Selasa, 27 Mei 2008

Hormon Adrenokortikal

HORMON ADRENOKORTIKAL

I. PENDAHULUAN
i. LATAR BELAKANG
Fungsi tubuh manusia diatur oleh dua sistem pengatur utama yakni sistem saraf dan sistem hormonal atau sistem endokrin. Pada umumnya, sistem hormonal terutama berkaitan dengan pengaturan berbagai fungsi metabolisme tubuh, seperti pengaturan kecepatan reaksi kimia di dalam sel atau pengangkutan bahan-bahan melewati membran sel atau aspek lain dari metabolisme sel seperti pertumbuhan dan sekresi.
Pada pembahasam kali ini akan dipelajari tentang kelenjar adrenal, yang masing-masing mempunyai berat kira-kira 4 gram, terletak di kutub superior dari kedua ginjal. Tiap kelenjar terdiri atas dua bagian yang berbeda, yakni medula adrenal, dan korteks adrenal.
Medula adrenal secara fungsional berkaitan dengan saraf simpatis; mensekresi hormon-hormon epinefrin dan norepinefrin sebagai respons terhadap rangsangan simpatis. Selanjutnya hormon-hormon ini akan mengakibatkan efek yang sama seperti perangsangan langsung pada saraf simpatis.
Korteks adrenal mensekresi kelompok hormon yang berbeda sekali, yakni kortikosteroid. Hormon ini seluruhnya disintesis dari kolesterol steroid, dan semuanya mempunyai rumus kimia yang sama. Akan tetapi, perbedaan yang sangat sedikit dalam struktur molekulnya memberikan beberapa fungsi penting yang berbeda.
ii. RUMUSAN MASALAH
1. Fungsi hormon-hormon yang diproduksi oleh korteks adrenal.
2. Pengaturan sekresi hormon adrenokortikal.
iii. TUJUAN DAN MANFAAT PENULISAN
1. Mengetahui fungsi fisiologis kelenjar adrenal, terutama korteks kelenjar adrenal.
2. Mengetahui fungsi fisiologis dan efek lain hormon-hormon kortikosteroid.
II. STUDI PUSTAKA
Ada dua jenis hormon adrenokortikal yang utama, yakni mineralokortikoid dan glukokortikoid, yang disekresikan oleh korteks adrenal. Selain hormon ini, korteks adrenal juga mensekresi sedikit hormon kelamin, terutama hormon androgen, yang efeknya pada tubuh hampir mirip dengan hormon kelamin pria testosteron (Guyton, 1997).
Korteks adrenal terdiri atas tiga lapisan yang relatif berbeda. Aldosteron disekresi oleh zona glomerulosa, yang merupakan lapisan yang paling luar dan paling tipis. Kortisol dan beberapa glukokortikoid lain disekresikan oleh zona fasikulata, yakni lapisan tengah, dan zona retikularis, yang merupakan lapisan terdalam. Androgen adrenal juga disekresikan oleh kedua lapisan tersebut (Guyton, 1997).
Glukokortikoid adalah semua kortikostreoid (steroid yang diproduksi oleh korteks adrenal) yang mengatur metabolisme karbohidrat, lipid, dan protein dan menghambat pelepasan hormon adrenokortikotropin. Kortikosteroid juga mempengaruh otot tonus dan mikrosirkulasi. Pada manusia yang terpenting adalah kortisol, kortison, dan kortikosteron (Dorland, 2002).
Glukokortikoid mempunyai efek katabolik dan antianabolik pada protein, menyebabkan penurunan kemampuan sel-sel pembentuk protein untuk menyintesis protein. Metabolisme karbohidrat juga dipengaruhi oleh kenaikan kadar glukokortikoid yang tinggi. Glukokortikoid merangsang glukoneogenesis dan menganggu kerja insulin pada pada sel-sel perifer. Glukokortikoid mempunyai efek minimal pada kadar elektrolit serum (Price&Willson, 2005).
Glukokortikoid juga dapat menghambat respons kekebalan. Glukokortikoid menganggu pembentukkan antibodi humoral dan menghambat proliferasi pusat-pusat germinal limpa dan jaringan limfoid pada respons primer terhadap antigen. Gangguan pada respons imunologik dapat terjadi saat pemrosesan awal antigen oleh sel-sel sistem monosit makrofag, induksi dan proliferasi limfosit immunokompeten serta pelepasan sitokin, produksi antibodi, reaksi peradangan. Glukokortikoid juga menghambat rekasi hipersensitivitas tipe lambat (Price&Willson, 2005).
Aktivitas sekresi lambung ditingkatkan oleh glukokortikoid. Sekresi HCl dan pepsin dapat meningkat pada individu tertentu yang mendapat glukokortikoid. Juga diduga bahwa faktor-faktor protein mukosa diubah oleh steroid dan faktor-faktor ini dapat mempermudah terbentuknya ulkus (Price&Willson, 2005).
Hampir tidak ada rangsangan yang mempunyai efek langsung terhadap sel-sel adrenal yang menyekresi kortisol. Sekresi kortisol hampir seluruhnya diatur oleh ACTH yang disekresi oleh kelenjar hipofisis anterior. Hormon ini yang disebut kortikotropin adrenokortikotropin juga meningkatkan produksi androgen adrenal (Guyton, 1997).
Hormon hipofisis yang lain datur oleh releasing factor dari hipotalamus, demikian juga dengan sekresi ACTH, diatur oleh releasing factor penting yang sama. Releasing factor ini disebut Corticotropin releasing factor (CRF). CRF disekresikan ke dalam pleksus kapiler utama dari sistem portal hipofisis di puncak median hipotalamus dan kemudian dibawa ke kelenjar hipotalamus anterior, dimana CRF akan merangsang sekresi ACTH (Guyton, 1997).
Efek utama ACTH terhadap sel-sel adrenokortikal adalah mengaktifkan adenyl cyclase dalam membran sel. Adenil siklase ini kemudian menginduksi pembentukkan cAMP dalam sitoplasma sel. cAMP ini selanjutnya akan menaktidkan enzim-enzim intraseluler yang menyebabkan terbentuknya hormon adrenokortikal (Guyton, 1997).
Mineralkortikoid adalah semua golongan korikosteroid C21, terutama aldosteron pada manusia, berkaitan dengan pengaturan keseimbangan elektrolit dan air melalui efeknya pada transportasi ion dalam sel epitel. Mereka meningkatkan retensi natrium, pembuangan kalium dan retensi sekunder air; beberapa juga memiliki berbagai derajat aktivitas glukokortikoid. Stimulan primer untuk sekresi aldosteron adalah angiotensin II (Dorland, 2002).
Sekresi aldosteron, mineralkortikoid utama, terjadi apabila zona glomerulosa dirangsang oleh angiotensin. Berkurangnya volume darah menyebabkan sel-sel khusus menyebabkan sel-sel khusus di ginjal menghasilkan renin, yang memicu serangkaian reaksi yang berujung pada pembentukkan angiotensin. Aldosteron mempengaruhi pengangkutan ion-ion menembus membran sel tubulus ginjal untuk menahan natrium dan klorida dan hidrogen. Dengan meningkatkan retensi natrium, aldosteron menyebabkan retensi air yang memperbesar volume darah (dan, sebagai efek samping, juga meningkatkan tekanan darah). Pemulihan volume darah menekan sumbu renin-angiotensin disertai penurunan pembentukkan aldosteron dalam suatu mekanisme umpan balik (Sacher&McPherson, 2004).
Sekresi androgen adrenal dikendalikan oleh ACTH bukan oleh gonadotropin. Pembentukkan ACTH diatur hanya oleh konsentrasi glukokortikoid; androgen dalam darah tidak mempengaruhi pengeluaran ACTH. Androgen dari adrenal dan testis dimetabolisme menjadi senyawa-senyawa 19-karbon yang disebut 17-ketosteroid (17-KS). Pada perempuan dan anak-anak kadar 17-KS urine secara langsung mencerminkan produksi androgen adrenal. Pada laki-laki, sekitar sepertiga 17-KS urine berasal dari steroid-steroid testis (Sacher&McPherson, 2004).
III. DISKUSI / BAHASAN
Seorang wanita umur 32 tahun, dirawat di ruang rawat inap penyakit dalam rumah sakit Dr Moewardi Surakarta dengan keluhan badan lemah dan kelebihan berat badan. Riwayat penyakit dahulu : 5 bulan yang lalu penderita merasakan bahwa badannya kelihatan makin membesar, muka tampak bulat, ada garis-garis putih di sekitar perut bagian bawah, badannya terasa lemah, sakit pinggang yang kumat-kumatan kemudian diperiksakan ke rumah sakit orthopedi dan dilakukan rongent tulang belakang dikatakan menderita osteoporosis dan hipertensi. 1 bulan sebelum masuk rumah sakit badannya makin melemah dan sering pindah dokter tidak sembuh, penderita sudah tidak menstruasi sejak 4 bulan dan tidak hamil dan karena kondisinya makin melemah kemudian oleh keluarganya dirawat di rumah sakit.
Pemeriksaan fisik : keadaan umum lemah, gizi obeis, kesadaran composmentis. Tekanan darah 90/60 mmHg, nadi 110 kali/menit, respirasi 24 kali/menit. Muka moon face, tumbuh rambut banyak di dada, striae di abdomen dan kulit seluruh badan hiperpigmentasi.
Pemeriksaan laboratorium : two day low dose dexamethason test masih menunggu hasil, kadar natrium serum 130 mg/dl, kadar gula darah puasa 70 mg/dl.
Penderita direncanakan untuk dilakukan pemeriksaan CT scan duble kontras kepala (hipofise dan hipotalamus) dan kelenjar adrenal.
Pada studi pustaka di atas dapat diketahui bahwa kelebihan glukokortikoid, dalam hal ini adalah kortisol dapat mengakibatkan glukoneogenesis. Terjadi pembentukkan glukosa dari zat selain karbohidrat serta penekanan fungsi insulin. Fungsi insulin sendiri adalah untuk membuat sel dapat menggunakan glukosa, jika kerja insulin dihambat maka penggunaan glukosa oleh sel (kecuali pada otak) dapat terganggu. Sehingga bisa mengakibatkan rasa lemah.
Selain diakibatkan oleh penekanan fungsi insulin pada sel target, kelemahan dapat pula dirasakan karena glukoneogenesis yang berlebihan. Glukoneogenesis yang berlebihan dapat mengakibatkan pemecahan pada protein-protein yang dibutuhkan untuk kontraksi otot, sehingga dapat mengakibatkan kelemahan.
Mekanisme dari kegemukan karena kenaikan kortisol sendiri sampai sekarang masih belum diketahui dengan jelas, tetapi kenaikan kortisol dapat mengakibatkan penumpukan lemak pada jaringan sentral tubuh.
Sejak 5 bulan yang lalu penderita merasakan gejala-gejala yang mengarah pada kenaikan kadar kortisol. Kenaikan kortisol sebenarnya dipengaruhi oleh ACTH yang dirangsang oleh pengeluaran CRH dari hipotalamus. Dan jika terjadi kenaikan kortisol, tubuh pada kondisi normal akan melakukan efek umpan balik negatif sehingga kadar kortisol akan segera ditekan. Tetapi jika terjadi kenaikan terus menerus, maka pasti terjadi gangguan pada jalur ini.
Kerusakan dapat terjadi pada kelenjar adrenal yang mengalami kelainan fungsi sehingga mensekresi kortisol tanpa rangsangan dari ACTH, kasus seperti ini bisa terjadi pada adenoma. Sehingga sekalipun kadar ACTH turun sekali, tetapi kortisol terus menerus disekresi ke dalam darah.
Kerusakan juga dapat terjadi pada gangguan hipofisis hipotalamus axis sehingga mengakibatkan hipofisis tidak peka atau sangat berkurang kepekaannya terhadap kenaikan kortisol. Pada keadaan ini ACTH terus menerus disekresi sehingga kortisol terus menerus diproduksi.
Pada kenaikan kortisol yang diakibatkan karena gangguan sekresi ACTH, dapat didapatkan tanda-tanda khusus. Pada kenaikan kadar ACTH, kadar MSH juga ikut naik sehingga pada pasien dengan kenaikan kortisol yang dependen ACTH terdapat hiperpigmentasi. Juga pada kenaikan ACTH dapat merangsang hormon androgen, sehingga pada wanita dapat terjadi efek maskulinasi. Yang tidak muncul pada pasien dengan kenaikan kortisol independen ACTH.
Garis-garis putih pada perut atau striae abdomen dapat terjadi karena pemecahan protein-protein di jaringan ikat pada perut. Juga terjadi proses pemulihan yang lambat karena protein yang digunakan untuk pembentukkan kembali telah digunakan untuk glukoneogenesis.
Sakit pinggang mungkin diakibatkan oleh osteoporosis pada tulang belakang. Pasien mengalami osteoporosis bisa diakibatkan oleh pemecahan protein pada matriks tulang sehingga tulang menjadi lebih keropos.
Hipertensi pada pasien diakibatkan oleh kenaikan kadar kortisol, walaupun kortisol memiliki efek mineralkortikoid yang lemah, namun pada kenaikan dalam jumlah besar juga dapat mengangga keseimbangan cairan tubuh. Karena retensi natrium dapat mengakibatkan kenaikan reabsorbsi air dari tubulus ginjal yang menaikkan volume darah dan mengakibatkan hipertensi.
Two day low dose dexamethason dimaksudkan untuk memastikan apakan pasien tersebut dependen ACTH atau independen ACTH. Pada kasus gangguan umpan balik negatif hipofisis,pemberian dexamethason dapat menurunkan kadar ACTH yang berujung pada penurunan kortisol. Tetapi jika terjadi adenoma pada adrenal maka pemberian dexamethason tidak dapat mempengaruhi sekresi kortisol.
Kadar natrium serum menurun mungkin diakibatkan oleh pemberian obat antihipertensi sejak berbulan-bulan yang lalu. Sehingga akan mengakibatkan pengeluaran natrium, dan mengakibatkan hipotensi. Bisa juga melalui mekanisme penekanan aldosteron pengeluaran natrium dapat terjadi.
Kadar gula darah puasa kemudian turun, mungkin diakibatkan oleh kortisol yang mulai menurun paska pemberian dexamethason sehingga terjadi penurunan kortisol. Mengakibatkan berkurangnya glukokortikoid, sehingga terjadi penurunan kadar gula darah puasa.
Karena memahami komplektisitas penyakit, diperlukan pemeriksaan lebih lanjut untuk menentukan penyakit pasti dari pasien. Diperlukan hasil CT scan, two day low dose dexamethason untuk menegakkan diagnosis, tapi kesimpulan sementara pasien mengalami cushing’s syndrome.
IV. KESIMPULAN
1. Penderita mengalami Cushing’s syndrome
2. Kenaikan kadar kortisol penderita dipengaruhi ACTH
3. Diagnosis pasti menunggu hasil lab


V. DAFTAR PUSTAKA
Dorland, W.A Newman, 2006. Kamus Kedokteran Dorland, 29th ed. Jakarta , EGC, pp : 931,1361
Guyton, Hall, 1997. Hormon Adrenokortikal. Dalam : Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. 9th ed. Jakarta, EGC , pp : 1204-1238
Price, Sylvia A, 2006. Gangguan Sistem Endokrin dan Metabolik. Dalam : Patofisiologi, 6th ed. Jakarta, EGC, pp : 1237-1251
Sacher, Ronald A, 2004. Interpretasi Laboratorium Uji Endokrin. Dalam : Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium, 11th ed. Jakarta, EGC, pp : 483-487

1 komentar:

onbux

Neobux

Sign by Danasoft - Get Your Free Sign