Jumat, 05 Juni 2009

GONORE

TINJAUAN UMUM ATAS GONORE
I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Infeksi kuman Neisseriae gonorrhoeae yang menimbulkan gonorrhea telah menyebar ke seluruh dunia. Di Amerika Serikat, tingkat kejadiannya meningkat secara tetap dari tahun 1955 sampai akhir tahun 1970 dengan 400-500 kasus per 100 ribu populasi. Penyakit ini secara khusus ditularkan melalui hubungan seksual, kebanyakan merupakan infeksi yang tanpa gejala dan penggunaan kemoprofilaksis sebagai pengobatan menjadi terbatas karena meningkatnya resistensi kuman ini terhadap antibiotik. (Brooks, 2005:420-8)
B. RUMUSAN MASALAH
1. Anatomi sistem reproduksi pria
2. Etiologi, patofisiologi, gambaran klinis dari gonore
C. TUJUAN DAN MANFAAT PENULISAN
1. Tujuan
a. Tujuan Umum:
Menerapkan prinsip-prinsip dan konsep-konsep dasar ilmu biomedik, klinik, etika medis, dan ilmu kesehatan masyarakat guna mengembangkan kualitas pelayanan kesehatan tingkat primer dalam bidang kesehatan
b. Tujuan Khusus:
Mengetahui tanda-tanda kelainan-kelainan gonore
2. Manfaat
a. Bagi Penulis
Guna dapat menerapkan ilmu yang didapat dari bangku kuliah dan mengaplikasikannya dalam kehidupan bermasyarakat, yaitu dengan mengelola masalah kesehatan pada individu, keluarga, ataupun masyarakat secara komprehensif, holistik, berkesinambungan, koordinatif, dan kolaboratif dalam konteks pelayanan kesehatan tingkat primer, khususnya berkaitan dengan penyakit menular seksual.
b. Bagi Universitas Sebelas Maret
Sebagai bahan dokumentasi pembahasan tentang gonore dan bahan tinjauan untuk dilakukan pembahasan lebih lanjut.
c. Bagi Pemerintah
Sebagai salah satu bahan pertimbangan memberikan perhatian lebih terhadap penyakit yang berkaitan dengan penyakit menular seksual baik dalam pengambilan kebijakan umum maupun upaya pengembangannya.
d. Bagi Masyarakat
Guna memacu semangat hidup sehat sehingga dapat ikut serta meningkatkan taraf kesehatan masyarakat pada khususnya dan taraf kesehatan nasional pada umumnya.
II. STUDI PUSTAKA
A. ANATOMI SISTEMA GENITALIA MASKULINA
Organa genitalia maskulina menurut letaknya dibagi menjadi organa genitalia eksterna dan interna. Yang termasuk organa genitalia interna adalah testis yang berfungsi untuk menghasilkan sperma. Memiliki funiculus spermaticus yang berfungsi untuk menggantung testis dan tersimpan di dalam kantung scrotum. Di sebelah lateral dari margo posterior testis terdapat epididimis berfungsi untuk tempat penyimpanan dan pematangan spermatozoa. Kemudian sperma berjalan melalui ductus epididimis, ductus defferens menuju ductus ejakulatorius dan berakhir pada uretra. Uretra pria panjangnya sekitar 20 cm dan terbentang dari vesica urinaria hingga ke penis (Anang, 2005).
Organa genitalia eksterna yang digunakan sebagai alat kopulasi adalah penis. Tersusun oleh corpora cavernosa uretra dan corpora cavernosa penis. Pada bagian ujung terdapat glans penis dan sebelum sirkumsisi bagian ini ditutupi oleh preputium (Anang, 2005).
III. DISKUSI / BAHASAN
Gejala penting untuk indikasi diagnosis adalah pengeluaran duh tubuh dan disuria. Menurut Basuki pada tahun 2008, infeksi menular seksual dengan tanda utama ulkus yang dominan adalah sifilis, kankroid, herpes genitalis, dan kondiloma akuminata; sedangkan tanda utama pengeluaran duh tubuh adalah infeksi Neisseriae gonorrhoeae, Chlamydia trachomatis, Trichomonas vaginalis, dan lain-lain. Pada skenario diungkapkan bahwa tanda utama adalah duh tubuh purulen; selain itu masa timbulnya manifestasi yang cepat merupakan tanda infeksi Neisseriae gonorrhoeae dan Trichomonas vaginalis. Namun menurut Prince pada tahun 2005, Trichomonas vaginalis bersifat transient infection dan asimtomatik pada laki-laki. Sehingga penulis lebih mengarahkan pembahasan ini pada infeksi Neisseriea gonorrhoeae.
Pemeriksaaan mikroskopis eksudat uretra pada laki-laki akan mengindikasikan bahwa gonococci ditemukan dengan sel PMN (Polymorpho Nuclear) dan sel epitel uretra. Interaksi gonococci dengan PMN bergantung adanya Opa (opacity-associated) dan tidak membutuhkan pili. Pada penelitian infeksi pada laki-laki dengan gonococci Opa- menghasilkan perubahan fenotip Opa+. Sebuah fenotip Opa+ juga umum digunakan pada isolasi klinis yang didapatkan pada laki-laki yang terinfeksi gonococci. Protein porin yang utama pada membran luar gonococcal, Por (Protein I), merupakan invasin (suatu unsur yang membantu mediasi invasi pada sel pejamu). Penyisipan Por pada netrofil dimudahkan dengan peptida kemotaktik, fMLP dan leukotrin B4, menghalangi degranulasi tetapi tidak pada generasi anion superoksida. Observasi secara signifikan menunjukkan bahwa masing-masing strain gonococcal mengekspresikan hanya satu tipe Por. Kemudian Por akan bergabung dengan Rmp (Reduction-modifiable protein) yang dapat mengubah berat molekulnya pada saat terjadi reduksi dan saat terjadi pembentukan pori-pori pada permukaan sel.
Sebagian besar laki-laki memiliki sel epitel uretra yang tidak mengekspresikan CAECAM (sejenis molekul adhesi CD46 dan CR3) dan penelusuran beberapa penelitian pada laki-laki dengan sebuah mutan Neisseriae gonorrhoeae strain FA1090ΔOpa menghasilkan sebuah infeksi yang tidak dapat dibedakan dari yang diobservasi dengan wild-type parental. Hasil ini mengungkapkan bahwa peranan protein Opa menimbulkan uretritis gonococcal pada laki-laki terletak pada kemampuan protein ini untuk memfasilitasi interaksi sebuah gonococcus dan PMN. Sebuah reseptor tunggal yang utama secara unik memodulasi interaksi ini namun belum dapat diidentifikasi; walaupun asosiasi ini terjadi secara bebas dari CR3. Adanya Fcγ, CEACAM, HSPG (heparin sulfate proteoglycans), dan reseptor integrin pada permukaan sel PMN berpotensial memainkan peran adherensi gonococcal. Hal ini juga memungkinkan bahwa terdapat sebuah reseptor yang memediasi asosiasi PMN-gonococcus dalam satu lingkungan, walaupun juga dimungkinkan adanya reseptor lain dari mikrolingkungan yang berbeda.
CEACAM dapat bertindak sebagai ko-reseptor dari reseptor permukaan sel (seperti integrin) saat adanya sel fagosit yang kompeten. Perikatan CAECAM mengirimkan sinyal utama dalam PMN yang mengaktifkan reseptor adhesin tanpa memicu pelepasan mediator inflamasi. Oleh karena itu, interaksi Opa-CAECAM dapat berpotensial meningkatkan ketahanan hidup gonococcal dalam sel ini. Protein Opa juga menaikkan ketahanan hidup intraseluler dengan penyitaan piruvat kinase sebagai enzim yang dapat membentuk piruvat yang penting untuk kelangsungan hidup gonococcal. Sebuah peranan protein Opa dalam peningkatan ketahanan hidup gonococcal didemonstrasikan pada inokulasi intravaginal mencit betina dengan gonococci dan menghasilkan juga konversi fenotip Opa− menjadi Opa+. Berdasarkan beberapa bukti, Edwards et al pada tahun 2004 mengungkapkan bahwa interaksi Opa-CAECAM mungkin menghalangi kolonisasi oleh stimulasi bakterisida dalam granulosit saat terjadi pengikatan CAECAM3 (CD66d). Hal ini tidak terjadi langsung jika interaksi dengan CAECAM3 dimediasi oleh subset tertentu dari protein Opa yang didemonstrasikan tersebut untuk mengikat reseptor CAECAM atau jika semua CAECAM-binding Opa proteins efisien pada kemampuannya untuk bertindak sebagai ligan untuk CAECAM3 dan untuk memicu respons oksidatif oleh granulosit.
Analisis sebagian besar sel epitel uretra pada laki-laki menunjukkan bahwa interaksi yang lekat antara epitel uretra dan gonococcus mungkin dicapai melalui interaksi ASGP-R (asialoglycoprotein receptor) dan LOS (lipooligosakarida) gonococcal, yang merupakan unsur utama membran sel gonococcus. Pada sebagian besar kultur sel, peningkatan ASGP-R oleh gonococcus menghasilkan pedestal formation di bawah bakteri. Pedestal formation di bawah bakteri juga diobservasi dengan analisis mikroskopis dengan mengumpulkan eksudat dari laki-laki dengan uretritis gonococcal. Bukti-bukti menunjukkan bahwa endositosis terjadi terutama karena proses actin-dependent dan clathrin-dependent. Endositosis yang dimediasi oleh ASGP-R menghasilkan fusi endosomal dan pengasaman yang menimbulkan pelepasan mantel clathrin dan pelepasan kompleks ASGP-R-ligand. Hal ini tidak diketahui apakah terjadi juga dalam tahap internalisasi pada uretritis gonococcal walapun sepertinya juga dapat mendasari patogenesis. Tahap internalisasi gonococcal menunjukkan bahwa ASGP-R akan dikembalikan lagi pada permukaan sel uretra untuk mengikat lebih banyak lagi gonococci.
Dalam bentuk perkembangbiakan secara molekuler, gonococci membuat molekul LOS yang secara struktural mirip membran sel manusia, yaitu glikosfingolipid. Gonococci LOS dan glikosfingolipid manusia dengan struktur kelas yang sama, bereaksi dengan antibodi monoklonal yang sama, mengindikasikan perkembangan secara meolekuler LOS yang dipertahankan memiliki LNnT glikose moietas (Lacto-N-neotetraose glikose moietas) yang sama terbagi dalam serial paraglobosid glikosfingolipid manusia. Struktur glukosa Neisseria LOS lainnya, globosid, gangliosid, dan laktosid. Tampilan permukaan gonococci yang sama dengan stuktur permukaan pada sel manusia membantu gonococci untuk menghindar dari pengenalan kekebalan. Terminal galaktosa dari glikosfingolipid sering berkonjugasi dengan asam sialat. Asam sialat adalah asam 9 karbon yang disebut juga asam-N-asetilneuraminat (NANA). Gonococci tidak membuat asam sialat tetapi membuat sialiltransferase yang berfungsi mengambil NANA dari nukleotida gula asam sitidine 5’-monofosfo-N-asetilneuraminat (CMP-NANA) dan menempatkan NANA pada terminal galaktosa dari gonococci penerima LOS. Sialisasi berdampak pada patogenesis dari infeksi gonococci, membuat gonococci resisten untuk dimatikan oleh sistem antibodi manusia dan mengintervensi gonococci yang mengikat pada penerima (reseptor) dari sel fagositik.

IV. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Pada kasus skenario ada kemungkinan pasien mengalami gonore.
2. Perlu pemeriksaan lebih lanjut untuk menegakkan diagnosis.

B. Saran
1. Secara aplikatif, hendaknya Pemerintah memberikan perhatian dan bantuan lebih terhadap dunia kesehatan, khususnya pada penanganan penyakit menular seksual, dalam hal ini pada kasus-kasus gonore. Dengan meningkatkan penyuluhan tentang kesehatan masyarakat.






V. DAFTAR PUSTAKA
Budianto, Anang. 2005. Guidance to Anatomy 2. Surakarta : Keluarga Besar Anatomi FK UNS. pp : 198-214
Basuki B. Purnomo.2008. Pemeriksaan Urologi dalam: Urologi. Jakarta : CV Sagung Seto. pp : 13-34.
Brooks Geo F., Janet S. Butel, Stephen A. Morse.2005. Neisseriae dalam: Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta:Salemba Medika. pp :419-29.
Edwards Jennifer L., Michael A. Apicella.2004.The Molecular Mechanisms Used by Neisseria gonorrhoeae To Initiate Infection Differ between Men and Women. http://www.pubmedcentral.nih.gov/articlerender.fcgi?artid=523569. (17 April 2009)
Guyton Arthur C., Hall John E..2007.Ginjal dan Cairan Tubuh dalam: Buku Ajar Fisiologi Kedokteran.Edisi XI.Jakarta:EGC. pp : 307-65.
Morse Stephen A..2006.Neisseria, Moraxella, Kingella and Eikenella. http://gsbs.utmb.edu/microbook/ch014.htm. (17 April 2009)
Prince Nancy A..2005.Price Sylvia Anderson, Lorraine McCarty Wilson.(ed).Infeksi Saluran Genital dalam: Patofisiologi Volume 2.Edisi VI.Jakarta:EGC. pp : 1332-55.
Sjaiful Fahmi Daili.2007. Gonore dalam: Infeksi Menular Seksual edisi III. Jakarta : FKUI. pp :65-76.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

onbux

Neobux

Sign by Danasoft - Get Your Free Sign