Jumat, 04 April 2008

MIOSITIS

MIOSITIS, SEBUAH PERADANGAN SERABUT OTOT
I. PENDAHULUAN
i. LATAR BELAKANG
Inflamasi atau radang merupakan suatu fungsi pertahanan tubuh terhadap masuknya organisme maupun gangguan lain.Bisa disebabkan oleh infeksi pada daerah tersebut sehingga mengakibatkan peradangan. Tetapi tidak semua infeksi adalah inflamasi tetapi semua inflamasi diakibatkan oleh infeksi. Inflamasi pada dasarnya merupakan reaksi terhadap infeksi yang dilakukan oleh mikrosirkulasi dan apa yang dikandungnya. Terdapat banyak faktor yang berperan dalam proses inflamasi. Proses timbulnya inflamasi kini dapat lebih dimengerti dengan ditemukannya berbagai macam zat yang merupakan mediator dalam mengatur dan mengaktifkan sel-sel, baik dari darah maupun jaringan yang kemudian menimbulkan suatu gejala khas pada jaringan (reaksi lokal) yang mengalami cedera.
Proses peradangan dapat terjadi diberbagai tempat, seperti pada paru-paru, jantung, otot, dan sebagainya. Peradangan yang terjadi pada otot disebut miositis. Miositis dapat terjadi karena berbagai hal, salah satunya adalah karena infeksi bakteri. Bila terjadi infeksi, timbul reaksi lokal, agen infeksius yang dapat menyebar melalui saluran-saluran limfe menuju kelenjar getah bening regional dan bahkan dapat masuk ke dalam peredaran darah. Penyebaran agen infeksius dalam tubuh ini dapat berakibat pada komplikasi yang dapat membahayakan keselamatan jiwa penderita. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk mengetahui secara rinci mengenai miositis dan peradangan.
ii. RUMUSAN MASALAH
Pasien laki-laki umur 27 tahun datang dengan keluhan, jempol tangan kirinya bengkak akibat kena pukul. Bengkak timbul empat hari yang lalu, beberapa jam setelah kena pukul. Kemudian muncul sakit ringan dan sore harinya jempol terasa panas, sakit bila digerakkan disertai badannya meriang. Karena tidak ada luka, maka tidak dibawa ke klinik dan hanya diberi obet borehan dari daun Binahong. Beberapa jam kemudian sakit berkurang, bengkak berkurang, tetapi timbul rasa gatal, dan karena kurang hati-hati digaruk sehingga timbul lecet. Pada hari keempat badan lebih terasa panas, rasa sakit memberat lagi dan terdapat bintik kekuningan pada bagian yang bengkak.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan : Suhu badan aksiller 38,5°C, frekuensi nadi 102x/menit, irama teratur, tekanan darah 124/78, frekuensi nafas 18 x/menit tipe kosto abdominal. Pada pemeriksaan organ dalam batas normal. Status lokalis : jempol tangan kiri terlihat memerah, teraba hangat, nyeri tekan, konsistensi keras, bila digerakkan terasa lebih sakit, terlihat bintik kuning. Hasil pemeriksaan lab : Kadar Hb 13gr%, jumlah leukosit 12.500/mm³, jumlah trombosit 220 x 10³ /mm³. Penderita rawat jalan.
Dari data pada kasus di atas, bagaimana diagnosa penyakit pasien serta bagaimana penatalaksanaan yang tepat?
iii. TUJUAN PENULISAN
1. Mampu menentukan penatalaksanaan masalah kesehatan secara komprehensif dan holistic, dengan menerapkan konsep-konsep dan prinsip ilmu Biomedik, KLinik, perilaku, epidemiologi dan kesehatan masyarakat.
2. Membangun suatu strategi untuk memutuskan secara efektif patogenesis, ancaman-ancaman spesifik suatu penyakit konsekuensinya beserta alas an yang mendasarinya.
3. Menetapkan dengan tepat tujuan terapi dalam tingkatan molekuler dan fisiologi.
4. Mengetahui mekanisme inflamasi serta komplikasinya
5. Mempelajari leukosit,pembentukan, fungsi, serta peranannya dalam inflamasi
iv. MANFAAT PENULISAN
1. Menjelaskan asal, patofisiologi, patogenesis, dan patofisiologi miositis.
2. Menetapkan penyebab utama dari manifestasi klinis yang timbul pada pasien.
3. Menganalisis hasil pemeriksaan fisik dan laboratorium pada pasien.
4. Melakukan penetapan diagnosis atau diagnosis banding pada pasien.
5. Menjelaskan berbagai komplikasi yang mungkin muncul pada penyakit akibat inflamasi.
6. Memberikan terapi atau penatalaksanaan dan pencegahan pada pasien.
II. STUDI PUSTAKA
Istilah inflamasi berasal dari kata inflamation yang artinya radang atau peradangan. Sedang istilah inflamasi sendiri asalnya dari bahasa latin, yaitu : inflamation, inflamare, yang artinya membakar. Inflamasi adalah respons protektif setempat yang ditimbulkan oleh cedera atau kerusakan jaringan yang berfungsi menghancurkan, mengurangi, atau mengurung suatu agen pencedera maupun jaringan yang cedera itu. Secara histologis, proses inflamasi menyangkut kejadian yang rumit, yaitu mencakup dilatasi arteri, kapiler, dan venula, dan disertai peningkatan permeabilitas aliran darah, eksudasi cairan, termasuk perotein plasma, dan migrasi leukosit ke dalam fokus peradangan. Inflamasi bentuk akut ditandai oleh tanda-tanda pokok peradangan yang mencakup kemerahan (rubor), panas (kalor), nyeri (dolor), pembengkakan (tumor), dan perubahan fungsi (fungsio laesa). Bila suatu tanggapan inflamasi berlangsung cukup lama (sampai setahun atau lebih), maka disebut inflamasi kronik. Pada inflamasi kronik, kegagalan mekanisme diri dalam proses inflamasi menyebabkan proses inflamasi berubah bentuk dari mekanisme protektif dan pada kebanyakan kasus menjadi kerusakan yang ireversibel dari jaringan normal. (Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia, 2007)
Secara skematik proses inflamasi akut adalah sebagai berikut :






















Bila terjadi luka pada jaringan, entah karena bakteri, trauma, bahan kimiawi, panas, atau fenomena lainnya, maka jaringan yang terluka itu akan melepaskan berbagai substansi yang menimbulkan berbagai perubahan sekunder dalam jaringan. Peradangan ditandai dengan vasodilatasi pembuluh darah lokal yang mengakibatkan terjadinya aliran darah setempat yang berlebihan, kenaikan permeabilitas kapiler disertai dengan kebocoran banyak sekali cairan ke dalam ruang interstisial, seringkali diikuti dengan pembekuan cairan dalam ruang interstisial yang disebabkan oleh fibrinogen dan protein lainnya yang bocor dari kapiler dalam jumlah berlebihan, migrasi sejumlah besar granulosit dan monosit ke dalam jaringan, dan pembengkakkan sel jaringan. Beberapa dari sekian banyak produk jaringan yang menimbulkan reaksi ini adalah histamin, bradikinin, serotonin, prostaglandin, beberapa macam produk reaksi sistem komplemen, produk reaksi sistem pembekuan darah, dan berbagai substansi hormonal yang disebut limfokin yang dilepaskan oleh sel T yang tersensitisasi. (Guyton, 1997)
Dalam beberapa menit setelah peradangan, makrofag telah terdapat dalam jaringan dan segera memulai kerja fagositiknya. Mula-mula sel-sel makrofag mengalami pembesaran. Selanjutnya, banyak makrofag yang sebelumnya terikat menjadi lepas dari pelekatannya dan menjadi mobile. Dalam jam pertama atau jam-jam berikutnya, sejumlah besar netrofil dari darah mulai menginvasi area yang meradang. Banyak bahan kimia dalam jaringan yang menyebabkan netrofil dan makrofag bergerak menuju sumber bahan kimia. Fenomena ini disebut kemotaksis. Bahan-bahan kimia yang dapat menyebabkan kemotaksis ke area yang mengalami radang adalah beberapa racun yang dikeluarkan oleh bakteri, produk degeneratif dari jaringan yang meradang itu sendiri, beberapa produk reaksi kompleks komplemen, dan beberapa produk yang disebabkan oleh pembekuan plasma dalam area yang meradang. Bahan-bahan kimia tersebut mengubah permukaan bagian dalam endotel kapiler, menyebabkan netrofil melekat pada dinding kapiler dalam area yang meradang. Proses pelekatan ini disebut marginasi. Kemudian sel-sel endotel pada kapiler dan venula-venula, yang juga disebabkan karena bahan-bahan kimia tersebut, akan memisah secara mudah dan terbuka sehingga memungkinkan cukup banyak netrofil untuk melewatinya dengan cara diapedesis menuju ke dalam ruang jaringan. Dengan mekanisme kemotaksis, netrofil menuju ke jaringan yang cedera dan mulai melakukan fungsinya, yaitu fagositosis. Dalam beberapa jam sesudah dimulainya radang akut, terjadi kenaikan jumlah netrofil yang signifikan dalam darah. Bila netrofil dan makrofag telah selesai melakukan fungsi fagositiknya, maka semua netrofil dan makrofag akan mati. Setelah beberapa hari, dalam jaringan yang meradang akan terdapat rongga yang mengandung berbagai bagian jaringan nekrotik, netrofil mati, makrofag mati, dan cairan jaringan. Campuran seperti ini biasanya disebut nanah (eksudat). Pencairan jaringan nekrotik dipercepat karena leukosit yang mati melepaskan suatu enzim proteolitik, yaitu trypsin. Pencairan jaringan ini memudahkan pengangkutan sisa-sisa jaringan yang mati sehingga memudahkan penyembuhan. Setelah proses infeksi dapat ditekan, cairan eksudat akan mengalami proses autolisis dan diabsorbsi ke dalam jaringan sekitar hingga seluruh proses kerusakan jaringan itu hilang. (Guyton, 1997; Staf Pengajar Bagian Patologi Anatomik FKUI, 1973)
Rubor atau kemerahan biasanya merupakan hal pertama yang terlihat di daerah yang mengalami peradangan. Seiring dimulainya reaksi peradangan, arteriol yang memasok darah tersebut berdilatasi sehingga memungkinkan lebih banyak darah mengalir ke dalam mikrosirkulasi lokal. Kapiler-kapiler yang sebelumnya kosong atau mungkin hanya sebagian merenggang, secara cepat terisi penuh dengan darah. Keadaan ini disebut hiperemia atau kongesti, menyebabkan kemerahan lokal pada peradangan akut. Tubuh mengontrol produksi hiperemia pada awal reaksi peradangan, baik secara neurologis maupun kimiawi, melalui pelepasan zat-zat seperti histamin. (Price, 2006)
Kalor atau panas terjadi bersamaan dengan rubor pada reaksi peradangan akut. Sebenarnya, panas secara khas hanya merupakan reaksi peradangan yang terjadi pada permukaan tubuh, yang secara normal lebih dingin dari 37ºC (suhu inti tubuh). Daerah peradangan di kulit menjadi lebih hangat dari sekelilingnya karena lebih banyak darah (pada suhu 37ºC) dialirkan dari dalam tubuh ke permukaan daerah yang terkena dibandingkan ke daerah yang normal. Fenomena hangat lokal ini tidak terlihat di daerah-daerah meradang yang terletak jauh di dalam tubuh karena jaringan-jaringan tersebut sudah memiliki suhu inti 37ºC dan hiperemia lokal tidak menimbulkan perbedaan. (Price, 2006)
Aspek paling mencolok dari peradangan akut mungkin adalah tumor atau pembengkakan lokal yang disebabkan oleh meningkatnya permeabilitas kapiler. Kapiler yang sehat memiliki permeabilitas dinding yang terbatas, yaitu dapat dilalui oleh cairan dan larutan garam-garam, tetapi sukar dilalui oleh larutan protein yang berupa koloid. Bila kapiler cedera, seperti yang terjadi pada radang, maka dindingnya akan lebih permeabel dan lebih mudah dilalui oleh zat-zat tersebut di atas. Jumlah cairan yang meninggalkan kapiler dan masuk ke dalam jaringan menjadi lebih banyak. Cairan jaringan mengandung banyak larutan protein sehingga tekanan osmotik tinggi dan hal ini menyebabkan plasma tidak dapat mengalir kembali ke dalam pembuluh. Pembuluh menjadi kekurangan plasma dan butir-butir darah berhenti mengalir (stasis). Jaringan mengandung banyak cairan sehingga mengalami pembengkakan. Cairan yang tertimbun di jaringan pada daerah peradangan ini disebut eksudat. Pada awal perjalanan reaksi peradangan, sebagian besar eksudat adalah cairan, seperti yang terlihat cepat di dalam lepuhan setelah luka bakar ringan pada kulit. Kemudian sel-sel darah putih atau leukosit, meninggalkan aliran darah dan tertimbun sebagai bagian eksudat. (Price, 2006; Staf Pengajar Bagian Patologi Anatomik FKUI, 1973)
Dolor atau nyeri pada suatu reaksi peradangan tampaknya ditimbulkan oleh berbagai cara. Rasa nyeri sebagian disebabkan oleh tekanan pada akhiran saraf sensorik oleh cairan eksudat, terutama jika ruangannya sukar diperbesar. Perubahan pH lokal atau konsentrasi lokal ion-ion tertentu dan pelepasan zat-zat kimia bioaktif lain juga dapat merangsang ujung-ujung saraf. Kinin merupakan zat yang paling efektif menimbulkan nyeri, sedangkan pelepasan histamin menimbulkan rasa gatal. Prostaglandin dapat bekerja menurunkan nilai ambang tanggapan terhadap zat penyebab rasa nyeri dan memperkuat faktor penyebab rasa nyeri lain. Rasa nyeri ini merupakan suatu pemberitahuan bagi penderita bahwa bagian yang cedera harus lebih diperhatikan dan diistirahatkan. Di sisi lain, rasa nyeri menimbulkan ketidakmampuan bergerak (fungsio laesa). (Price, 2006; Spector, 1993)
Inflamasi dapat menimbulkan beberapa bentuk komplikasi, antara lain abses, sepsis, dan syok septik. Abses adalah rongga pada jaringan lunak yang berisi cairan kental yang mengandung sisa-sisa jaringan yang telah mencair dan sisa-sisa leukosit yang mati (nanah/pus). Saluran yang berasal dari abses ke permukaan kulit disebut dengan saluran sinus. Sepsis adalah adanya mikroorganisme patogen atau toksinnya di dalam darah atau jaringan lain. Terjadinya sepsis melalui proses yang cukup panjang. Jika penyebaran mikrooraganisme tidak terhenti pada kelenjar limfe atau jika mikroorganisme tersebut langsung memasuki vena pada saat pertama kali, maka dapat terjadi infeksi pada aliran darah dan mungkin terjadi ledakan bakteri ( bakterimia). Bakterimia biasanya ditangani secara cepat dan efektif oleh makrofag dari sistem monosit makrofag. Namun, jika organisme yang masuk itu berjumlah sangat besar dan cukup resisten, maka sistem makrofag tidak mampu menaklukkannnya. Hal ini mengakibatkan organisme tersebut dapat menetap di dalam darah. Keadaan ini dinamakan septikemia atau sepsis. Apabila infeksi mikroorganisme telah menyebar luas ke banyak bagian tubuh, dimana infeksi disebarkan lewat darah dari satu jaringan ke jaringan lainnya dan menyebabkan kerusakan yang luas, maka keadaan ini disebut dengan syok septik. (Guyton : 1997, Newman : 2006, Price : 2006)
Myositis adalah bentuk peradangan atau inflamasi pada otot volunter. Pada myositis, inflamasi menyerang serabut-serabut otot. Myositis dapat mengenai satu atau seluruh otot di tubuh. Pada daerah yang mengalami peradangan, terdapat sel-sel radang dan perubahan pada sel-sel otot. Adanya sel-sel radang dan perubahan sel-sel otot bergantung kepada penyebab myositis itu sendiri. Myositis dapat terjadi karena invasi organisme langsung maupun karena berbagai kelainan toksik metabolik dan endokrin. (Newman, 2006; Staf Pengajar Bagian Patologi Anatomi FKUI , 1973)
Myositis terbagi atas beberapa kelompok, antara lain idiopathic inflammatory myopathies, infectious myositis, benign acute myositis, myositis ossificans, dan drug-induced myositis. Idiopathic inflammmatory myopathies adalah kelompok myositis yang penyebabnya tidak diketahui (idiopatik). Myositis yang tergolong ke dalam kelompok idiopathic inflammatory myopathies adalah dermatomyositis, polymyositis, dan inclusion-body myositis. Infectious myositis adalah kelompok myositis yang terjadi sebagai bagian dari infeksi sistemik (seluruh tubuh) terutama disebabkan oleh infeksi mikroorganisme. Myositis yang tergolong ke dalam kelompok infectious myositis adalah trichinosis dan pyomyositis. Benign acute myositis adalah kelompok myositis yang sering terjadi pada anak-anak dimana penderita biasanya mengalami sakit pada kaki dan tidak dapat berjalan secara normal. Myositis kelompok ini terjadi secara tiba-tiba tetapi gejalanya dapat menghilang dalam waktu beberapa hari. Myositis ossificans adalah salah satu kelompok myositis yang ditandai dengan deposit tulang atau osifikasi otot. Biasanya kelompok myositis ini terjadi apabila penderita mengalami cedera otot, terutama memar. Drug-induced myositis adalah kelompok myositis dimana inflamasi atau peradangan otot terjadi akibat efek samping dari penggunaan obat atau kombinasi dari pemakaian beberapa jenis obat. (American Academy of Orthopaedic Surgeons Myositis, 2007; Newman, 2006; The Myositis Association, 2007)
Myositis menyebabkan abnormalitas pada sistem imun. Pada orang sehat, limfosit berperan dalam sistem pertahanan tubuh yang memproduksi zat-zat untuk menyerang virus, bakteri, dan benda asing lain. Pada penderita myositis, terdapat suatu autoantibodi yang dapat menyebabkan limfosit balik menyerang jaringan tubuh sendiri dan menimbulkan kerusakan. Oleh karena itu, myositis termasuk dalam autoimmune disease. Penderita myositis memiliki suatu autoantibodi khusus yang disebut myositic-specific autoantibodies. (Anonim 1, 2008)
III. DISKUSI / BAHASAN
Dalam skenario dijelaskan bahwa seorang pria berusia 27 tahun datang ke poliklinik dengan keluhan jempol tangan kirinya bengkak. Bengkak dirasakan timbul sejak empat hari yang lalu. Ketika kerja bakti jempol tangan kiri kena pukul. Beberapa jam kemudian membengkak, sakit ringan sehingga saat itu tidak dibawa ke klinik. Pada sore harinya jempol terasa panas, sakit bila digerakkan disertai badannya hanya meriang. Karena tidak ada luka, oleh tetanggaa diberi obat borehan dari daun binahong. Beberapa jam kemudian rasa sakit berkurang, bengkak berkurang, tetapi timbul sedikit gatal, dan karena kurang hati-hati digaruk sehingga timbul lecet. Pada hari keempat badan terasa lebih panas, rasa sakit memberat lagi dan terdapat bintik kekuningan pada bagian yang bengkak. Pada pemeriksaan fisik diperoleh data suhu badan aksiler 38,5ºC, frekuensi nadi 102 kali/menit, irama tertaur, tekanan darah 124/78, dan frekuensi nafas 18 kali/menit dengan tipe kosto abdominal. Pada pemeriksaan fisik organ dalam batas normal. Status lokalis pasien antara lain jempol tangan kiri terlihat lebih memerah, teraba hangat, nyeri tekan, konsistensi keras, bila digerakkan terasa lebih sakit, dan terlihat bintik kuning. Dari hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan kadar Hb 13 gr%, jumlah leukosit 12.500/mm3 dan jumlah trombosit 220 x 103/mm3. Penderita rawat jalan.
Pada kasus di atas jempol tangan kiri pasien bengkak adalah karena proses inflamasi. Pada saat jempolnya kena pukul, maka terjadi trauma yang mengakibatkan terjadinya kerusakan jaringan yang pada kasus ini adalah jaringan otot. dan timbul inflamasi. Inflamasi yang terjadi pertama-tama adalah inflamasi steril. Manifestasi inflamasi terlihat pada jempol yang membengkak,sakit bila digerakkan, panas dan timbul rasa meriang. Sakit dan bengkak mulai berkurang setelah oleh pasien diberi obat borehan dari daun binahong. Sampai saat ini masih belum jelas mekanisme pengobatan dengan daun binahong. Menurut informasi, daun binahong mengandung zat yang berfungsi sebagai zat antiinflamasi. Rasa gatal yang timbul sesudahnya kemungkinan disebabkan oleh histamine. Bintik kekuningan yang timbul setelah adanya luka pada area inflamasi merupakan eksudat neutrofilik yang terbentuk karena aktivitas neutrofil. Hal tersebut menandakan telah terjadi inflamasi non steril oleh karena masuknya mikroorganisme melalui luka.
Demam pada pasien dan frekuensi nadi yang meningkat juga merupakan manifestasi dari proses inflamasi. Frekuensi nadi yang meningkat merupakan efek dari mekanisme pengaturan panas tubuh.
Inflamasi non steril yang terjadi menyebabkan leukositosis yang terlihat pad hasil pemeriksaan laboratorium. Oleh karena data-data yang ada dalam kasus maupun dalam tinjauan pustaka maka pasien didiagnosis menderita miositis.
Penatalaksanaan miositis ialah pemberian anti inflamasi serta pemberian antibiotic yang disesuaikan dengan kemungkinan jenis mikroorganisme apa yang menginfeksi. Selain itu, untuk mempercepat penyembuhan jaringan, dapat dilakukan insisi untuk mengeluarkan eksudat (nanah) pada area inflamasi yang sebenarnya akan diserap oleh tubuh sehingga akan menghilang dengan sendirinya. Pemberian antibiotic juga bertujuan untuk mencegah terjadinya komplikasi dari miositis.
IV. KESIMPULAN
1. Untuk pasien pada skenario menderita myositis.
2. Dilakukan pemeriksaan ke rumah sakit terdekat untuk mengetahui lebih lanjut tentang myositisnya.
3. Daun Binahong berfungsi untuk untuk mempercepat penyembuhan dan mengurangi inflamasi tetapi memiliki efek samping yaitu gatal sehingga pada skenario jari pasien lecet akibat digaruk.
4. Inflamasi pada jari disebabkan oleh mikroorganisme yang masuk pada saat jari lecet.
Bintik kekuningan tersebut diakibatkan oleh leukosit yang menumpuk di jari saat membunuh kuman yang masuk pada jari yang lecet











V. DAFTAR PUSTAKA
Hoffbrand, AV and Petit, JE.1996. Kapita Selekta Hematologi. Jakarta :EGC.
Robbins, Stanley L. dan Vinay Kumar. 2007. Buku Ajar Patologi Volume 1. Edisi 7. Jakarta: EGC
Spector, W. G., 1993. Pengantar Patologi Umum. Yogyakarta : Gama Press
Sudarto, P dkk. 2002. Buku Ajar Patologi I (Umum) edisi ke-7. Jakarta :Sagung Seto

Guyton, Arthur C. and John E. Hall. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9. Jakarta : EGC.


Persatuan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.

Staf Pengajar Bagian Patologi Anatomi FKUI. 1973. Patologi. Jakarta : FKUI.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

onbux

Neobux

Sign by Danasoft - Get Your Free Sign