Selasa, 22 Juli 2008

TINJAUAN ATAS CACING TAMBANG PENYEBAB ANEMIA

I. PENDAHULUAN
i. LATAR BELAKANG
SKENARIO :
KENAPA SAYA DIARE?
 Seorang pria, petani, berumur 43 tahun, datang dengan keluhan sakit perut dan diare lendir, kadang berdarah, selama kurang lebih 1 bulan. Pasien juga mengeluh cepat lelah setelah beraktivitas, sering berkunang-kunang dan dada berdebar-debar, serta kadang tubuh terasa gatal.
 Pada pemeriksaa fisik ditemukan : pecah-pecah di tepi mulut, konjungtiva pucat. Nyeri tekan lepas daerah Mc Burney (-). Auskultasi didapatkan takikardi, bising sistolik dan ronki basah basal paru.
 Kondisi rumah pasien berlantai tanah, sumber air minum dari sumur yang berjarak 2 meter dari ‘jumbleng/sumuran terbuka’ (tempat BAB tradisional). Beberapa tetangganya juga mempunyai keluhan yang mirip (diare).
 Pemeriksaan laboratorium didapatkan anemia berat dan eosinofilia. Pemeriksaan mikroskopis tinja didapatkan telur cacing, protozoa dan bakteri.
 Anemia adalah penurunan konsentrasi eritrosit atau hemoglobin dalam darah di bawah normal, terjadi ketika keseimbangan antara kehilangan darah dan produksi terganggu (Anderson, 2002). Anemia dapat diakibatkan oleh berbagai hal, salah satunya infestasi parasit dalam tubuh. 
 Manifestasi parasit juga mengakibatkan eosinofilia. Eosinofil dalam darah naik untuk mengatasi infestasi parasit. Tergantung dari mekanisme pertahanan tubuh apakah mampu mengeliminasi parasit atau tidak mampu mengeliminasi seluruh parasit sehingga mengakibatkan infeksi kronis.
ii. RUMUSAN MASALAH
1. Mekanisme anemia yang ditimbulkan parasit
2. Gejala klinis pada infestasi parasit
3. Tinjauan mengenai diare yang diakibatkan oleh parasit
iii. TUJUAN DAN MANFAAT PENULISAN
1. Mengetahui daur hidup parasit
2. Mengetahui gejala dan tanda yang menyertai
3. Mengetahui pengobatan yang tepat pada kasus
II. STUDI PUSTAKA
 Penyakit cacing tambang paling sering disebabkan oleh Necator americanus, Ancylostoma duodenale. Penyakit ini tersebar di daerah tropis maupun subtropis. Di Indonesia penyakit ini lebih banyak disebabkan oleh Necator americanus (Pohan, 1996).
 Cacing tambang ditularkan melalui tanah yang terkontaminasi tinja yang mengandung larva infektif. Telur dihasilkan cacing betina dan keluar melalui tinja. Bila telur tersebut jatuh di tempat yang hangat, lembab dan basah, maka telur berpotensi menetas. Telur cacing yang ditemukan dalam tinja akan menetas menjadi larva rhabditiform dalam 1-2 hari atau setelah 3 minggu. Larva rhabditiform kemudian berubah menjadi larva filariform yang dapat menembus kulit manusia. Bila larva filariform menembus kulit manusia maka terjadi ground itch pada kulit. Jika larva filariformis kontak dengan kulit, maka ia akan mengadakan penetrasi melalui kulit, kemudian menuju jantung kanan, bermigrasi sampai paru-paru dan kemudian turun ke usus halus (Mansjoer, 2005).
 Gejala klinis yang muncul adalah rasa gatal di kaki, pruritus, dermatitis dan kadang makulopapula sampai vesikel merupakan gejala pertama yang disebabkan invasi larva cacing tambang. Selama larva ini berada di dalam paru-paru dapat menyebabkan gejala batuk darah, yang disebabkan pecahnya kapiler dalam alveoli paru, dan berat ringannya keadaan ini bergantung pada banyaknya jumlah larva cacing yang melakukan penetrasi ke dalam kulit (Pohan, 1996).
 Pada paru-paru larva memasuki alveoli dan dibawa menuju glottis dengan gerakan silia pada traktus respiratorius. Pada migrasi ini larva ini berganti kulit dua kali, membentuk kapsula bukalis dan menjadi bentuk dewasa. Menggunakan kapsula bukalis ini menempelkan dirinya pada kelenjar mukosa duodenum sebelah bawah, jejunum dan bagian proksimal dari ileum. Rasa tak enak pada perut, kembung, sering mengeluarkan gas (flatus), diare merupakan gejala iritasi cacing terhadap usus halus yang terjadi lebih kurang dua minggu setelah larva mengadakan penetrasi ke dalam kulit (Pohan, 1996).
 Dapat terjadi kerusakan pada kulit yang disebabkan oleh dermatitis berat jika pasien sensitif. Anemia berat yang terjadi juga sering menyebabkan gangguan pertumbuhan, perkembangan mental dan payah jantung (Pohan, 1996).
 Anemia akan terjadi 10-20 minggu setelah infestasi cacing dan walaupun diperlukan lebih dari 500 cacing dewasa untuk menimbulkan gejala anemia tersebut tentunya juga bergantung pada kondisi gizi pasien (Pohan, 1996). Necator americanus dan Ancylostoma duodenale dapat menyebabkan anemia mikrositik hipokromik. Tiap cacing N.americanus menyebabkan kehilangan darah 0,005-0,100 ml sehari dan A.duodenale 0,08-0,34 ml sehari. Keadaan ini tidak menyebabkan kematian tetapi dapat menurunkan daya tahan tubuh dan prestasi kerja.
 Enzim proteolitik chatepsin D pada cacing tambang memainkan peranan dalam mendigesti hemoglobin (Loukas, 2002).
 Pada ibu yang masih menyusui bayi dapat terjadi penularan kepada bayi karena cacing tambang dapat menular melalui ASI dan colostrum.
 Pada pemeriksaan mikroskopis, N.americanus dan A.duodenale dapat dibedakan dengan melihat bagian gigi pada cacing.
III. DISKUSI / BAHASAN
 Diare pada kasus skenario dapat diakibatkan infeksi cacing tambang pada daerah usus. Diare merupakan gejala iritasi cacing terhadap usus halus yang terjadi kurang lebih dua minggu setelah larva mengadakan penetrasi ke dalam kulit (Pohan, 1996).
 Diare sebenarnya juga bisa disebabkan amebiasis, yang merupakan infeksi usus besar oleh E.histolytica. Diare pada amebiasis juga mengakibatkan tinja bercampur darah dan lendir. Namun pada amebiasis terjadi demam, sedangkan pada skenario pasien tidak menderita demam. Schistosomiasis juga dapat menyebabkan diare.
 Disentri juga merupakan salah satu penyebab diare. Disentri atau shigellosis adalah suatu radang akut disebabkan oleh kuman genus Shigella. Secara klinis mengakibatkan diare berlendir disertai darah, perut sakit dan tenesmus .
 Gejala-gejala seperti cepat lelah setelah beraktivitas, sering berkunang-kunang, dada berdebar-debar dan konjungtiva pucat merupakan tanda-tanda anemia. Anemia yang disebabkan oleh cacing tambang disebabkan enzim protease chatepsin D. Enzim proteolitik chatepsin D yang dimiliki oleh cacing tambang dapat digunakan untuk menghancurkan makromolekul kulit. Dengan jalan demikian cacing dapat masuk melalui kulit dan juga migrasi jaringan (Loukas, 2002). Gigi yang terdapat pada cacing tambang digunakan untuk menempel pada tunika mukosa, hal ini mengakibatkan perdarahan. Cacing mendisgesti darah yang keluar dari usus degan kaskade multienzim metalohemoglobinase. Saat cacing menempel pada tunika mukosa dia juga mengeluarkan antikoagulan yang langsung mencegah kerja dari antikoagulan Xa dan faktor jaringan VIIa untuk mencegah koagulasi.
 Apendisitis juga mungkin terjadi pada kasus infeksi oleh cacing tambang. Namun pada skenario tanda nyeri tekan lepas daerah Mc Burney negatif yang menandakan tidak adanya apendisitis. Daerah Mc Burney terletak pada 1/3 lateral garis khayal antara SIAS dan umbilikus.
 Pengobatan diberikan bergantung pada kondisi umum penderita. Pertama keadaan umum penderita harus diperbaiki dengan memberikan cukup protein dan makanan yang baik. Kemudian berikan obat cacing seperti alkopar, tetrakloetilen, pirantel pamoat dan mebendazol. Yang juga harus dilakukan adalah mengatasi anemianya, bisa dengan pemberian sulfas ferosus. Bila terdapat anemia megaloblastik dapat diberikan asam folat. Pada keadaan berat dengan kondisi umum yang buruk dapat diberikan transfusi darah dan preparat besi.
 Mebendazol adalah obat antelmintik yang paling luas spektrumnya. Mebendazol berupa bubuk berwarna putih kekuningan, tidak larut dalam air, tidak bersifat higrokopis sehingga stabil dalam keadaan terbuka dan rasanya enak.
 Mebendazol sangat efektif untuk mengobati infestasi cacing tambang, cacing gelang, cacing kremi, dan T.trichiura, maka berguna untuk infestasi cacing tersebut. Mebendazol menyebabkan kerusakan struktur subselular dan menghambat sekresi asetikolinesterase cacing. Obat ini juga mengahambat ambilan glukosa secara ireversibel sehingga terjadi pengosongan glikogen pada cacing. Cacing akan mati perlahan-lahan dan hasil terapi yang memuaskan baru nampak setelah tiga hari pemberian obat. Obat ini juga menimbulkan sterilitas pada telur cacing T.trichiura, cacing tambang, dan askaris sehingga telur ini gagal berkembang menjadi larva (Ganiswara, 1995).
 Pada kasus ini terlihat pasien mengalami infeksi multipel. Terdapat bakteri, telur cacing dan protozoa. Perlu pemeriksaan lebih lanjut untuk melihat bakteri dan protozoa apa yang terdapat pada feses tersebut. Namun pada kasus ini gejala epidemiologi dan gejala klinis mengarah ke infeksi cacing tambang.
IV. KESIMPULAN
1. Pasien mengalami anemia karena infestasi cacing tambang
2. Perlu pemeriksaan lebih lanjut untuk memastika diagnosis
3. Pasien terinfeksi karena rumahnya berlantai tanah, juga profesinya sebagai petani yang sering terpapar dengan tanah
4. Banyak orang di daerah tempat tinggalnya juga terinfeksi cacing tambang
SARAN
1. Perbaikan higiene air minum, jika perlu gunakan PAM
2. Perbaikan lokasi BAB dan sumber air minum
3. Gunakan alas kaki saat bekerja
4. Berikan lantai keramik atau paling tidak alas pada tanah rumah


V. DAFTAR PUSTAKA
Dorland, W.A Newman, 2006. Kamus Kedokteran Dorland, 29th ed. Jakarta , EGC, pp : 92
Ganiswara, Sulistia, 1995. Farmakologi dan Terapi, 4th ed. Jakarta , Gaya Baru, pp : 526-527
Mansjoer, Arif, et al, 2002. Necatoriasis dan Ancylostomiasis. Dalam : Kapita Selekta Kedokteran, 3th ed. Jakarta, Media Aesculapius, p : 418
Pohan, Heriman T, 1996. Penyakit Cacing yang Ditularkan Melalui Tanah. Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, 3thed. Jakarta, Gaya Baru, pp : 515-516
American Family Physician , 2004. Common Intestinal Parasites. http://proquest.umi.com/pqdweb?index=3&did=1401800551&SrchMode=1&sid=1&Fmt=6&VInst=PROD&VType=PQD&RQT=309&VName=PQD&TS=1214835042&clientId=44698 (31 Juni 2008)
Brindley, Loukas, Williamson, 2002. Hookworm cathepsin D aspartic proteases : contributing roles in the host-specific degradation of serum proteins and skin macromolecules. http://www.fsm.ac.fj/pws/Resources/1.05-Anemia/Hookworm%20adv%20NEJM.pdf (1 Juli 2008)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

onbux

Neobux

Sign by Danasoft - Get Your Free Sign