Selasa, 27 Mei 2008

Pengaruh Kadar Estrogen terhadap Kanker Payudara

PENGARUH KADAR ESTROGEN TERHADAP KANKER PAYUDARA



I. PENDAHULUAN
i. LATAR BELAKANG
Kanker payudara merupakan salah satu kanker yang terbanyak ditemukan di Indonesia. Biasanya kanker ini ditemukan pada umur 40-49 tahun dan letak terbanyak di kuadran lateral atas. Etiologi dari kanker payudara masih belum bisa diketahui dengan pasti, tetapi terdapat beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko kanker payudara. Salah satunya adalah kadar estrogen yang juga dapat menaikkan risiko kanker payudara.
Untuk pencegahan penyebab kematian yang sangat tinggi ini, perlu diketahui pencegahannya. Dan untuk itu kita juga perlu melihat faktor-faktor yang meningkatkan risiko kanker payudara.
Estrogen sendiri adalah hormon yang diproduksi oleh ovarium dan juga sebagian kecil oleh korteks adrenal. Berfungsi juga untuk tanda-tanda kelamin sekunder pada wanita. Kenaikan kadar estrogen dapat mengganggu proliferasi dari sel-sel yang dipacu oleh estrogen. Sehingga memungkinkan untuk terjadi hiperplasia atau bahkan neoplasia.
SKENARIO I
BENJOLAN PAYUDARA
Seorang wanita berusia 35 tahun mengeluh adanya benjolan pada payudara kiri, sejak 4 bulan yang lalu. Adik dari ibu juga menderita tumor payudara, bahkan sampai meninggal dunia pada usia 45 tahun. Informasi apa lagi yang saudara perlukan?
Jelaskan mengapa!
Untuk menegakkan diagnosis dari benjolan payudara ini diperlukan pemeriksaan yang pada bahasan kali ini akan dijelaskan. Benjolan ini perlu dipikirkan sebagai keganasan sampai dibuktikan tidak
ii. RUMUSAN MASALAH
1. Terdapat benjolan pada payudara kiri, perlu dipikirkan sebagai keganasan
2. Pemeriksaan yang dibutuhkan untuk menegakkan diagnosis
iii. TUJUAN DAN MANFAAT PENULISAN
1. Penyebab-penyebab benjolan dan kelainan pada payudara
2. Faktor risiko kanker
3. Mengetahui hubungan estrogen dengan kanker payudara
4. Penatalaksanaan
II. STUDI PUSTAKA
Glandula mammae merupakan kelenjar eksokrin yang mensekresi susu. Glandula mammae merupakan kelenjar tubuloalveolar kompleks yang terdiri dari 15 sampai 25 lobus yang berjalan radial ke arah puting susu dan dipisahkan oleh jaringan ikat dan lemak, setiap lobus memiliki ductus ekskretorius (lactiferus) yang bermuara pada puting susu. Tiap lobus dibagi lagi menjadi lobulus, dengan duktus alveolaris dan alveoli menjadi bagian sekresi dari kelenjar. Disebut juga lactiferus gland (Dorland, 2002). Terdiri dari jaringan kelenjar, fibrosa, dan lemak. Papila mamaria dikelilingi oleh bagian yang berpigmen yang disebut areola. Puting mempunyai perforasi pada ujungnya dengan beberapa lubang kecil, yaitu apertura duktus laktiferus (Price, 2005).
Glandula mammae terletak di ventral m. perctoralis major, m. serratus anterior, dan m. obliquus abdominis externus, meluas dari costae II-VI dan dari sternum sampai linea midaxillaris. Bagian posterior merupakan jaringan pengikat longgar (spatium retromammae). Mammae mengandakan penonjolan sebagai jaringan fibrous yang bersatu dengan jaringan subcutan, tonjolan fibrous ini disebut ligamentum suspensorium (Budianto, 2005).
Glandula mammaria mencapai potensi penuh pada perempuan saat menarke; pada bayi, anak-anak, dan pada laki-laki, glandula ini hanya berbentuk rudimenter (Price, 2005). Pada saat ini kelenjar hipofisis dan ovarium yang infantil akan mampu menjalankan fungsi penuh apabila dirangsang secara tepat(Guyton, 1997). Perkembangan dan struktur dari glandula mammaria berkaitan dengan kulit (Price, 2005).
Selama pertumbuhan, glandula mammae dipengaruhi oleh hormon estrogen dan progesteron (hormon ovarium) untuk proliferasi ductus dan hormon mammogen/laktogen(hormon hipofisis) untuk laktasi. Pada wanita yang sudah pubertas, mammae tumbuh membesar dan areolae menjadi lebih coklat, membentuk ductus dan lobulus, sedangkan pada wanita immatur dan pria, glandula mammae sama besar (Budianto, 2005). Pembesaran payudara terutama karena bertambahnya jaringan kelenjar dan deposit jaringan lemak. Pada setiap siklus menstruasi, terjadi perubahan-perubahan khusus dari pembesaran vaskular, pebesaran kelenjar pada fase pramenstruasi yang diikuti dengan regresi kelenjar pada fase pasca menstruasi (Price, 2005).
Selama kehamilan tua dan setelah melahirkan, payudara mensekresi kolostrum, cairan encer, kekuningan, sampai kira-kira 3 hingga 4 hari pascapartum, ketika sekresi susu dimulai sebagai respons terhadap rangsangan penyedotan dari bayi . Dengan penyedotan, oksitosin dilepaskan dari kelenjar hipofisis posterior (Price, 2005).
Untuk fungsi hormon kelenjar ovarium (estrogen dan progestin), estrogen terutama meningkatkan proliferasi dan pertumbuhan sel-sel khusus di dalam tubuh dan berperan dalam perkembangan sebagian besar karakteristik kelamin sekunder pria. Sebaliknya, progestin berkaitan hampir seluruhnya dengan persiapan akhir dari uterus untuk menerima kehamilan dan persiapan dari payudara untuk menerima kehamilan dan persiapan dari payudara untuk laktasi (Guyton, 1997).
Estrogen pada wanita normal yang tidak hamil diproduksi dalam jumlah besar oleh ovarium, walaupun juga disekresi dalam jumlah kecil oleh korteks adrenal. Pada kehamilan, estrogen dalam jumlah yang sangat besar juga diproduksi oleh plasenta (Guyton, 1997).
Estrogen dan progestin adalah steroid. Keduanya disintesis di ovarium terutama dari kolesterol yang berasal dari darah, walaupun dalam jumlah kecil juga dipengaruhi oleh asetil Co-A (Guyton, 1997).
Estrogen pada payudara menyebabkan perkembangan jaringan stroma payudara, pertumbuhan sistem duktus yang luas, deposit lemak pada payudara. Lobulus dan alveoli payudara sedikit berkembang di bawah pengaruh estrogen sendiri, tetapi sebenarnya progesteron dan prolaktinlah yang mengakibatkan terjadinya pertumbuhan yang nyata dan berfungsinya struktur tersebut (Guyton, 1997).
III. DISKUSI / BAHASAN
Data eksperimen dengan sangat kuat mengindikasikan estrogen memiliki peran dalam perkembangan dan perumbuhan kanker payudara. Meskipun mekanisme belum semuanya diketahui, alkilasi dari molekul seluler dan radikal bebas yang dapat merusak DNA , bersama-sama dengan genotoksisitas dari estrogen dan hasil metabolitnya(e.g cholesterol estrogen) dapat meningkatkan risiko kanker payudara.
Pembentukan tumor atau benjolan dapat pula berasal dari stimulasi berlebihan organ dengan pertumbuhan normal dan berada di bawah kontrol sistem endokrin. Respon organ terhadap efek proliferasi dari hormon dapat berupa pertumbuhan normal atau hiperplasia atau neoplasia. Pada saat ini, risiko kanker payudara dapat ditentukan dari pajanan berulang dari jaringan mammae terhadap estrogen. Kejadian ini mengakibatkan meningkatnya risiko kanker payudara yang juga ditandai dengan menstruasi lebih awal, kehamilan pertama pada usia tua, dan menopause yang terlambat.
Faktor lain juga dapat berpengaruh terhadap variasi antar pribadi pada pajanan estrogen. Obese posmenopausal memiliki konsentrasi serum sex-hormone binding globulin yang lebih rendah oleh karena itu kadar serum estrogen yang lebih tinggi dibandingkan wanita postmenopause yang kurus. Sehingga pada wanita postmenopause berat badan dan risiko kanker payudara memiliki korelasi positif. Tetapi, wanita obese premenopausal mungkin memiliki siklus menstruasi yang lebih panjan, sehingga mengurangi pajanan total dari estrogen dan mengakibatkan berkurangnya risiko kanker payudara.
Perbedaan pekerjaan dan dietary intake dari beberapa nutrien juga dapat mempengaruhi pajanan terhadap estrogen. Studi tentang hubungan antara risiko kanker payudara dan konsumsi alkohol, lemak, vitamin, antioksidan, dan serat telah menghasilkan hasil yang membingungkan dan menghasilkan pertentangan.
Hubungan antara sex steroid eksogen dan risiko kanker payudara telah dipelajari secara luas. Kenaikan risiko kanker payudara dapat disebabkan oleh pemakaian kontrasepsi oral. Penggunaan kontrasepsi oral ini dapat meningkatkan risiko pada wanita yang memiliki mutasi pada BRCA1 atau BRCA2. Efek hormonal dari kontrasepsi oral pada payudara sangat kompleks.
Pada wanita premenopause, mekanisme pengontrolan estrogen diatur oleh hipofisis. Yang kemudian mengatur pengeluaran estrogen pada ovarium dan hanya sebagian kecil yang berasal dari organ lain. Sedangkan pada wanita posrmenopause, estrogen terutama dihasilkan dari aromatisasi androgen adrenal dan ovarium pada jaringan ekstragonadal seperti hepar, otot, dan jaringan lemak..
Terapi penggantian estrogen jelas terlibat sebagai faktor risiko untuk kanker payudara pada wanita postmenopause. Kenaikan risiko ini berhubungan dengan lamanya terapi penggantian estrogen. Kombinasi terpai estrogen-progestin meningkatkan risiko kanker payudara lebih dari estrogen sendiri. Tetapi, walaupun kenaikan insiden kanker payudara pada wanita yang menerima terapi estrogen dan estrogen-progestin, mortalitas perempuan-perempuan ini lebih sedikit dikarenakan penyakit kardiovaskuler atau osteoporosis.
Pemeriksaan penunjang untuk kanker dapat dilakukan USG payudara, mammografi, dan aspirasi jarum halus untuk menunjang diagnosis. Untuk menentukan metastasis dapat dilakukan foto toraks, bone survey, USG abdomen/hepar.
Diagnosis pasti hanya dapat ditegakkan dengan pemeriksaan histopatologis yang dilakukan dengan:
1. Biopsi eksisi, dengan mengangkat seluruh jaringan tumor beserta sedikit jaringan sehat sekitarnya jika tumor < 5cm
2. Biopsi insisi, dengan mengangkat sebagian jaringan tumor dan sedikit jaringan sehat, dilakukan untuk tumor-tumor yang inoperabel atau lebih besar dari 5 cm
Stadium kanker payudara:
Stadium I : tumor terbatas pada payudara dengan ukuran < 2cm, tidak terfiksasi pada kulit atau otot pektoralis, tanpa dugaan metastasis aksila
Stadium II : tumor dengan diameter < 2cm dengan metastasis aksila atau tumor dengan diameter 2-5cm dengan/tanpa metastasis aksila
Stadium IIIa : tumor dengan diameter > 5 cm tapi masih bebas dari jaringan sekitarnya dengan/tanpa metastasis aksila yang masih bebas satu sama lain; atau tumor dengan metastasis aksila yang melekat
Stadium IIIb : tumor dengan metastasis infra atau supraklavikula atau tumor yang telah menginfiltrasi kulit atau dinding toraks.
Stadium IV : tumor yang telah megadakan metastasis jauh

Batasan stadium yang masih operabel/kurabel adalah stadium IIIa. Sedangkan terapi pada stadium IIIb dan IV tidak lagi mastektomi, melainkan pengobatan paliatif. Tindakan operatif tergantung pada stadium kanker.
Radioterapi untuk kanker payudara biasanya dibunakan pada terapi kuratif dengan mempertahankan mamma dan sebagai terapi tambahan atau terapi paliatif. Radioterapi kuratif sebagai sebagai terapi tunggal lokoregional tidak begitu efektif, tetapi sebagai terapi tambahan untuk tujuan kuratif pada tumor yang relatif besar mungkin berguna.
Kemoterapi merupakan terapi sitemik yang digunakan bila ada penyebaran secara sistemik dan juga digunakan sebagai terapi ajuvan. Kemoterapi ajuvan diberikan kepada pasien yang padanya ditemukan metastasis di sebuah atau beberapa kelenjar pada pemeriksaan histopatologik pascabedah mastektomi. Tujuannya adalah untuk menghancurkan mikrometastasis dalam tubuh yang biasanya terdapat pada pasien yang kelenjar aksilanya sudah mengandung metastasis. Obat yang diberikan adalah kombinasi siklofosfamid, metotreksat, dan 5-fluorourasil selama enam bulan pada perempuan usia pramenopause, sedangkan kepada yang paska menopause diberikan terapi ajuvan hormonal berupa pil antiestrogen.
IV. KESIMPULAN
1. Perlu pemeriksaan lebih lanjut untuk menegakkan diagnosis
2. Benjolan perlu dianggap sebagai keganasan sampai terbukti tidak
3. Penggunaan terapi estogen sebelumnya perlu diperiksa
4. Estrogen meningkatkan risiko kanker payudara




V. DAFTAR PUSTAKA
Budianto, Anang, 2005. Glandula Mammae : I. Thorax. Dalam : Guidance to Anatomy II. Surakarta, Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret, pp : 12-14
Dorland, W.A Newman, 2006. Kamus Kedokteran Dorland, 29th ed. Jakarta , EGC, p : 921
Guyton, Hall, 1997. Fisiologi Wanita Sebelum Kehamilan; dan Hormon-hormon Wanita. Dalam : Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. 9th ed. Jakarta, EGC , pp : 1289-1298
Pice, Sylvia A, 2006. Gangguan Sistem Reproduksi. Dalam : Patofisiologi, 6th ed. Jakarta, EGC, pp : 1301-1307
Mansjoer, Arif, et al, 2002. Bedah Tumor. Dalam : Kapita Selekta Kedokteran, 3th ed. Jakarta, Media Aesculapius, pp : 283-287
Clemons, Mark, G. Paul, 2001. Estrogen and the Risk of Breast Cancer. http://content.nejm.org/cgi/content/full/344/4/276. (14 Mei 2008)
















Lampiran
Faktor risiko kanker payudara:
• Umur > 30 tahun
• Melahirkan anak pertama pada usia > 35 tahun
• Tidak kawin dan nulipara
• Usia menars < 12 tahun
• Usia menopause > 55 tahun
• Pernah mengalami infeksi, trauma, atau operasi tumor jinak payudara
• Terapi hormonal lama
• Mempunyai kanker payudara kontralateral
• Pernah mengalami operasi ginekologis misalnya tumor ovarium
• Pernah mengalami radiasi di daerah dada
• Ada riwayat keluarga dengan kanker payudara pada ibu, saudara perempuan ibu, adik/kakak
• Kontrasepsi oral pada pasien tumor payudara jinak seperti kelainan fibrokistik yang ganas
Pemeriksaan Fisis:

1. Posisi duduk
Lakukan inspeksi pada pasien dengan posisi tangan jatuh bebas ke samping dan pemeriksa berdiri di depan dalam posisi lebih kurang sama tinggi. Perhatikan keadaan payudara kanan dan kiri, simetris/ tidak; adakah kelainan papila, letak dan bentuknya, retraksi puting susu, kelainan kulit berupa peau d’orange, dimpling, ulserasi, atau tanda-tanda randang. Lakukan juga dalam keadaan kedua lengan diangkat ke atas untuk melihat apakah ada bayangan tumor di bawah kulit yang ikut bergerak atau adakah bagian yang tertinggal, dimpling, dan lain-lain
2. Posisi berbaring
Sebaiknya dengan punggung diganjal bantal, lakukan palpasi mulai dari kranial setinggi costa II sampai distal setinggi costa VI, serta daerah subareolar dan papila atau dilakukan secara sentrifugal, terakhir dilakukan penekanan daerah papila untuk melihat apakah ada cairan yang keluar
Tetapkan keadaan tumornya, yaitu lokasi tumor berdasarkan kuadrannya;ukuran, konsistensi, batas tegas/tidak, dan mobilitas terhadap kulit, otot pektoralis, atau dinding dada
3. Pemeriksaan KGB regional di daerah:
a. Aksila, yang ditentukan kelompok kelenjar:
• Mamaria eksterna di anterior, di bawah tepi m. pektoralis
• Subskapularis di posterior aksila
• Sentral di pusat aksila
• Apikal di ujung atas fasia aksilaris
b. Supra dan infraklafikula, serta KGB leher utama
4. Organ lain yang diperiksa untuk melihat adanya metastasis yaitu hepar, lien, tulang belakang dan paru. Metastasis jauh dapat bergejala sebagai berikut:
• Otak : nyeri kepala, mual, muntah, epilepsi, ataksia, paresis, paralisis
• Paru : efusi, sesak nafas
• Hati : kadang tanpa gejala, massa ikterus obstruksi
• Tulang : nyeri, patah tulang


Differensial Diagnose:
Keadaan-keadaan jinak
Bila seorang wanita dewasa payudaranya tak berkembang, mungkin penyebabnya agenesis ovarium, tetapi ada juga yang hanya karena pubertasnya terlambat. Jika terjadi hipertrofidewasa atau makromastia jarang yang disebabkan oleh hormonal, tetapi sering karena obesitas. Payudara terasa berat dengan nyeri yang menjalar ke bahu, leher, dan punggung, terutama sebelum menstruasi. Puting susu turun karena kulit, lemak, dan parenkimnya bertambah. Dalam mendiagnosis makrosmatia harus disingkirkan dulu kemungkinan karsinoma mamma (Jong, 1998).
Pada minggu-minggu pertama laktasi dapat terjadi infeksi payudara oleh bakteria stafilokokus atau streptokokus yang masuk melalui puting susu yang luka berupa fisura atau lewat muara duktus laktiferus. Mastitis puerperalis ini dapat berkembang menjadi abses yang nyeri disertai demam. Infeksi bisa berlanjut ke kelenjar aksila (Jong, 1998).
Pencegahan dilakukan dengan menjaga kebersihan puting dan jika ada luka cepat diobati. Stasis air susu akan membantu timbulnya infeksi, maka bila produksi susu berlebihan sebaiknya dilakukan pengisapan air susu dengan pengisap khusus (Jong, 1998).
Cedera paling sering pada payudara adalah kontusio. Cedera ini dapat sembuh secara spontan tetapi kadang-kadang mengakibatkan nekrosis lemak, yaitu massa yang teraba keras dan bentuknya tidak teratur dan kadang-kadang menyebabkan retraksi kulit. Oleh karena itu, perlu untuk menyingkirkan adanya karsinoma jika terjadi lesi seperti ini (Price, 2005).
Fibroadenoma adalah tumor jinak dan berbatas tegas dengan konsistensi kenyal padat. Penanganan fibroadenoma adalah melalui pembedahan pengangkatan tumor. Spesimen diperiksa untuk menyingkirkan adanya suatu keganasan. Sistosarkoma filoides merupakan salah satu tipe dari fibroadenoma yang dapat kambuh jika tidak diangkat dengan sempurna (Price, 2005).
Galaktokel merupakan massa tumor kistik yang timbul akibat tersumbatnya saluran/duktus laktiferus. Tumor ini terdapat pada ibu yang baru/sedang menyusui.
Papiloma yang terjadi pada duktus puting biasanya terlalu kecil untuk dipalpasi tapi sering menyebabkan keluarnya cairan serosanguinosa atau darah dari puting susu. Apapun yang menyebabkan keluarnya cairan yang abnormal dari puting, khususnya jika bersifat sanguinosa, perlu ditentukan dan keganasan harus disingkirkan. Penanganan berupa pembedahan eksisi dari duktus yang terkena (Price, 2005).
Ada sejumlah perubahan jaringan payudara yang berhubungan dengan penyakit fibrokistik. Yang termasuk di dalamnya adalah pembentukan kista, proliferasi duktus epitelial, papilomatosis difusa, dan adenosis duktus dengan pembentukan jaringan fibrosa. Secara klinis, perubahan-perubahan ini dapat menimbulkan nodula yang teraba, massa, dan keluarnya cairan dari puting. Penyakit fibrokistik payudara terjadi pada masa dewasa; penyebab kemungkinan besar berhubungan dengan kelebihan estrogen dan defisiensi progesteron selama fase luteal siklus menstruasi. Sekitar 50% perempuan mengalami penyakit fibrokistik payudara. Keadaan ini biasanya terjadi bilateral.
Sekitar 30% perempuan dengan penyakit fibrokistik yang terbukti dengan biopsi, mengalami hiperplasia proliferatif; hal ini penting karena jenis perubahan ini berkaitan dengan peningkatan risiko berkembangnya karsinoma di masa yang akan datang. Untuk pasien dengan hiperplasia epitelial sederhana risiko untuk berkembangnya karsinoma selanjutnya adalah dua kali lebih besar. Pada perempuan dengan atipikal hiperplasia, risiko berkembangnya karsinoma selanjutnya lima kali lebih besar (Price, 2005).

1 komentar:

onbux

Neobux

Sign by Danasoft - Get Your Free Sign