Selasa, 22 Juli 2008

KARSINOMA SERVIKS UTERI

KARSINOMA SERVIKS UTERI
I. PENDAHULUAN
i. LATAR BELAKANG
 Skenario :
Seorang penderita perempuan umur 40 tahun, datang ke Puskesmas dengan keluhan perdarahan melalui jalan lahir. Perdarahan terjadi di luar siklus menstruasi dimulai sejak empat bulan yang lalu, keputihan berbau sejak satu tahun yang lalu.
 Hasil pemeriksaan dokter Puskesmas tidak didapatkan kelainan sistemik berarti. Dari anamnesis didapatkan paritas ibu P5A0, menikah usia 17 tahun, mengeluh perdarahan setelah hubungan seksual. Selanjutnya dokter Puskesmas merujuk RS bagian Onkologi Obgyn.
 Perdarahan melalui jalan lahir dapat disebabkan oleh berbagai sebab. Bisa disebabkan oleh disfungsional bleeding, hiperplasia endometrium, abortus, molahidatidosa, kelainan organik (tumor, kanker), sistemik (kekurangan faktor pembekuan darah), dll. Jika terjadi perdarahan paskamenopause perlu dianggap sebagai keganasan sampai dibuktikan bukan.
 Kanker serviks merupakan karsinoma ginekologi yang terbanyak diderita. Karsinoma seviks uteri timbul di squamocolumnair junction serviks. Faktor risiko yang berhubungan dengan karsinoma serviks adalah perilaku seksual berupa mitra seks multipel, paritas, nutrisi, rokok, dll. Karsinoma serviks dapat tumbuh eksofitik, emdofitik maupun ulseratif (Mansjoer, 2001). Kanker rahim biasanya terjadi setelah masa menopause, paling sering menyerang wanita berusia 50-60 tahun. Tetapi kanker leher rahim dapat juga menyerang wanita yang berumur antara 20 sampai 30 tahun. Untuk pasien yang lebih tua, mereka lebih berpeluang meninggal akibat penyakit ini, dikarenakan penyakit mereka stadium nya lebih tinggi.
 Di negara-negara maju, kematian akibat kanker serviks uteri telah menurun hingga 50% sejak tahun 1950, ini adalah hasil dari pemeriksaan dan pengobatan dini (manual of oncology hal 12). Karena itu pemeriksaan dini pada squamocolumnair junction dibutuhkan untuk screening. 70% perempuan dengan kanker servikal invasif yang baru didiagnosis, tidak melakukan pap smear selama 5 tahun terakhir (Price, 2005).
ii. RUMUSAN MASALAH
1. Kanker serviks merupakan karsinoma ginekologi terbanyak di Indonesia
2. Dapat dicegah dengan pemeriksaan dini
3. Tidak menimbulkan gejala pada stadium akhir
4. Menimbulkan gejala pada stadium akhir sehingga mengakibatkan pasien datang terlambat
iii. TUJUAN DAN MANFAAT PENULISAN
1. Mengetahui faktor-faktor risiko kanker serviks
2. Mengetahui pemeriksaan dini untuk kanker serviks
3. Mengetahui siklus perdarahan fisiologis pada wanita
II. STUDI PUSTAKA
 Organ-organ utama dari traktus reproduksi wanita adalah ovarium, tuba fallopi, uterus, dan vagina(Guyton, 1997). Alat kelamin wanita dibentuk dari tiga struktur ialah mesonefros atau korpus Wolff, duktus Miller dan sinus urogenitalis yang berasal dari kloaka bagian ventral. Kedua korpus Wolff membentuk ovarium sedangkan bagian kranial kedua duktus Miller bergabung menjadi satu membentuk uterus, serviks dan bagian kranial vagina. Uterus terdiri dari tiga lapisan yaitu parametrium, miometrium dan endometrium. Endometrium terbagi lagi menjadi statum basale dan fungsionale, stratum fungsionale terbagi lagi menjadi dua yaitu stratum kompaktum dan stratum spongiosum. Sinus urogenitalis membentuk bagian kaudal vagina dan epitel skuamus seluruh vagina dan serviks luar (Jong, 1997).
 Sistem hormon wanita terdiri dari tiga hirarki hormon yaitu:
1. Hormon hipotalamus, GnRH
2. Hormon hipofisis anterior, FSH, LH
3. Hormon-hormon ovarium, estrogen dan progesteron
(Guyton, 1997)
 Perubahan hormonal siklik mengawali dan mengatur fungsi ovarium dan perubahan endometrium. Siklus menstruasi yang berlangsung secara teratur setiap bulan, bergantung kepada serangkaian lagkah-langkah siklik yang terkoordinasi dengan baik, yang melibatkan sekresi hormon pada berbagai tingkat dalam sistem terintegrasi. Pusat pengendalian hormon dari sistem reproduksi adalah hipotalamus. Dua hormon hipotalamus GnRH, yaitu FSHRH dan LHRH. Keuda hormon itu masing-masing merangsang hipofisis anterior untuk menyekresi FSH dan LH. Rangkaian peristiwa akan diawali oleh sekresi FSH dan LH yang menyebabkan produksi estrogen dan progesteron dari ovarium dengan akibat perubahan fisiologik pada uterus (Price, 2002).
 Panjang siklus menstruasi adalah jarak antara tanggal mulainya haid yang lalu dengan mulainya haid berikutnya. Hari mulainya perdarahan dinamakan perdarahan dinamakan hari pertama siklus. Karena jam mulainya haid tidak diperhitungkan dan tepatnya waktu keluar haid dari ostium uteri eksternum tidak dapat diketahui, maka panjang siklus mengandung kesalahan ±1 hari (Wiknjosastro, 1997). Umumnya jarak siklus menstruasi berkisar dari 15 sampai 45 hari, dengan rata-rata 28 hari. Lamanya berbeda-beda antara 2-8 hari, dengan rata-rata 4-6 hari. Jika siklusnya kurang dari 18 hari atau lebih dari 42 hari dan tidak teratur, biasanya siklusnya tidak berovulasi atau anovulatoar (Wiknjosastro, 1997). Darah menstruasi biasanya tidak membeku karena fibrinolisin. Jumlah kehilangan darah tiap siklus berkisar dari 60-80 ml (Price, 2005). Pada wanita yang lebih tua biasanya darah yang keluar lebih banyak. Pada wanita dengan anemia defisiensi besi jumlah darah haidnya juga lebih banyak. Jumlah darah lebih dari 80 ml dianggap patologik (Wiknjosastro, 1997).
 Usia gadis remaja pertama menarche bervariasi lebar, yaitu antara 10-16 tahun, tetapi rata-ratanya 12,5 tahun. Usia menarche dipengaruhi keturunan, keadaan gizi dan kesehatan umum. Menarche terjadi di tengah-tengah masa pubertas, yaitu masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa. Sesudah masa pubertas, wanita memasuki masa reproduksi, yaitu masa dimana ia dapat memperoleh keturunan. Masa reproduksi ini berlangsung 30-40 tahun dan berakhir pada masa menopause (Wiknjosastro, 1997).
 Siklus menstruasi normal dapat dipahami dengan baik dengan membaginya atas dua fase pada siklus ovarium. Fase folikular dan fase luteal. Pada fase folikular, FSH merangsang pertumbuhan beberapa folikel primordial dalam ovarium. Umumnya hanya satu yang berkembang menjadi folikel de Graaf dan yang lainnya berdegenerasi. Folikel terdiri dari sebuah ovum dan dua lapisan sel yang mengeilinginya. Lapisan dalam, yaitu sel-sel granulosa menyintesis progesteron yang disekresi ke dalam cairan folikular selama paruh pertama siklus mentruasi, dan bekerja sebagai prekursor pada sintesis estrogen oleh lapisan sel teka interna yang mengelilinginya. Estrogen disintesis dalam sel-sel lutein pada teka interna. Di dalam folikel, oosit primer mulai menjalani proses pematangannya. Pada waktu yang sama, folikel yang sedang berkembang menyekresi estrogen lebih banyak ke dalam sistem ini. Kada estrogen yang meningkat menyebabkan pelepasa LHRH melalui umpan balik positif (Price, 2005).
 Pada fase luteal, LH merangsang ovulasi dari oosit yang matang. Sebenarya pada kadar yang rendah kenaikan estrogen akan menaikkan kadar FSH. Tetapi kadar estrogen yang tinggi kini menghambat produksi FSH. Kemudian kadar estrogen mulai menurun. Setelah oosit terlepas dari folikel de Graaf, lapisan granulosa menjadi banyak mengangdung pembuluh darah dan sangat terluteinisasi, berubah menjadi korpus luteum yang berwarna kuning pada ovarium. Korpus luteum terus menyekresi sejumlah kecil estrogen dan progesteron yang makin lama makin meningkat (Price, 2005).
 Pada siklus endometrium dibagi menjadi tiga yaitu fase proliferasi, fase sekresi dan fase menstruasi. Pada fase proliferasi, segera setelah menstruasi, endometrium dalam keadaan tipis dan dalam stadium istirahat. Stadium ini berlangsung kira-kira 5 hari. Kadar estrogen yang meningkat dari folikel yang berkembang akan merangsang stroma endometrium untuk mulai tumbuh dan menebal, kelenjar-kelenjar menjadi hipertrofi dan berproliferasi, dan pembuluh darah menjadi banyak sekali. Kelenjar-kelenjar dan stroma berkembang sama cepatnya. Kelenjar makin bertambah panjang tetapi tetap lurus dan berbentuk tubulus. Epitel kelenjar berbentuk toraks dengan sitoplasma eosinofilik yang seragam inti di tengah. Stroma cukup padat pada lapisan basal tetapi makin ke permukaan semakin longgar. Pembuluh darah akan mulai berbentuk spiral dan lebih kecil. Fase ini berakhir pada saat terjadi ovulasi (Price, 2005).
 Pada fase sekresi, setelah ovulasi terjadi, di bawah pengaruh progesteron yang meningkat dan terus diproduksinya estrogen oleh korpus luteum, endometrium menebal dan menjadi seperti beludru. Kelenjar menjadi lebih besar dan berkelok-kelok, dan epitel kelenjar menjadi berlipat-lipat, sehingga memberikan gambaran seperti gigi gergaji. Inti sel bergerak ke bawah, dan permukaan epitel tampak kusut. Stroma menjadi edematosa. Terjadi pula infiltrasi limfosit yang banyak, dan pembuluh darah menjadi makin berbentuk spiral dan melebar (Price, 2005).
 Pada fase menstruasi , korpus luteum berfungsi sampai kira-kira hari ke 23 atau 24 pada siklus 28 hari, dan kemudian mulai beregresi. Akibatnya terjadi penurunan progesteron dan estrogen yang tajam sehingga menghilangkan perangsangan pada endometrium. Perubahan iskemik terjadi pada arteiola dan diikuti dengan menstruasi menyebabkan peluruhan lapisan endometrium (Price, 2005).
Karsinoma adalah pertumbuhan baru yang ganas terdiri dari sel-sel epitelial yang cenderung menginfiltrasi jaringan sekitarnya dan menimbulkan metastasis (Dorland, 2002). Karsinoma serviks uteri menempati peringkat pertama karsinoma ginekologik (Mansjoer, 2001).
III. DISKUSI / BAHASAN
 Karena perdarahan pervaginam merupakan salah satu manifestasi klinis dari keganasan, maka perlu dianggap sebagai keganasan sampai terbukti tidak. Di negara maju karsinoma serviks menempati urutan ke empat setelah karsinoma payudara, kolerektum, dan endometrium. Di negara berkembang karsinoma serviks menempati urutan pertama. Karsinoma ini ditemukan terbanyak pada usia antara 30 dan 60 tahun. Periode laten dari fase prainvasif untuk menjadi invasif memakan waktu sekitar 10 tahun. Lebih dari 90% adalah karsinoma epidermoid (Price, 2005).
Penyebab langsung karsinoma uterus belum diketahui. Faktor ekstrinsik yang diduga berhubungan dengan insiden karsinoma serviks uteri adalah smegma, infeksi virus Human Papilloma Virus (HPV) terutama tipe 16 dan 18, spermatozoa, jarang ditemukan pada perawan, insidensi lebih tinggi pada mereka yang kawin daripada tidak kawin, terutama pada gadis yang koitus pertama (coitarche) dialami pada usia sangat muda (<16 tahun). Insidensi meningkat dengan tingginya paritas, apalagi bila jarak persalinan terlalu dekat, mereka dari golongan sosial ekonomi rendah (hygiene seksual yang jelek, aktivitas seksual yang sering berganti-ganti pasangan (promiskuitas), jarang dijumpai pada masyarakat yang suaminya disunat(sirkumsisi), dan merokok), terapi penggantian hormon berupa estrogen tanpa progesteron, hiperplasia endometrium, obesitas yang kemudian dapat meningkatkan kadar estrogen karena tubuh membuat sebagian estrogen dalam jaringan lemak, diabetes, hipertensi, pengkonsumsian tamoksifen untuk mengobati atau mencegah kanker payudara, ras yang biasanya ditemukan pada wanita kulit putih, kanker kolorektal, menarchea sebelum usia 12 tahun, menopause setelah 52 tahun, tidak memiliki anak, kemandulan, penyakit ovarium polikista, polip endometrium, dan mungkin menurunnya sistem imun tubuh.
 Karsinoma serviks uteri timbul di squamocolumnair junction serviks, yang merupakan pemisah antara epitel yang melapisi ektoserviks dan endoserviks kanalis servikis. Karsinoma serviks dapat tumbuh eksofitik, endofitik, atau ulseratif (Price, 2005).
 Pada umumnya penyebarannya secara limfogen melalui pembuluh getah bening menuju 3 arah, ke arah fornises dan dinding vagina, ke arah korpus uterus, ke arah parametrium dan dalam tingkatan yang lanjut menginfiltrasi septum rektovaginal dan kandung kemih.
 Dari anamnesis mungkin didapatkan metroragi, keputihan warna putih atau purulen yang berbau dan tidak gatal, perdarahan paska koitus, perdarahan spontan, dan bau busuk yang khas. Dapat juga ditemukan gejala karena metastasis seperti obstruksi total vesika urinaria. Pada yang lanjut ditemukan keluhan cepat lelah, kehilangan berat badan dan anemia. Pada pemeriksaan fisik serviks dapat teraba membesar, ireguler, teraba lunak. Bila tumor rumbuh eksofitik maka terlihat lesi pada porsio atau sudah sampai vagina. Diagnosis harus dipastikan dengan pemeriksaan histologik dan jaringan yang sudah diperoleh dari biopsi.
 Keputihan atau fluor albus (leukorhea) merupakan gejala yang sering ditemukan. Keputihan adalah cairan yang keluar dari vagina. Dalam keadaan biasa, cairan ini tidak sampai keluar, namun belum tentu bersifat patologis. Keputihan dapat juga berarti setiap cairan yang keluar dari vagina kecuali darah. Dapat berupa sekret, transudasi atau eksudat dari organ atau lesi di saluran genital. Atau Cairan normal vaginya yang berlebih, jadi hanya meliputi sekresi dan transudasi berlebih, tidak termasuk eksudat. Sumber cairan berasal dari sekresi vulva, sekresi serviks, sekresi uterus, atau sekresi tuba fallopi, yang dipengaruhi fungsi ovarium. Pada karsinoma serviks uteri, getah yang keluar dari vagina ini makin lama akan berbau busuk akibat infeksi dan nekrosis jaringan. Dalam hal demikian, pertumbuhan tumor menjadi ulseratif. Perdarahan pascakoitus merupakan gejala karsinoma serviks (75-80%) (Mansjoer, 2001).
 Perdarahan akibat terbukanya pembuluh darah makin lama akan lebih sering terjadi, juga di luar koitus (perdarahan spontan). Perdarahan spontan umumnya pada tingkat yang lebih lanjut (II atau III), terutama pada tumor yang bersifat eksofitik.
Pemeriksaan pada karsinoma serviks uteri
  •PapSmearTest.
  Pap smear test adalah suatu metode pemeriksaan sel-sel rahim dan kemudian diperiksa di bawah mikroskop untuk melihat perubahan-perubahan yang terjadi dari sel tersebut. Perubahan sel-sel leher rahim yang terdeteksi secara dini akan memungkinkan dilakukannya beberapa tindakan pengobatan sebelum sel-sel tersebut dapat berkembang menjadi sel kanker. Tes ini hanya memerlukan waktu beberapa menit saja. Dalam keadaan berbaring terlentang, sebuah alat yang dinamakan spekulum akan dimasukan kedalam liang senggama.
  • Kolposkopi.  
  Koloskopi adalah suatu prosedur pemeriksaan rahim dan leher rahim. Dengan memeriksa permukaan leher rahim, dokter akan menentukan penyebab abnormalitas dari sel-sel leher rahim seperti yang dinyatakan dalam pemeriksaan 'Pap Smear'. Dokter akan memasukkan suatu cairan kedalam vagina dan memberi warna saluran leher rahim dengan suatu cairan yang membuat permukaan leher rahim yang mengandung sel-sel yang abnormal terwarnai. Kemudian dokter akan melihat kedalam saluran leher rahim melalui sebuah alat yang disebut kolposkop. Kolposkop adalah suatu alat semacam mikroskop binocular yang mempergunakan sinar yang kuat dengan pembesaran yang tinggi.
  • Servikografi.
  Sebuah kamera khusus yang digunakan untuk mengambil gambar dari servik setelah serviks tersebut diberi asam asetat. Kemudian dibawa ke laboratorium untuk dilihat apakah teridentifikasi kanker atau tidak.
Stadium Keterangan
Karsinoma Pra-invasif 
O Karsinoma in situ, karsinoma intraepitelial
  Karsinoma invasif 
I Karsinoma terbatas pada serviks
II Karsinoma meluas kebawah serviks tetapi tidak sampai ke dinding panggul; melibatkan duapertiga atas vagina.
III Karsinoma meluas ke dinding panggul; melibatkan sepertiga bawah vagina. 
IV Karsinoma meluas ke mukosa kandung kemih dan rektum.
  TABEL 1. Stadium karsinoma serviks (FIGO (Federation internationale de Gynecologic et Obstetrique.dari Gusberg SB et al: Female genital cancer, new york, 1988,Churchill Livingstone.))
Terapi karsinoma serviks dilakukan bilamana diagnosis telah dipastikan secara histologik dan sesudah dikerjakan perencanaan yang matang oleh tim yang sanggup melakukan rehabilitasi dan pengamatan lanjutan. 
Tingkat Penatalaksanaan
0 Biopsi kerucut
Histerektomi tranvaginal
Ia Biopsi kerucut
Histerektmi transvaginal
Ib, Iia Histerektomi radikal dengan limfadenektomi panggul dan evaluasi kelenjar limfe paraaorta (bila terdapat metastasis dilakukan radioterapi pasca pembedahan)
IIb, III, IV Histerektomi transvaginal
Iva, IVb Radioterapi
Radiasipaliatif
Kemoterapi
TABEL 2. Penatalaksanaan pengobatan kanker rahim tiap stadium
 Karsinoma serviks yang tidak diobati atau tidak memberikan respons terhadap pengobatan 95% akan mengalami kematian dalam 2 tahun setelah timbul gejala. Pasien yang menjalani histerektomi dan memiliki risiko tinggi terjadinya rekurensi harus terus diawasi karena lewaat detesi dini dapat diobati dengan radioterapi. Setelah histerektomi radikal. Terjadi 80% rekurensi dalam 2 tahun.
 Faktor-faktor yang menentukan prognosis adalah umur penderita, keadaan umum, tingkat klinik keganasan, ciri-ciri histologik sel tumor, kemampuan ahli atau tim yang menangani, sarana pengobatan yang ada.
Tingkat AKH-5 tahun
T1S Hampir 100%
T1 70 - 85%
T2 40 - 60%
T3 30 - 40%
T5 <10%

TABEL 3. Angka Ketahanan Hidup (AKH) 5 tahun menurut data internasional (UICC /clinical Oncology; Springer-Verlag, New York, Heidelberg, Berlin; 1973, p:218.)
 Selain disebabkan oleh karsinoma perdarahan abnormal juga dapat disebabkan oleh beberapa sebab, misalnya hiperplasia endometrium yang disebabkan kelebihan estrogen relatif terhadap progestin kemudian akan memicu hiperplasi endometrium (hiperlasia biasa, kompleks, atipikal). Suatu saat hyperplasia endometrium bisa berkembang menjadi karsinoma endometrium. Faktor-faktor yang berpotensial untuk mengakibatkan hiperplasia endometrium adalah kegagalan ovulasi, pemberian steroid estrogenik jangka panjang tanpa progestin sebagai penyeimbang, lesi ovarium penghasil estrogen, hiperplasia stroma korteks, tumor sel teka granulose ovarium. Hiperplasia atipikal 20-25% menimbulkan adenokarsinoma endometrium
 Dapat juga disebabkan oleh mola hidatidosa yang merupakan kehamilan abnormal di mana hampir seluruh villi korialisnya mengalami perubahan hidropik. Mungkin diakibatkan oleh villi chorealis yang tidak membentuk pembuluh darah sehingga tidak ada sirkulasi darah. Villi berisi cairan membentuk ventrikel-ventrikel, bila proses ini berlanjut maka akan berkembang menjadi mola hidatidosa. Terjadi:
- ekspulsi spontan= gelembung mola atau buah anggur terkadang keluar sebelum terjadinya abortus mola. Terkadang meningkat pada bulan ke 4 ato bulan ke 7
- kadar tiroksin plasma dapat meningkat tapi secara klinis jarang tampak sebagai efek thyroid stimulating chorionic gonadotropin
 Perdarahan juga dapat disebabkan perdarahahn uterus disfungsional yang merupakan perubahan yang terjadi tanpa penyebab organik. Kebanyakan pasien dengan perdarahan disfungsional memiliki siklus anovulasi. Anovulasi sekunder terjadi karena gagalnya pematangan folikel ovarium hingga mencapai ovulasi dan pembentukkan korpus luteum (Mansjoer, 2001). 
  Perdarahan juga dapat diakibatkan oleh abortus. Abortus adalah pengeluaran hasil konsepsi pada usia kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram. Pada awal abortus terjadi perdarahan desiduabasalis, diikuti nekrosis jaringan sekitar yang menyebabkan hasil konsepsi terlepas dan dianggap benda asing dalam uterus. Kemudian uterus berkontraksi untuk mengeluarkan benda asing tersebut. Pada kehamilan kurang dari 8 minggu, vili korialis belum menembus desidua secara dalam, jadi hasil konsepsi dapat dikeluarkan seluruhnya. Pada kehamilan 8 sampai 14 minggu penembusan sudah lebih dalam hingga plasenta tidak dilepaskan sempurna dan mengakibatkan banyak perdarahan. Pada kehamilan lebih dari 14 minggu, janin dikeluarkan lebih dahulu daripada plasenta. Hasil konsepsi keluar dalam berbagai bentuk, seperti kantong kosong amnion atau benda kecil yang tak jelas bentuknya, janin lahir mati, janin masih hidup, mola kruenta, fetus kompresus, maserasi, atau fetus papiraseus (Mansjoer, 2001).
 

IV. KESIMPULAN DAN SARAN
1. Lakukan permeriksaan penapisan untuk pemeriksaan dini
2. Tidak mengunakan rokok.
3. Penggunaan vaksin Gardasil yang dibuat dari virus like particles (VLPs) capsid L1 dari HPV untuk mengurangi resiko terkena kanker rahim.
4. Jangan terlalu sering mencuci vagina dengan obat antiseptik tertentu tanpa resep dari dokter ataupn dengan menaburi bedak talk.
5. Diet rendah lemak.

V. DAFTAR PUSTAKA
Dorland, W.A Newman, 2006. Kamus Kedokteran Dorland, 29th ed. Jakarta , EGC, p : 349
Guyton, Hall, 1997. Fisiologi Wanita Sebelum Kehamilan; dan Hormon-hormon Wanita. Dalam : Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. 9th ed. Jakarta, EGC , pp : 1283-1298
Pice, Sylvia A, 2006. Gangguan Sistem Reproduksi Perempuan. Dalam : Patofisiologi, 6th ed volume 2. Jakarta, EGC, pp : 1280-1300
Mansjoer, Arif, et al, 2002. Ilmu Kandungan. Dalam : Kapita Selekta Kedokteran, 3th ed. Jakarta, Media Aesculapius, pp : 375-379
Mansjoer, Arif, et al, 2002. Kelainan pada Kehamilan. Dalam : Kapita Selekta Kedokteran, 3th ed. Jakarta, Media Aesculapius, pp : 260-266
Halimun, Muljanto E. 1998. Alat Kelamin Perempuan. Dalam : Jong, Wim de, Sjamsuidajat. R. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta, EGC, pp : 953-992 
Mardjikoen, Prastowo. 1997. Karsinoma Servisis Uteri. Dalam : Wiknjosastro, Hanifa. Ilmu Kandungan . Jakarta, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, pp : 380-394

3 komentar:

  1. hoo... mahasiswa fk juga.... Postingan yang di atas hasil diskusi PBL, ya? Ada yang tentang hepatic chirrosis ga? Q di Malang lagi ngublek-ngublek sirosis, nih.

    BalasHapus
  2. heh jimbo.....
    blogmu ternyata terkenal juga...wkwkwkkw

    BalasHapus
  3. r.azka..iya ini hasil diskusi PBL..maaf saya jarang online sekarang..maaf, belum ada yang tentang sirosis hepatis..

    Ela..hehe, nggak ah La, biasa aja..

    BalasHapus

onbux

Neobux

Sign by Danasoft - Get Your Free Sign