Rabu, 24 Desember 2008

Gangguan somestesi

TINJAUAN ATAS MEKANISME GANGGUAN SOMESTESI

I. PENDAHULUAN

i. LATAR BELAKANG

Skenario

JEPITAN SARAF

Seorang wanita 48 tahun, dengan kesemutan dan merasa lemah pada tangan kanan. Sejak dua tahun yang lalu keluhan ini sudah muncul tetapi hilang timbul. Gangguan ini lebih jelas apabila untuk bekerja menggunakan tangan kanan yang berlebihan (misalnya saat mencuci dengan tangan, mengendarai sepeda motor). Penderita juga sering terbangun pada malam hari karena merasa kesemutan pada tangan kanannya.

Gangguan ini dapat berkurang apabila tangan kanan dikibas-kibaskan, dan juga hilang bila istirahat. Keluhan ini semakin lama semakin berat. Hasil pemeriksaan didapat : kekuatan otot normal, ada atrofi pada otot tangan (thenar). Terdapat gangguan sensibilitas berupa hipoaesthesi. Test Tinel positif. Tes Phalen positif.

Dokter memberikan obat NSAID dan penanganan di Rehabilitasi Medik. Dokter juga memberikan nasehat agar pasien menghindari posisi-posisi tangan yang salah yang akan menyebabkan keluhan bertambah berat.

Perasaan yang dirasakan pada bagian tubuh yang berasal dari somatopleura, yaitu kulit, tulang dan jaringan pengikat, dinamakan somaestesia. Di samping itu dikenal juga viseroestesia, yaitu perasaan yang dirasakan pada bagian tubuh yang tumbuh dari viseropleura, seperti usus, paru, limpa dan sebagainya.

Dalam penghidupan sehari-hari, berbagai macam perasaan dapat dirasakan. Rasa sakit bila ditusuk, rasa panas bila menyentuh api, dan berbagai rangsang dapat dirasakan dan dibedakan. Perasaan dapat muncul karena interpretasi dari rangsang terhadap saraf sensoris yang juga dipengaruhi oleh subjektivitas. Perasaan tersebut kemudian diinterpretasikan oleh sistem saraf sebagai sebuah sensasi rasa.

Sistem saraf manusia merupakan jaringan yang saling berhubungan, saling berjalinan dan sangat kompleks. Sistem saraf memiliki fungsi untuk mengkoordinasikan, mengatur, dan juga menginterpretasikan stimulus yang diterima dari dunia luar.

ii. RUMUSAN MASALAH

  • Anatomi dari susunan saraf tepi.
  • Fisiologi penerimaan rangsang.
  • Jenis-jenis gangguan somestesi.
  • Penyebab-penyebab terjadinya gangguan somestesi.

iii. TUJUAN DAN MANFAAT PENULISAN

  • Mengetahui anatomi susunan saraf tepi ekstremitas superior.
  • Mengetahui fisiologi susunan saraf tepi.
  • Mengetahui fisiologi penerima rangsang.
  • Mengetahui Mengetahui jenis-jenis gangguan somestesi.
  • Mengetahui penyebab-penyebab gangguan somestesi.

II. STUDI PUSTAKA

ANATOMI SUSUNAN SARAF TEPI

Saraf tepi yang memberi inervasi ekstremitas superior berasal dari pleksus brachialis. Plexus brachialis adalah anyaman serabut saraf yang dibentuk oleh rami primarii anteriores nervus cervicales IV- nervus thoracalis II. Plexus brachialis ini terletak dalam satu bungkus dengan arteri et vena axillaris dan pada tepi bawah lateral dari musculus pectoralis minor, pleksus ini memberi cabang terminal

Banyak variasi dari susunan serabut-serabut yang membentuk pleksus tersebut, tetapi yang paling banyak didapat adalah:

  1. Rami primarii anteriores dari nervi cervicales V-VI bersatu untuk membentuk truncus superius.
  2. Ramus primarius nervus cervicales VII tetap tunggal untuk nantinya membentu truncus medius.
  3. Ramus primarii anteriores dari nervus cervicales VIII dan nervus thoracalis I bersatu untuk membentuk truncus inferius.

Tiap-tiap truncus kemudian akan terbagi ke dalam pars anterior dan posterior yang masing-masing akan menuju ke bagian depan dan belakan dari ekstremitas superior.

  1. Pars anterior dari truncus superius dan medius bersatu membentuk fasciculus lateralis.
  2. Pars anterior dari truncus inferior membentuk fasciculus medialis.
  3. Pars posterior ketiga truncus tersebut membentuk fasciculus posterior.

Dari fasciculus-fasciculus yang terbentuk akan memiliki cabang-cabang terminal dari pleksus brachialis yang menginervasi ekstremitas superior. Cabang-cabang terminal pleksus brachialis yang penting adalah nervus medianus, nervus ulnaris, nervus radialis, nervus axillaris, dan nervus musculocutaneus.

Saraf tepi yang memberi inervasi ekstremitas inferior sebagian besar berasal dari cabang-cabang plexus lumbalis dan plexus sacralis.

Plexus lumbalis merupakan anyaman serabut-serabut saraf yang dibentuk oleh rami primarii anteriores nervus thoracalis XII dan nervi lumbales I-IV. Cabang-cabang dari plexus sacralis adalah sebagai berikut:

  1. Nervus iliohypogastricus
  2. Nervus ilioinguinalis
  3. Nervus genitofemoralis
  4. Nervus cutaneus femoris lateralis
  5. Nervus obturatorius
  6. Nervus femoralis

Nervus ini keluar dari cavum pelvicum melalui lacuna musculorum bersama musculus iliopsoas.Nervus femoralis melanjutkan diri sebagai nervus saphenus, yang kemudian bersama arteri genu suprema menembus vesto adductoria.

Plexus sacralis merupakan anyaman-anyaman serabut saraf yang dibentuk oleh rami primarii anteriores nervi lumbales IV-V dan nervi sacrales I-IV. Cabang-cabangnya adalah sebagai berikut:

  1. Nervus gluteus superior
  2. Nervus gluteus inferior
  3. Nervus cutaneus femoris posterior
  4. Nervus ischiadicus
  5. Nervus cutaneus medius inferior
  6. Nervus splanchnicus pelvini
  7. Nervus pudendus

FISIOLOGI RANGSANG SENSORIK

Rangsang sensorik dapat diterima oleh saraf berasal dari reseptor-reseptor yang ada pada tubuh. Terdapat reseptor-reseptor sensorik misalnya untuk raba, cahaya, tekan, nyeri, dingin, hangat. Modalitas sensorik yang kita terima berasal dari penjalaran impuls dari reseptor yang menerima rangsang dan kemudian menjalarkannya pada suatu titik tertentu pada susunan saraf pusat.

Penjalaran impuls saraf berlangsung sama seperti sel saraf lainnya. Stimulus menurunkan potensial membran dan membuat potensial membran berjalan sepanjang sel saraf dan diteruskan menuju saraf berikutnya melalui sinaps. Bersama dengan neurotransmitter terjadi penjalaran rangsang menuju sel saraf berikutnya.

Rangsang sensorik dapat diinterpretasikan sebagai rangsang somestesi atau viseroestesi. Dalam klinik somestesilah yang menjalani pemeriksaan. Somestesi mencakup perasaan yang menyekiti atau perasaan protopatik dan perasaan yang diperlukan untuk mengatur diri sendiri atau perasaan proprioseptif. Rangsang protopatik mencakup rasa nyeri, suhu dan rasa tekan, sedang rangsang proprioseptif mencakup rasa gerak, getar, sikap dan rasa halus. Integrasi perasaan protopatik dan proprioseptif dalam tingkat selanjutnya memungkinkan terwujudnya kesadaran luhur. Dalam hal ini fungsi asosiasi, korelasi dan intelegensi ikut mengolah somestesi sehingga suatu benda dapat diketahui bentuk tanpa melihat benda tersebut.

JENIS-JENIS GANGGUAN SENSORIK

Gejala sensorik dapat diklasifikasikan dalam lima golongan:

  1. Hilang perasaan kalau dirangsang (anestesia).
  2. Perasaan terlalu berlebihan saat dirangsang (hiperestesia).
  3. Perasaan yang timbul secara spontan, tanpa adanya perangsangan (parestesia).
  4. Nyeri.
  5. Gerakan yang canggung serta simpang siur.

Anestesia dapat terjadi kalau reseptor impuls protopatik musnah atau penghantaran perifer dan sentralnya terhalang atau terputus. Pada kulit yang rusak karena luka bakar, reseptor impuls protopatik musnah seluruhnya, sehingga kawasan kulit yang mengalami kerusakan ini menjadi anestetik.

Hiperestesia biasanya berupa perasaan tidak enak atau perasaan tidak menyenangkan pada suatu daerah tubuh bila dirangsang secara wajar. Jika reseptor impuls protopatik atau serabut saraf perifer atau lintasan spinotalamiknya mengalami gangguan sehingga ambang rangsangnya menurun, maka perangsangan yang wajar menghasilkan perasaan yang berlebihan. Gangguan ini dapat bersifat mekanik, toksik atau vaskular yang ringan.

Parestesia dinyatakan sebagai kesemutan. Namun arti parestesia sesungguhnya ialah terasanya perasaan pada daerah permukaan tubuh tertentu yang tidak dibangkitkan oleh perangsangan khusus dari dunia luar. Tercakup dalam parestesia ialah perasaan dingin atau panas, kesemutan, rasa berat atau rasa dirambati sesuatu (Anderson, 2002).

III. DISKUSI / BAHASAN

Gangguan pada saraf perifer umumnya akan mengakibatkan gangguan sensorik negatif, yaitu hipoestesia/anestesia atau parestesia. Jika nyeri diakibatkan dari saraf perifer yang terjebak/terlibat dalam proses patologik pada tempat yang dilewati saraf perifer yang bersangkutan, ini dinamakan entrapment neuritis. Manifestasi gangguannya berupa sensorik dan gangguan motorik.

Pada kasus di skenario terdapat gangguan fungsional motorik dan sensorik pada ekstremitas superior penderita. Bisa disimpulkan ini adalah gangguan pada saraf perifer yang berasal dari plexus brachialis. Cabang-cabang penting dari plexus brachialis yang menginervasi ekstremitas superior adalah:

1. Nervus musculocutaneus

Saraf ini dipercabangkan oleh fasciculus lateralis dan di dalam perjalanannya akan menembus musculus coracobrachialis. Saraf ini akan menginervasi otot-otot flexores dari lengan atas dan articulatio cubiti.

2. Nervus medianus

Saraf ini dibentuk oleh persatuan dari fasciculus medialis dan fasciculus lateralis. Saraf ini terdistribusi pada kulit bagian anterior dan lateral dari tangan dan sebagian besar otot-otot flexores di bagian depan regio antebrachium.

3. Nervus radialis

Nervus ini disebut juga nervus musculospiralis. Nervus ini merupakan cabang dari fasciculus posterior dan merupakan cabang terbesar plexus brachialis. Nervus ini akan memberi inervasi bagian dorsal dari ekstremitas superior, yaitu kulit bagian dorsal regio brachium, antebrachium, dan regio manus. Nervus ini juga menginervasi musculus-musculus extensores di bagian dorsal regio brachium dan antebrachium. Dalam perjalanannya, nervus ini berjalan bersama arteri profunda brachii.

4. Nervus axillaris

Nervus ini berasal dari fasciculus posterior dan akan melewati fissura axillaris lateralis bersama dengan arteri circumflexa humeri posterior. Nervus ini akan menginervasi musculus deltoideus dan musculus teres minor. Cabang dari nervus ini yang memberi inervasi kulit regio brachium bagian dorsal adalan nervus cutaneus brachii lateralis.

5. Nervus ulnaris

Nervus ini merupakan cabang dari fasciculus medialis, terdistribusi di kulit bagian depan dan belakang dari tangan juga menginervasi beberapa otot flexor di bagian depan regio antebrachium.

Musculus thenar dinervasi oleh nervus medianus. Terjadi atrofi dan gangguan sensorik pada musculus thenar dapat diartikan adanya gangguan pada nervus medianus. Juga terdapat parestesia pada daerah tangan yang diinervasi oleh nervus medianus. Yaitu daerah volar dan dorsum dari falangs satu sampai setengah dari falangs empat.

Kerusakan pada upper motoneruon tidak akan menyebabkan atrofi pada musculus. Jika terjadi pengurangan pada ukuran otot bukan diakibatkan oleh atofi melainkan karena disuse atrophy. Tetapi kerusakan pada lower motoneuron akan menyebabkan atrofi otot. Karena lower motoneuron dan musculus yang diinervasinya merupakan satu kesatuan fisiologis dan jika terjadi gangguan maka akan terjadi atrofi.

Nervus medianus sering terjepit pada terowongan karpal, sehingga mengakibatkan parestesia yang menyakitkan. Karena kerja tangan yang terlalu keras misalnya pada mencuci (hiperaktivitas musculus pronator teres), nervus medianus mengalami iritasi di dekat caput musculus pronator teres dan juga terjadi kompresi di retinakulum volar pada nervus medianus. Kemudian akan meningkatkan tekanan intravasikuler yang menghambat aliran darah vena. Kekurangan nutrisi akan mengakibatkan anoksia yang berakibat pada kerusakan endotel sehingga terjadi kebocoran protein. Edema epineural terjadi karena kebocoran protein ini yang jika berlanjut dapat terjadi fibrosis epineural yang merusak nervus medianus.

Langkah pertama yang sering efektif adalah pemberian obat anti inflamasi non-steroid (NSAID). Tersedia bermacam-macam NSAID dengan efek antipiretik, analgesik dan antiinflamasi. Asam asetilsalisilat dan ibuprofen merupakan NSAID yang paling sering digunakan.

NSAID menghasilkan analgesia dengan bekerja di tempat cedera melalui inhibisi sintesis prostaglandin dari prekursor asam arakidonat. Prostaglandin (terutama PGE­1, PGE2, PGI2) mensensitisasi nosiseptor dan bekerja secara sinergistis dengan produk inflamatorik lain di tempat cedera, misalnya bradikinin dan histamin, untuk menimbulkan hiperalgesia. Dengan demikian NSAID mengganggu mekanisme transduksi nosiseptor aferen primer dengan menghambat sintesis prostaglandin.

Pengembangan tipe NSAID baru yang lebih spesifik bergantung pada pemahaman mengenai dua kelas sikooksigenase (COX) utama. Enim golongan ini membentuk salah satu dari beberapa jalur untuk metabolisme asam arakidonat., yaitu produk pemecahan sel manusia yang rusak atau mati. Salah satu kelas COX-1, secara konstitusif diekspresikan dan diperlukan untuk fungsi fisiologik normal di banyak sistem tubuh. Kelas kedua COX-2, diinduksi oleh peradangan dan bertanggung jawab menghasilkan berbagai hasil akhir peradangan yang menghasilkan nyeri. Inhibitor COX-2 bersifat selektif karena hanya menghambat jalur COX-2. Sehingga akan memperkecil efek samping yang dihasilkan NSAID.

Pemberian NSAID hanya akan memperingan gejala tetapi bukan terapi kuratif. Gangguan pada terowongan karpal (carpal tunnel syndrome) harus menjalani terapi rehabilitasi untuk mengembalikan fungsi dari nervus medianus yang tertekan. Jika terapi konservatif tidak berhasil karena parahnya kondisi makan dapat dilakukan sayatan retinakulum yang dapat dikerjakan secara endoskopik.

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

  • NSAID bekerja melalui penghambatan enzim COX­­2.
  • Gangguan pada saraf perifer umumnya akan mengakibatkan gangguan sensorik negatif, yaitu hipoestesia/anestesia atau parestesia.
  • Modalitas sensorik yang kita terima adalah penerjemahan stimulus pada suatu titik tertentu pada susunan saraf pusat.
Diperlukan rehabilitasi medik untuk mengembalikan kondisi pasien

V. DAFTAR PUSTAKA

Mardjono, Mahar,. Sidharta, Priguna., 2008. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta, Dian Rakyat, pp: 80-110

Hartwig, Mary S., Wilson, Lorraine M., 2006. Nyeri. Dalam : Price, Sylvia A. Patofisiologi, 6th ed vol.2. Jakarta, EGC, pp : 1063-1101

Syamsuhidajat R., Jong, Wim de., 1998. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta, EGC, pp : 1245-1246

Guyton, Arthur C., Hall, John E., 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, 9thed. Jakarta, EGC, pp : 727-740

Budianto, Anang., Azizi, M Syahrir., 2004. Guidance to Anatomy 1. Surakarta, Keluarga Besar Asisten Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret, pp : 163-241

Douglas, Anderson M., Dorland, W.A Newman, 2002. Kamus Kedokteran Dorland, 29th ed. Jakarta , EGC, p : 1607

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

onbux

Neobux

Sign by Danasoft - Get Your Free Sign