Selasa, 27 Mei 2008

Hipertiroidisme

PEMBESARAN KELENJAR TIROID



I. PENDAHULUAN
i. LATAR BELAKANG
Fungsi tubuh manusia diatur oleh dua sistem pengatur utama yakni sistem saraf dan sistem hormonal atau sistem endokrin. Pada umumnya, sistem hormonal terutama berkaitan dengan pengaturan berbagai fungsi metabolisme tubuh, seperti pengaturan kecepatan reaksi kimia di dalam sel atau pengangkutan bahan-bahan melewati membran sel atau aspek lain dari metabolisme sel seperti pertumbuhan dan sekresi.
Meningkatnya kecepatan reaksi kimia dalam hampir semua sel tubuh, atau bisa dikatakan peningkatan tingkat metabolisme umum juga dilakukan oleh hormon yang disekresikan oleh kelenjar khusus. Kelenjar thyroid yang berfungsi untuk mensekresikan hormon yang berfungsi untuk menaikkan tingkat metabolisme umum.
ii. RUMUSAN MASALAH
1. Anatomi fisiologi kelenjar tiroid
2. Anatomi fisiologi kelenjar paratiroid
3. Hipotiroidisme, hipertiroidisme, tiroiditis, krisis tiroid
4. Hipoparatiroidisme, hiperparatiroidisme
iii. TUJUAN DAN MANFAAT PENULISAN
1. Mengetahui fungsi dan anatomi kelenjar tiroid
2. Mengetahui fungsi dan anatomi kelenjar paratiroid
3. Mengetahui kelainan sekresi hormon tiroid
4. Mengetahui kelainan sekresi hormon paratiroid
II. STUDI PUSTAKA
Kelenjar tiroid terletak tepat di bawah kedua sisi laring dan terletak di sebelah anterior trakea, mensekresi dua macam hormon bermakna, yakni tiroksin dan triiodotironin, yang biasanya disebut T4 dan T3, yang sangat mempengaruhi kecepatan metabolisme tubuh. Kelenjar ini juga mensekresi kalsitonin, yang sangat berguna untuk metabolisme kalsium. Kekurangan total sekresi insulin dapat mengakibatkan penurunan BMR (Basal Metabolism Rate) kira-kira 40-50% di bawah normal, dan bila kelebihan sekresi tiroid sangat hebat dapat menyebabkan naiknya BMR sampai 60-100% di atas normal. Sekresi kelenjar ini diatur oleh TSH yang disekresi oleh hipofisis anterior . Dan sekresi TSH ini diatur oleh TRH yang dihasilkan oleh hipotalamus (Guyton, 1997).
Kira-kira 93% hormon-hormon aktif metabolisme yang disekresikan oleh kelenjar tiroid adalah T4 dan 7% adalah T3. Akan tetapi, hampir semua T4 akan diubah menjadi T3 di dalam jaringan, sehingga secara fungsional keduanya penting. T3 empat kali lebih kuat dibandingkan T4, namun jumlah di dalam darah jauh lebih sedikit dan keberadaannya dalam darah jauh lebih singkat daripada T4.
Kelenjar tiroid terdiri atas banyak sekali folikel-folikel yang tertutup yang dipenuhi bahan-bahan sekretorik yang disebut koloid dan dibatasi sel epitel kuboid yang mengeluarkan hormonnya ke bagian folikel itu. Unsur utama dari koloid adalah glikoprotein tiroglobulin besar, yang mengandung hormon tiroid di dalam molekul-molekulnya. Begitu hormon yang disekresikan sudah masuk ke dalam folikel, hormon itu harus diabsorbsi kembali melalui epitel folikel ke dalam darah, sebelum dapat berfungsi dalam tubuh.
Biosintesis hormon tiroid: (1) penangkapan iodida, (2) oksidasi iodida menjadi iodium, (3) organifikasi iodium menjadi monoyodotirosin dan diyodotirosin, (4) proses penggabungan prekursos yang teryodinasi, (5) penyimpanan dan (6) pelepasan hormon (Price&Willson, 2005).
Iodida yang ditelan secara oral akan diabsorbsi dari saluran cerna ke dalam darah. Sebagian besar dari iodida tersebut dengan cepat dikeluarkan oleh ginjal, tetapi kira-kira seperlimanya dipindahkan dari sirkulasi darah oleh sel-sel kelenjar tiroid secara selektif.
Membran basal sel tiroid mempunyai kemampuan spesifik untuk memompakan iodida secara aktif ke bagian dalam sel. Pada kelenjar tiroid yang normal, pompa iodida dapat memekatkan iodida kira-kira 30 kali dari konsentrasi dalam darah.
Setiap molekul tiroglobulin mengandung 70 asam amino tirosin, dan tiroglobulin merupakan substrat utama yang bergabung dengan iodida untuk membentuk hormon tiroid, yang terbentuk di dalam molekul tiroglobulin.
Oksidasi iodida menjadi iodium ditingkatkan oleh enzim peroksidase dan penyertanya hidrogen peroksidase, yang menyediakan suatu sistem yang kuat yang mampu mengoksidasi iodida. Enzim ini terletak di bagian apikal membran sel atau melekat pada membran sel, sehingga menempatkan iodium yang teroksidasi tadi di dalam sel tepat pada tempat molekul tiroglobulin mula-mula disekresikan.
Pengikatan iodium dengan molekul tiroglobulin disebut organifikasi troglobulin. Tirosin mula-mula diiodisasi menjadi monoiodotirosin dan selanjutnya menjadi diiodotirosin. Kemudian terjadi penggandengan (coupling) antara molekul monoiodotirosin dan diiodotirosin menjadi triidotirosin dan antar diiodotirosin menjadi tiroksin.
Sesudah disintesis, hormon tiroid akan memulai perjalanannya. Dalam bentuk T3 dan T4 hormon tiroid disimpan dalam folikel dalam jumlah yang cukup untuk mensuplai tubuh dengan kebutuhan yang normal selama 2 sampai 3 bulan.
Pada pelepasan bersama darah, tiroglobulin tidak ikut disekresikan dalam jumlah yang cukup berarti. T4 dan T3 dipecah dari molekul tiroglobulin, dan selanjutnya hormon bebas ini dilepaskan ke dalam darah. Sewaktu memasuki darah, semua hormon ini segera berikatan dengan protein plasma, terutama dengan TBG, dan sedikit dengan TBPA, TBA dan albumin.
Oleh karena besarnya afinitas dari protein pengikat plasma terhadap hormon tiroid, maka hormon ini -khususnya T4- sangat lambat dilepaskan ke dalam jaringan. Sewaktu memasuki sel, kedua hormon ini berikatan dengan protein intraselular, tiroksin berikatan sekali lagi secara lebih kuat daripada triiodotironin. Oleh karena itu, kedua hormon sekali lagi disimpan dalam sel-sel fungsionalnya sendiri dan dipakai secara lambat selama berhari-hari.
Efek yang umum dari hormon tiroid adalah untuk menyebabkan transkripsi inti dari sejumlah besar gen. Hasil akhir dari transkripsi ini menyebabkan semua protein bertambah sehingga terjadi peningkatan menyeluruh aktivitas fungsional seluruh tubuh.
Sebelum bekerja pada gen untuk meningkatkan transkripsi genetik, hampir semua tiroksin dideionisasi oleh satu ion iodium, sehingga membentuk triiodotironin. Triiodotironin mempunyai afinitas pengikatan yang sangat tinggi terhadap reseptor hormon tiroid intraselular. Reseptor-reseptor hormon tiroid melekat pada rantai genetik DNA atau terletak berdekatan dengan rantai genetik DNA. Saat berikatan dengan hormon tiroid, reseptor mulai menjadi aktif dan mengawali proses transkripsi. Kemudian dibentuk sejumlah besar RNA messenger yang berbeda, diikuti translasi pada ribosom untuk membentuk protein.
Melalui mekanisme ini pula tiroid mampu meningkatkan metabolisme sel, seperti untuk transpor aktif ion melalui membran, kenaikan metabolisme karbohidrat, lemak, vitamin, aliran darah, curah jantung, denyut jantung dan semua yang terjadi diakibatkan oleh kenaikan metabolisme.
Hormon tiroid merangsang hampir semua aspek metabolisme karbohidrat, termasuk penggunaan glukosa yang cepat oleh sel, meningkatkan glikolisis, meningkatkan glukogenesis, meningkatkan kecepatan absorbsi dari saluran cerna, dan bahkan juga meningkatkan sekresi insulin dengan hasil akhirnya adalah efeknya terhadap metabolisme karbohidrat.
Sebenarnya meningkatnya hormon tiroid menurunkan jumlah kolesterol, fosfolipid, dan trigliserida dalam darah, walaupun sebenarnya hormon ini juga meningkatkan asam lemak bebas. Sebaliknya, menurunkan sekresi tiroid sangat meningkatkan konsentrasi kolesterol, fosfolipid dan trigliserida plasma dan hampir selalu mengendapkan pengendapan lemak secara berlebihan di hati.
Oleh karena hormon tiroid meningkatkan jumlah berbagai enzim dan oleh karena vitamin merupakan bagian penting dari beberapa enzim atau ko enzim, maka kenaikkan hormon tiroid akan meningkatkan kebutuhan vitamin.
Di belakang kelenjar tiroid terdapat empat buah kelenjar paratiroid, dengan gambaran makroskopis coklat kehitaman. Kelenjar ini sulit tampak pada operasi tiroid karena sering tampak seperti lobulus lain dari tiroid. Kelenjar ini terdiri dari sel oksifil dan sel utama. Sebagian besar hormon paratiroid disekresikan oleh sel utama.
Kenaikan hormon paratiroid menyebabkan terjadinya absorbsi kalsium dan fosfat dari tulang, dan efek yang cepat dari hormon ini adalah mengurangi ekskresi kalsium oleh ginjal. Berkurangnya konsentrasi fosfat disebabkan oleh efek yang sangat kuat dari hormon paratiroid ini terhadap ginjal dalam menyebabkan timbulnya ekskresi fosfat dari ginjal secara berlebihan, yang cukup besar untuk mengatasi peningkatan absorbsi fosfat dari tulang.
Bila terjadi perubahan ion kalsium berupa penurunan ion kalsium dalam cairan ekstraselular atau hipokalsemia, sistem saraf secara progresif menjadi semakin peka sebab penurunan konsentrasi ion kalsium menyebabkan permeabilitas membran saraf terhadap ion natrium meningkat, menimbulkan perangsangan potensial aksi dengan mudah. Jika kadar kalsium turun hingga 50% di bawah normal, serat-serat perifer menjadi sangat tereksitasi sehingga saraf ini mulai terangsang secara spontan, memulai penjalaran impuls saraf ke otot rangka perifer dan mencetuskan kontraksi otot tetanik.
Bila kadar kalsium dalam cairan tubuh meningkat di atas kadar normal, sistem saraf akan tertekan, dan aktivitas refleks pada sistem saraf pusat juga menjadi sangat lambat. Kenapa naik dan turun kadar ion kalsium darah dapat mengakibatkan efek yang demikian? Ini dikarenakan fungsi Ca2+ sebagai second messenger pada komunikasi antar sel, sehingga jika ini mengalami kenaikan, pada cascade selanjutnya akan terjadi efek yang lebih luar biasa dari yang diinginkan. Misalnya pada sel saraf, kenikan ion kalsium dapat menaikkan sekresi neurotransmitter pada sel-sel saraf. Contoh lain yang tidak kalah ekstrem seperti pada otot, jika ha yang demikian terjadi pada otot, maka kontraksi yang terus menerus dapat terjadi.
III. DISKUSI / BAHASAN
Skenario
Seorang wanita usia 28 tahun alamat desa Jatipuro kecamatan Jatipuro kabupaten Karanganyar, datang ke poliklinik penyakit dalam RS Dr Moewardi dengan keluhan benjolan di leher depan sejak 5 tahun yang lalu.
Dua tahun yang lalu penderita berobat di puskesmas karena merasakan benjolan di leher depan makin membesar, badan panas, badan terasa lemah, leher tidak nyeri. Oleh dokter dikatakan radang thyroid.
Sekitar 1 bulan ini penderita merasakan banyak keringat, suka hawa dingin, sering berdebar-debar, kedua tangan gemetar bila memegang sesuatu, kemudian oleh keluarganya dibawa ke rumah sakit. Tetangganya yang juga punya benjolan di leher memiliki anak usia 10 tahun, pendidikannya masih sekolah dasar kelas 2 karena sering tidak naik kelas dan kelihatan kecil.
Ketika di poliklinik dilakukan pemeriksaan didapatkan tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 110 kali/menit, respirasi 20 kali/menit, matanya terlihat exophtalmus, hasil pemeriksaan fisik: benjolan di leher konsistensi lunak, tidak nyeri dan mudah digerakkan. Pemeriksaan laboratorium TSHs <0,005µIU/ml, FT4 20µg/dl FT3 15ng/ml. Kemudian oleh dokter poliklinik dikatakan menderita Grave’s disease dan diberi pengobatan dengan propil tiourasil 3X200 mg dan propanolol 3X10 mg. Disarankan untuk kontrol rutin tiap bulan.
Setelah berobat selama 1 tahun, karena benjolan dileher dirasakan mengurangi kecantikannya, maka penderita ingin penyakitnya dioperasi. Di poliklinik bagian bedah penderita dilakukan persiapan operasi, dikatakan setelah operasi nanti kemungkinan bisa terjadi hal-hal yang tidak diharapkan seperti hypothyroid, hypoparathyroid atau hyperparathyroid, krisis tiroid. Karena takut dioperasi akhirnya penderita memutuskan tidak jadi operasi.
Pada kasus didapati pasien menderita benjolan di lehger sejak lima tahun yang lalu. Pada kondisi geografis tertentu, misalnya pada daerah pegunungan, benjolan pada leher bisa menjadi penyakit endemik. Dikategorikan sebagai penyakit endemik jika prevalensi kasus benjolan pada leher sebelah depan lebih dari 10%. Benjolan ini dikarenakan oleh kekurangan ion iodium pada daerah pegunungan karena ion iodium pada air habis mengalir menuju tempat yang lebih rendah. Sehingga sel-sel kelenjar tiroid bekerja lebih keras untuk mendapatkan iodium dalam kadar yang sangat rendah pada darah. Karena inilah terjadi hiperplasia dari kelenjar tiroid yang menyebabkan struma atau goiter yang difus dan persisten.
Dua tahun yang lalu penderita juga mengalami tiroiditis atau radang tiroid. Tiroiditis juga mungkin mengakibatkan struma. Misalnya pada penyakit tiroiditis Hashimoto, suatu penyakit autoimun yang infiltrasi limfosit dan destruksi kelenjar tiroidnya dikaitkan dengan antitiroglobulin atau antibodi mikrosomal sel antitiroid. Sehingga mengakibatkan hipotiroidisme dengan massa koloid pada penampang mikroskopis mengalami reabsorbsi koloid.
Sekitar 1 bulan ini penderita merasakan banyak keringat, suka hawa dingin, sering berdebar-debar, kedua tangan gemetar bila memegang sesuatu, tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 110 kali/menit, respirasi 20 kali/menit, matanya terlihat exophtalmus, hasil pemeriksaan fisik: benjolan di leher konsistensi lunak, tidak nyeri dan mudah digerakkan. Pemeriksaan laboratorium TSHs <0,005µIU/ml, FT4 20µg/dl FT3 15ng/ml.
Hormon tiroid berfungsi sebagai pengatur metabolisme tubuh. Jika terjadi kelebihan hormon ini maka dapat terjadi kenaikan BMR (Basal Metabolism Rate). Jumlah FT4 mengalami kenaikan besar sehingga terjadi hipertiroidisme. Efek dari kenaikan ini dialami oleh pasien, yaitu kenaikan Basal Metabolis Rate. Penderita merasakan banyak keringat karena memang terjadi proses metabolisme yang berlebihan, misalnya proses pembakaran atau respirasi selular yang memang menghasilkan energi berupa panas juga. Dan karena tubuhnya panas maka dia juga akan lebih menyukai hawa dingin untuk mengimbangi kondisi tubuhnya yang memang lebih panas. Sering berdebar-debar juga diakibatkan oleh kenaikan hormon tiroid dalam jumlah sedikit sehingga menaikkan metabolisme jantung. Selain itu kenaikan kerja jantung ini juga dipengaruhi oleh kebutuhan sel yang meningkat karena kenaikan metabolisme, sehingga sel akan membutuhkan oksigen dalam jumlah yang lebih banyak. Maka pasien suka berdebar-debar. Kedua tangan suka gemetar bila memegang sesuatu diakibatkan oleh bertambahnya kepekaan sinaps saraf di daerah medula yang mengatur tonus otot. Mata terlihat exophtalmus karena protrusi mata yang diakibatkan oleh pembengkakan pada jaringan retro-orbita dan timbulnya perubahan degeneratif pada otot-otot ekstra okular. Pada beberapa penderita hipertiroidisme dapat pula ditemukan imunoglobulin yang bereaksi dengan otot-otot mata.
Ada pembeda antara benjolan yang diakibatkan oleh hipotiroidisme dengan benjolan yang diakibatkan oleh hipertiroidisme. Pada hipotiroidisme, pembengkakan kelenjar tiroid disertai dengan penimbunan asam hialuronat pada kelenjar tiroid sehingga mengakibatkan konsistensi goiter menjadi keras. Pada hipertiroidisme, konsistensi goiter lunak. Juga dirasakan tidak nyeri, pada kasus tiroiditis, mungkin dirasakan nyeri pada goiter.
Tetangga pasien juga mengalami pembesaran kelenjar tiroid dan memiliki anak yang kurang cerdas dan terlihat kecil. Hormon tiroid juga berperan dalam tumbuh kembang anak. Jika ibu mengalami hipotiroidisme (asumsikan demikian), yang diakibatkan oleh penurunan jumlah iodium dalam tubuh sehingga sel-sel kelenjar tiroid bekerja keras untuk membentuk hormon tiroid. Maka anak juga akan mengalami hipotiroidisme yang diakibatkan kekurangan iodium sejak di dalam kandungan. Jika ini terjadi dapat mengakibatkan keterbelakangan mental dan kretinisme, yaitu pertumbuhan yang terhambat karena kekurangan hormon tiroid.
TSHs mengalami penurunan, sedangkan hormon tiroid mengalami kenaikan. Sedangkan pada pembahasan sebelumnya disebutkan bahwa sekresi hormon tiroid diatur oleh TSH. Pada kasus ini terjadi mekanisme autoimun sehingga reseptor untuk hormon tiroid ditempati oleh autoantibodi yang merangsang pengeluaran hormon tiroid. Bahkan autoantibodi ini memiliki masa stimulasi yang lebih lama dibanding TSH sehingga akan benar-benar menaikkan kadar hormon tiroid. Kelainan autoimun ini dinamakan Grave’s disease
Oleh dokter diberikan propil tiourasil (termasuk dalam antitiroid) dan propanolol. Antitiroid menghambat sintesis hormon tiroid dengan jalan menghambat proses pengikatan/inkorporasi yodium pada residu tirosin dari tiroglobulin. Selain itu antitiroid juga menghambat proses penggabungan dari gugus iodotirosil untuk membentuk iodotironin. Cara kerjanya dapat dijelaskan dengan adanya hambatan terhadap enzim peroksidase sehingga oksidasi ion iodida dan gugus iodotirosil terganggu. Selain menghambat sintesis hormon, propil tiourasil ternyata juga menghambat deiodinasi tiroksin menjadi triiodotironin di jaringan perifer.
Propil tiourasil memiliki masa kerja 2-8 jam. Juga mengakibatkan efek samping. Yang paling sering adalah demam obat. Jarang menimbulkan efek samping yang lain. Agranulositosis mungkin terjadi dan pupura serta papular rash yang kadang-kadang hilang sendiri juga bisa terjadi. Gejala lain yang jarang sekali timbul adalah nyeri dan kaku sendi, terutama pada tangan dan pergelangan; nyeri itu dapat pindah ke sendi lain. Reaksi demam hepatitis dan nefritis jarang sekali terjadi untuk pemakaian propil tiourasil.
Propanolol menduduki adrenoreseptor sehingga menghalanginya untuk berinteraksi. Adrenoeseptor bloker mengurangi respon sel efektor adrenergik terhadap perangsangan saraf adrenergik maupun terhadap obat adrenergik eksogen. Untuk masing-masing adrenoreseptor α dam β ada penghambatnya yang selektif.
Propanolol menghambat glikogenolisis di sel hati dan otot rangka, sehingga mengurangi efek hiperglikemia. Akibatnya, kembalinya kadar gula darah pada hipoglikemia diperlambat. Propanolol juga menghambat aktivasi enzim lipase dalam sel lemak, sehingga menghambat pelepasan asam lemak bebas dalam sirkulasi, yang ditimbulkan oleh peningkatan aktivitas simpatis sewaktu kegiatan fisik atau stress emosional. Akibatnya, peningkatan asam lemak dalam darah yang dibutuhkan sebagai sumber energi oleh otot rangka yang sedang aktif bekerja, berkurang.
Karena goiter bersifat persisten, maka benjolan ini akan tetap ada sampai dilakukan pembedahan. Pembedahan struma dapat dibagi menjadi bedah diagnostik dan terapetik. Bedah diagnostik berupa insisi atau biopsi eksisi. Bedah terapetik bersifat ablatif berupa lobektomi, istmolobektomi, dan tiroidektomi total atau subtotal. Tindak bedah total dilakukan dengan atau tanpa diseksi leher radikal. Untuk struma non toksik dan non maligna digunakan enukleasi nodulus yaitu eksisi lokal, (istmo-)lobektomi, atau tiroidektomi subtotal. Pembedahan total dilakukan untuk karsinoma terbatas, dan pembedahan radikal dilakukan bila ada kemungkinan penyebaran ke kelenjar limfe regional.
Tiroid merupakan alat yang kaya darah yang divaskularisasi oleh empat arteri dan berhubungan anatomi erat dengan alat dan struktur penting di leher. Penyulit bedah antara lain perdarahan, cedera pada n.laringeus rekurens uni- atau bilateral, pada trakea, atau pada esofagus. Struma besar dapat mengakibatkan malakia (perlunakan) trakea yaitu hilangnya cincin rawan trakea akibat tekanan terlalu lama sehingga terjadi kolaps trakea setelah strumektomi. Penyulit yang berbahaya bila ada hematom di lapangan bedah.
Penyulit paskabedah adalah hematom di leher, udem laring, atau krisis tiroid
Krisis tiroid adalah hipertiroid hebat yang berkembang sewaktu atau segera setelah pembedahan pada penderita hipertiroidi. Krisis tiroid ditandai dengan takikardia dan gejala serta tanda hipertiroidi lain yang akut dan sangat gawat karena penderita ternacam dekompensasi jantung fatal. Krisis tiroid disebabkan pencurahan berlebihan tiroid ke dalam darah karena pembedahan dan manipulasi kelenjar tiroid pada penderita bedah yang tidak diduga hipertiroidi. Penyulit hipertiroidi terjadi karena kelenjar paratiroid juga ikut terangkat pada strumektomi.
IV. KESIMPULAN
1. Ibu ini menderita hipertiroidisme
2. Pemberian obat berguna untuk mengurangi produksi hormon dan gejala yang ditimbulkan hipertiroidisme
3. Hormon tiroid berguna untuk mengatur metabolisme tubuh
4. Hormon paratiroid berguna untuk mengatur kadar kalsium darah


















V. DAFTAR PUSTAKA
Dorland, W.A Newman, 2006. Kamus Kedokteran Dorland, 29th ed. Jakarta , EGC, p : 1021
Ganiswarna, Sulistia G, 1995. Hormon dan Antagonis. Dalam : Farmakologi dan Terapi, 4th ed. Jakarta, Gaya Baru, pp : 476-477
Guyton, Hall, 1997. Resistensi Tubuh Terhadap Infeksi : II. Imunitas dan Alergi. Dalam : Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. 9th ed. Jakarta, EGC , pp : 555-577
Jong, 1998. Sistem Endokrin : Bagian III, Tindak Bedah Organ dan Sistem Organ. Dalam : Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta, EGC, pp : 930-934
Price, Sylvia A, 2006. Gangguan Sistem Endokrin dan Metabolik. Dalam : Patofisiologi, 6th ed. Jakarta, EGC, pp : 1259-1270

2 komentar:

  1. hm,, niatnya c cari tugas lwt google
    eh, ketemu blog nie
    bru tw aq..tnyt ka jiemi pny blog y??

    BalasHapus

onbux

Neobux

Sign by Danasoft - Get Your Free Sign