Hal ini menyebabkan hasil konsepsi terlepas sebagian atau seluruhnya, sehingga merupakan benda asing dalam uterus. Keadaan ini menyebabkan uterus berkontraksi untuk mengeluarkan isinya. Pada kehamilan kurang dari 8 minggu hasil konsepsi biasanya dikeluarkan seluruhnya karena villi korialis belum menembus desidua basalis secara mendalam. Pada kehamilan 8 sampai 14 minggu villi korialis menembus desidua basalis lebih dalam, sehingga umumnya plasenta tidak dilepaskan sempurna dan dapat mengakibatkan banyak perdarahan. Pada kehamilan di atas 14 minggu, biasanya janin dikeluarkan dan perdarahan tidak banyak jika plasenta segera terlepas (Wiknjosastro, 1997).
Secara klinik dapat dibedakan antara abortus imminens, abortus insipiens, abortus inkompetus, abortus kompletus. Dikenal pula abortus servikalis, missed abortion, abortus habitualis, dan abortus septik (Mansjoer, 2001).
Abortus imminens adalah terjadinya perdarahan dari uterus pada kehamilan dibawah 20 minggu, dimana hasil konsepsi masih di dalam uterus, tanpa disertai dilatasi serviks. Pada kondisi ini serviks tidak mengalami pembukaan, tes kehamilan positif, uterus membesar sesuai kehamilan dan perdarahan melalui ostium uteri eksternum. Hal ini disebabkan oleh penembusan villi korialis ke dalam desidua, pada saat implantasi ovum. Penanganan abortus imminens yang terutama adalah tirah baring, karena cara ini akan meningkatkan aliran darah ke uterus sehingga rangsangan mekanik menjadi berkurang. Cara ini juga memungkinkan plasenta untuk melekat ke dalam uterus, sehingga tirah baring penting untuk usaha penyelamatan janin (Wiknjosastro, 1997).
Abortus Insipiens adalah perdarahan uterus pada kehamilan dibawah 20 minggu dengan adanya dilatasi serviks yang meningkat, tetapi hasil konsepsi masih dalam uterus. Dalam hal ini rasa muler terjadi lebih sering dan hebat, perdarahan bertambah. Pengeluaran hasil konsepsi dapat dilaksanakan dengan kuret vakum atau cunam ovum, disusul dengan kerokan. Pada kehamilan lebih dari 12 minggu biasanya perdarahan tidak banyak dan bahaya perforasi pada kerokan lebih besar, maka sebaiknya proses abortus dipercepat dengan pemberian infus oksitosin. Apabila janin sudah keluar namun plasenta masih tertinggal, dapat dilakukan pengeluaran plasenta secara digital (Wiknjosastro, 1997).
Abortus inkompletus adalah pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada kehamilan sebelum 20 minggu dengan masih ada sisa tertinggal di dalam uterus. Pada pemeriksaan dalam, kanalis servikalis terbuka dan jaringan dapat diraba dalam cavum uteri atau kadang-kadang sudah menonjol dari ostium uteri eksternum. Perdarahan dapat banyak sekali, sehingga menyebabkan syok. Perdarahan tidak akan berhenti sampai sisa hasil konsepsi dikeluarkan seluruhnya. Jika terjadi syok dapat diatasi dengan infus cairan NaCl fisiologik kemudian atau cairan ringer lactat yang disusul dengan transfusi. Setelah syok diatasi dapat dilakukan kerokan. Pasca tindakan disuntikkan intramuskuler ergometrin untuk mempertahankan kontraksi uterus (Wiknjosastro, 1997).
Pada abortus kompletus semua hasil konsepsi sudah dikeluarkan. Pada penderita ditemukan perdarahan sedikit, ostium uteri telah menutup, dan uterus sudah banyak mengecil (Wiknjosastro, 1997).
Pada abortus servikalis keluarnya hasil konsepsi dalam uterus dihalangi oleh ostium uteri eksternum yang tidak membuka, sehingga semuanya terkumpul dalam kanalis servikalis dan serviks uteri menjadi besar. Pada pemeriksaan ditemukan serviks membesar dan di atas sotium uteri eksternum dapat teraba jaringan (Wiknjosastro, 1997).
Missed abortion adalah kematian janin berusia sebelum 20 minggu, tetapi janin mati itu tidak dikeluarkan selama 8 minggu atau lebih. Etioligi missed abortion tidak diketahui, tetapi diduga pengaruh hormon progesteron. Pemakaian hormon progesteron pada abortus imminens mungkin juga menyebabkan missed abortion (Wiknjosastro, 1997).
Abortus infeksiosus adalah abortus yang disertai infeksi pada genitalia, sedang abortus septik ialah abortus infeksiosus berat disertai penyebaran kuman atau toksin ke dalam perdaran darah atau peritoneum. Umumnya infeksi terjadi pada desidua (Wiknjosastro, 1997).
Abortus habitualis ialah abortus spontan yang terjadi tiga kali atau lebih berturut-turut. Penyebab kelainan yang mengakibatkan abortus habitualis dapat dibagi menjadi beberapa kelompok : anatomis, infeksi, endokrin, genetik, imunologis, trompofilik. Lingkungan juga dapat mempengaruhi seperti konsumsi alkohol, kafein, kokain, merokok. Sekitar 25-40% abortus habitualis spontan tidak tiketahui etiologinya (Wiknjosastro,1997; Steinburg., Schneider, 2009).
Kelainan endokrin yang menjadi penyebab abortus habitualis masih banyak diselidiki. Misalnya pada kasus diabetes, pada wanita dengan kadar gula darah dan glycoslated hemoglobin yang tinggi pada trimester pertama, risiko aborsi naik dengan signifikan. Antibodi tiroid, khususnya tyroperoxidase (TPO) antibodi, berhubungan dengan aborsi (Steinburg., Schneider, 2009).
Kehamilan seperti tantangan yang tidak biasa bagi sistem imun ibu mengijinkan fetus berkembang. Pada penelitian baru-baru ini disebutkan, ada hubungan antara sistem imun ibu dan antigen fetus yang membuat sistem imun ibu tidak responsif terhadap antigen fetus. Sel NK pada lamina mukosa uterus berhubungan dengan immunotolerance pada antigen janin, dan telah banyak dihipotesiskan bahwa gangguan pada sistem immunoteolerance ini dapat berakibat pada abortus habitualis spontan, tetapi mekanismenya belum sepenuhnya dipahami (Steinburg., Schneider, 2009).



IV. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Dilihat dari gejalanya pada kasus skenario ada kemungkinan pasien mengalami abortus.
2. Perlu pemeriksaan lebih lanjut untuk menegakkan diagnosis.
3. Abortus merupakan komplikasi tersering kehamilan
4. Tindakan penyelamatan janin pada kasus ini dilakukan dengan tirah baring

B. Saran
1. Secara aplikatif, hendaknya Pemerintah memberikan perhatian dan bantuan lebih terhadap dunia kesehatan, khususnya pada penanganan kehamilan, dalam hal ini pada kasus-kasus abortus. Dengan meningkatkan penyuluhan tentang kesehatan masyarakat.

V. DAFTAR PUSTAKA
Arif, Mansjoer., et. al. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius. pp : 253-254; 260-265
Budianto, Anang. 2005. Guidance to Anatomy 2. Surakarta : Keluarga Besar Anatomi FK UNS. pp : 220-235
Dorland, W.A.N., 2006. Kamus Kedokteran Dorland Edisi 29. Alih Bahasa: Huriawati Hartanto. Jakarta: EGC. p: 5
Guyton, Arthur C., Hall, John E. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 29. Alih Bahasa: Irawati setiawan et. al. Jakarta: EGC. pp: 1283-1289
Hanafiah, Jusuf, M. 1997. Haid dan Siklusnya. Dalam : Ilmu Kandungan Edisi 2. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. pp :103-120
Wibowo, Budiono., Wiknjosastro, Gulardi H. 1997. Kelainan dalam Lamanya Kehamilan. Dalam : Ilmu Kebidanan Edisi 3. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. pp :302-320
Wiknjosastro, Hanifa. 1997. Anatomi Alat Kandungan. Dalam : Ilmu Kebidanan Edisi 3. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. pp :31-44
Wiknjosastro, Hanifa. 1997. Fisiologi Haid. Dalam : Ilmu Kebidanan Edisi 3. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. pp :45-54
Wiknjosastro, Hanifa. 1997. Pembuahan, Nidasi dan Plasentasi. Dalam : Ilmu Kebidanan Edisi 3. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. pp :55-65
Wiknjosastro, Hanifa. 1997. Plasenta dan Likuor Amnii. Dalam : Ilmu Kebidanan Edisi 3. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. pp :66-70
Wiknjosastro, Hanifa. 1997. Diagnosis Kehamilan. Dalam : Ilmu Kebidanan Edisi 3. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. pp :125-131
S. Pildner von Steinburg, K. T. M. Schneider. 2009. Recurrent Spontaneous Abortions – An Update on Diagnosis and Management. http://www.nature.com/oby/journal/v10/n6/full/oby200274a.html (20 Mei, 2009). Selengkapnya...

onbux

Neobux

Sign by Danasoft - Get Your Free Sign