Rabu, 24 Desember 2008

Kejang

TINJAUAN ATAS MEKANISME KEJANG

I. PENDAHULUAN

i. LATAR BELAKANG

Skenario :

KEJANG

Seorang wanita berumur 16 tahun datang di poliklinik penyakit saraf setelah sebelumnya mendapat serangan kejang untuk yang ke dua kalinya. Kedua serangan kejang tersebut diikuti dengan tidak sadar selama kira-kira 3 menit. Kemudian kesadarannya normal kembali dan dapat bekerja seperti sebelumnya. Penderita menyangkal adanya riwayat demam sebelumnya. Penderita juga menyatakan belum pernah periksa ke dokter maupun minum obat anti kejang setelah serangan kejang yang pertama kali. Dikatakan oleh penderita bahwa pada kejang yang kedua ini sebelum kejang penderita sedang bermain game di komputer.

Kemudian di poliklinik tersebut pada penderita akan dilakukan pemeriksaan EEG dan pemeriksaan laboratorium.

Sebelum umur satu tahun, penderita sering mengalami kejang pada saat badannya panas. Diriwayatkan juga bahwa jika penderita mengikuti upacara atau olahraga sering mengalami pingsan dan akan membaik setelah mendapat pertolongan dari petugas UKS, kejadian ini mulai sejak penderita menduduki bangku Sekolah Dasar.

Dalam setiap gerakan voluntar normal, diperlukan koordinasi dari sistem saraf pusat, neuron-neuron yang menghantarkan impuls serta dari otot sendiri. Jika kegiatan kooperasi antara otot-otot itu ditinjau dari mekanisme neuronal, maka hanya kegiatan otot-otot agonis saja direalisasi atas kedatangan impuls dari korteks motorik primer. Sedangkan kegiatan otot-otot antagonis, sinergis dan fiksator diatur secara reflektorik segmental di bawah pengarahan serebelum atas tanggapannya terhadap impuls proprioseptif. Jika terjadi pelepasan berlebihan dari neuron-neuron kortikal maka dapat terjadi kejang.

Kejang merupakan masalah neurologik yang relatif sering dijumpai. Diperkirakan bahwa satu dari sepuluh orang akan mengalami kejang pada suatu saat dalam hidup mereka. Dua puncak insidensi kejang adalah dekade pertama kehidupan dan setelah usia 60 tahun. Seperti sudah disebutkan di atas, kejang terjadi akibat lepas muatan paroksismal yang berlebihan dari suatu populasi neuron yang sangat mudah terpicu (fokus kejang) sehingga menganggu fungsi normal otak. Kejang juga terjadi dari jaringan otak normal di bawah kondisi patologik tertentu, seperti perubahan keseimbangan asam-basa atau elektrolit. Kejang jika terjadi dalam waktu singkat sebenarnya jarang mengakibatkan kerusakan, tetapi kejang yang berlangsung lama dapat menimbulkan kerusakan.

ii. RUMUSAN MASALAH

  1. Apa saja jenis-jenis kejang?
  2. Bagaimana mekanisme kejang?
  3. Apa saja faktor pencetus kejang?

iii. TUJUAN DAN MANFAAT PENULISAN

  1. Menjelaskan mekanisme terjadinya kejang.
  2. Menjelaskan fisiologi pelepasan muatan dalam sel saraf.
  3. Menjelaskan jenis-jenis kejang.

II. STUDI PUSTAKA

Impuls adalah sinyal listrik yang bergantung pada aliran ion yang menembus membran plasma neuron. Sinyal tersebut berawal sebagai suatu perubahan dalam gradien listrik yang melintasi membran plasma sel.

Sebenarnya semua sel hidup memiliki perbedaan muatan listrik yang melintas di kedua sisi membran plasmanya. Namun hanya neuron dan sel-sel otot yang mempunyai kemampuan untuk membangkitkan perubahan potensial membran. Neuron mempunyai saluran ion khusus (gated ion channel), yang memungkinkan sel tersebut mengubah potensial membrannya sebagai respon terhadap stimulus yang diterima oleh sel tersebut. Pengaruh stimulus pada neuron bergantung pada jenis saluran ion bergerbang yang akan terbuka oleh saluran ion tersebut. Beberapa stimulus memivu hiperpolarisasi, suatu peningkatan gradien listrik melintasi membran. Salah satu stimulus menghasilkan hiperpolarisasi dengan membuka saluran kalium, sehingga aliran kalium meningkat, yang menyebabkan potensial membran menjadi lebih negatif. Sebaliknya depolarisasi adalah penurunan gradien listrik melintasi membran. Salah satu caranya adalah membuka saluran natrium dengan stimulus, yang menyebabkan peningkatan aliran masuk natrium, sehingga potensial membran menjadi kurang negatif.

Pada sel yang dapat dirangsang, seperti neuron, respons terhadap stimulus membuatnya terdepolarisasi, diurutkan sesuai dengan intensitas stimulus sampai ke level depolarisasi tertentu, yang disebut potensial ambang. Jika depolarisasi mencapai potensial ambang, satu jenis respon yang berbeda yang disebut potensial aksi akan dihasilkan. Stimulus yang menghasilkan hiperpolarisasi tidak menghasilkan potensial aksi; pada kenyataannya, hiperpolarisasi malah membuat membran menjadi lebih sulit untuk menghasilkan potensial aksi karena rangsangan ini membuat membran lebih sulit mencapai harga ambang.

Kemudian stimulus ini diteruskan ke sel saraf berikutnya melalui sinaps. Terdapat sinaps yang berupa sinaps listrik. Ditandai oleh adanya saluran langsung yang menjalankan aliran listrik dari satu sel ke sel berikutnya. Kebanyakan saluran ini terdiri atas struktur tubuler protein kecil yang disebut gap junction yang memudahkan pergerakan ion-ion secara bebas dari bagian suatu sel ke sel berikutnya. Di dalam sistem saraf pusat hanya sedikit dijumpai gap junction, dan artinya secara umum belum diketahui.

Hampir semua sinaps yang dipakai untuk menjalarkan sinyal pada sistem saraf pusat manusia adalah sinaps kimia. Pada sinaps kimia ini, neuron pertama yang menyekresi bahan kimia disebut neurotransmitter pada sinaps, dan bahan transmitter ini sebaliknya akan bekerja pada reseptor protein dalam membran neuron berikutnya sehingga neuron tersebut akan terangsang, menghambatnya, atau mengubah sensitivitasnya dalam berbagai cara. Beberapa diantara transmitter misalnya asetilkolin, norepinefrin, histamin, gamma-aminobutirat (GABA), glisin, serotonin dan glutamat.

Sinaps kimia selalu menjalarkan sinyal dalam satu arah, yakni dari neuron yang menyekresi transmitter yang disebut neuron presinaps, ke neuron di mana bahan transmiter tadi bekerja, yang disebut neuron postsinaps. Hal ini dikenal sebagai prinsip konduksi satu arah pada sinaps kimia, dan penjalaran melewati sinaps listrik yang dapat menjalarkan sinyal secara dua arah.

Kejang adalah kontraksi involunter otot atau sekelompok otot secara mendadak dan keras disertai nyeri dan gangguan fungsi, menghasilkan gerakan involunter dan distorsi episode tunggal epilepsi. Dapat pula diartika sebagai kejadian paroksisimal yang disebabkan oleh lepas muatan hipersinkron abnormal dari suatu kumpulan neuron susunan saraf pusat yang diakibatkan oleh suatu kedaan patologik (Dorland).

Kejang dapat merupakan manifestasi dari suatu penyakit mendasar yang membahayakan, misalnya gangguan metabolisme, infeksi intrakrtanium, gejala putus obat, intoksikasi obat, atau ensefalopati hipertensi. Bergantung pada lokasi neuron-neuron fokus kejang ini, kejang dapat bermanifestasi sebagai kombinasi perubahan tingkat kesadaran dan gangguan dalam fungsi motorik, sensorik dan otonom. Istilah kejang bersifat generik, dan dapat digunakan penjelasan lain mengenai kejang. Kejang dapat terjadi hanya sekali atau berulang. Kejang rekuren, spontan dan tidak disebabkan oleh kelainan metabolisme yang terjadi bertahun-tahun disebut epilepsi. Bangkitan motorik generalisata yang menyebabkan hilangnya kesadaran dan kombinasi kontraksi otot tonik-klonik sering disebut kejang. Kejang konvulsi biasanya menimbulkan kontraksi otot rangka yang hebat dan involunter meluas dari satu bagian tubuh ke seluruh tubuh atau mungkin terjadi secara mendadak disertai keterlibatan seluruh tubuh. Status epileptikus adalah suatu kejang berkepanjangan atau serangkaian kejang repetitif tanpa pemulihan kesadaran antariktus.

Di tingkat membran sel, fokus kejang memperlihatkan beberapa fenomena biokimiawi, termasuk yang berikut:

· Instabilitas membran sel saraf, sehingga sel lebih mudah mengalami pengaktifan.

· Neuron-neuron hipersensitif dengan ambang untuk melepaskan muatan menurun dan apabila terpicu akan melepaskan muatan secara berlebihan.

· Keadaan polarisasi (polarisasi berlebihan, hipopolarisasi, atau selang waktu dalam repolarisasi) yang disebabkan oleh kelebihan asetilkolin atau defisiensi asam gamma-aminobutirat.

· Ketidak seimbangan ion yang mengubah keseimbangan asam-basa dan elektrolit, yang mengganggu homeostasis kimiawi neuron sehingga terjadi kelainan pada depolarisasi neuron. Gangguan keseimbangan ini menyebabkan peningkatan berlebihan neurotransmitter eksitatorik atau deplesi neurotransmitter inhibitorik.

Perubahan-perubahan metabolik yang terjadi selama dan segera setelah kejang sebagian disebabkan oleh meningkatnya kebutuhan energi akibat hiperaktivitas neuron. Selama kejang, kebutuhan metabolik secara drastis meningkat. Aliran darah otak meningkat, demikian juga respirasi dan glikolisis jaringan. Asetilkolin muncul di cairan serebrospinal selama dan setelah kejang.

Kejang diklasifikasikan sebagai parsial atau generalisata berdasarkan apakan kesadaran utuh atau lenyap. Kejang dengan kesadaran utuh disebut sebagai kejang parsial. Kejang parsial dibagi lagi menjadi parsial sederhana (kesadaran utuh) dan parsial kompleks (kesadaran menurun tetapi tidak hilang).

Kejang parsial dimulai biasanya di korteks serebrum. Kejang sensorik biasanya disertai beberapa gerakan klonik, karena di korteks sensorik terdapat beberapa representasi motorik. Gejala autonom adalah kepucatan, kemerahan, berkeringat, dan muntah. Gangguan daya ingat, disfagia dan de javu adalah contoh gangguan psikis pada kejang parsial. Sebagian pasien mungkin mengalami perluasan ke hemisfer kontralateral disertai hilangnya kesadaran.

Lepas muatan pada kejang parsial kompleks sering berasal dari lobus temporalis medial atau frontalis inferior dan melibatkan gangguan fungsi pada serebrum yang lebih tinggi serta proses-proses pikiran, serta perilaku motorik yang kompleks. Kejang ini dapat dipicu oleh musik, cahaya berkedip-kedip, atau rangsangan lain dan sering disertai oleh aktivitas motorik repetitif involunter yang terkoordinasi dikenal sebagai perilaku otomatis. Kejang parsial kompleks dapat meluas menjadi kejang generalisata.

Kejang generalisata melibatkan seluruh korteks serebrum dan diensefalon serta ditandai dengan awitan aktivitas kejang yang bilateral dan simetrik yang terjadi di kedua hemisfer tanpa tanda-tanda bahwa kejang berwal dari kejang fokal. Pasien tidak sadar dan tidak mengetahui keadaan sekeliling saat kejang. Kejang ini biasanya muncul tanpa aura atau peringatan lebih dahulu.

Kejang absence (petit mal) ditandai dengan hilangnya kesadaran secara singkat, jarang berlangsung lebih dari beberapa detik. Kejang absence hampir selalu terjadi pada anak, awitan jarang dijumpai setelah usia 20 tahun. Serangan-serangan ini mungkin menghilang setelah pubertas atau diganti dengan kejang tipe lain.

Kejang tonik-klonik (grand mal) adalah kejang epilepsi yang klasik. Kejang tonik-klonik diawali dengan hilangnya kesadaran dengan cepat. Pasien kehilangan posisi berdirinya, mengalami gerakan tonik kemudian klonik, dan inkotinensia urin dan alvi disertai disfungsi autonom. Jumlah kontraksi secara bertahap berkurang tetapi kekuatannya tidak berubah. Lidah mungkin tergigit karena spasme rahang dan lidah. Keseluruhan kejang berlangsung 3 sampai 5 menit dan diikuti periode tidak sadar yang mungkin berlangsung beberapa menit hingga 30 menit. Setelah sadar pasien mungkin tampak kebingungan, agak stupor, atau bengong. Tahap ini disebut periode pascaiktus. Umumnya pasien tidak dapat mengingat kejadian kejangnya.

Efek fisiologik kejang tonik-klonik bergantung pada lama kejang berlangsung. Kejang tonik-klonik yang berkepanjangan menyebabkan efek neurologik dan kardiorespirasi yang berat. Efek dini disebabkan oleh meningkatnya katekolamin dalam sirkulasi. Apabila kejang berlangsung lebih dari 15 menit, maka terjadi deplesi katekolamin yang mengakibatkan timbulnya efek sekunder atau lambat. Kejang yang berlangsung lebih dari 30 menit dapat mengakibatkan henti jantung dan nafas.

Kejang tonik-klonik demam yang biasa disebut kejang demam, paling sering terjadi pada anak usia dibawa 5 tahun. Teori menyarankan bahwa kejang ini terjadi karena hipertermia yang muncul secara cepat karena infeksi bakteri atau virus. Kejang ini umumnya berlangsung singkat, dan mungkin terdapat predisposisi familial. Biasanya kejang tidak berlanjut sampai dewasa, namun pada beberapa kasus kejang demam dapat berlanjut menjadi kejang tanpa demam pada usia dewasa.

III. DISKUSI / BAHASAN

Pada saat pasien berusia kurang dari satu tahun, pasien sering mengalami kejang pada saat badannya panas. Kejang demam ini merupakan bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal diatas 380C) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium. Kejang demam memang sering dijumpai pada anak usia 6 bulan sampai 4 tahun.

Keseimbangan potensial membran dibentuk oleh beberapa komponen misalnya ion Natrium yang dalam jumlah besar berada di luar sel juga ion kalium yang dalam jumlah besar berada dalam sel. Ion Natrium pada dasarnya lebih sulit untuk masuk ke dalam sel, sedangkan kalium lebih mudah untuk masuk ke dalam sel. Untuk menjaga keseimbangan ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K-ATPase yang terdapat pada permukaan sel. Keseimbangan potensial membran ini dapat dirubah oleh adanya:

  • Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler.
  • Rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya.
  • Perubahan patofiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan.

Pada keadaan demam kenaikan suhu 10C akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10%-15% dan kebutuhan oksigen meningkat 20%. Pada seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh, dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%. Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan pada membran sel neuron dan dalam waktu singkat terjadi difusi dari ion Kalium maupun ion Natrium melalui membran tadi, dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel lain dengan bantuan neurotransmitter dan terjadilah kejang. Tiap anak memiliki ambang kejang yang berbeda, mungkin disebabkan oleh kekurangan antikonvulsan alamia misalnya gamma-aminobutirat acid (GABA) sehingga neuron-neuron kortikal anak ini mudah terganggu dan bereaksi dengan mengeluarkan muatan listriknya secara menyeluruh.

Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya dan tidak menimbulkan gejala sisa. Tetapi pada kejang yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anaerobik, hipotensi arterial disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh yang makin meningkat disebabkan meningkatnya aktifitas otot dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otak meningkat. Selanjutnya maka dapat terjadi kerusakan permanen dari neuron. Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia sehingga meninggikan permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang mengakibatkan kerusakan sel seuron otak.

Kerusakan pada daerah medial lobus temporalis setelah serangan kejang yang berlangsung lama dapat menjadi “matang” di kemudian hari, sehingga terjadi serangan epilepsi yang spontan. Jadi kejang demam yang berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan anatomis di otak hingga terjadi epilepsi.

Demam sendiri merupakan keadaan di mana nuklei intralaminer talami menjadi lebih peka untuk diaktifkan atau merupakan keadaan dimana ambang lepas muatan listrik neuron-neuron kortikal direndahkan, sehingga kejang umum mudah terjadi.

Tiap neuron aktif akan melepaskan muatan listriknya. Pada kejang terjadi pelepasan berlebihan dari neuron-neuron kortikal. Aktifitas ini dapat terekam melalui alat yang dinamakan elektroensefalografi (EEG). EEG adalah alat yang mengukur aktifitas listrik di otak melalui elektroda yang ditempatkan di kulit kepala. Didapatkan kelainan pola EEG pada beberapa kelainan otak termasuk kejang, sehingga EEG dapat menjadi alat bantu untuk menegakkan diagnosis tetapi bukan merupakan gold standard dalam menentukan diagnosis kejang.

Dalam keadaan fisiologik neuron melepaskan muatan listriknya oleh karena potensial membrannya direndahkan oleh potensial postsinaptik yang tiba pada dendrit. Potensial aksi ini disalurkan melalui akson yang bersinaps dengan dendrit neuron lain. Pada keadaan patologik, gaya yang bersifat mekanik atau toksik dapat menurunkan potensial membran neuron., sehingga neuron melepaskan muatan listriknya. Manifestasi klinisnya berupa kejang atau terasanya suatu modalitas perasaan. Pengaruh keadaan patologik tersebut tidak terus menerus menggalakkan neuron-neuron di sekitarnya. Belum diketahui mengapa lepas muatan terjadi hanya sewaktu-waktu saja. Namun demikian beberapa penyelidikan mengungkapkan bahwa neurotransmittter asetilkolin merupakan zat yang merendahkan potensial membran postsinaptik. Apabila sudah cukup asetilkolin yang tertimbun di permukaan otak, maka pelepasan muatan listrik neuron-neuron kortikal dipermudah. Asetilkolin diproduksi oleh neuron-neuron kolinergik dan merembes keluar dari permukaan otak. Pada keadaan awas-waspada lebih banta astelikolin merembes keluar dari permukaan otak daripada selama tidur. Pada jejas otak terdapat lebih banyak astelkolin daripada dalam keadaan otak sehat. Misalnya pada sikatriks setempat dapat menimbulkan penimbunan asetilkolin. Penimbunan astelikolin setempat harus mencapai suatu konsentrasi tertentu untuk dapat merendahkan potensial membran sehingga lepas muatan neuron dapat terjadi.

Hilangnya kesadaran pada saat kejang tidak dapat diterima sebagai manifestasi lepas muatan listrik neuron-neuron kortikal. Dalam hal ini yang secara primer melepaskan muatan listriknya adalah nuklei intralaminer talami, yang dikenal juga sebagai centrecephalic. Inti tersebut merupakan terminal dari lintasan asendens ekstralemniskal. Input korteks serebri melalui lintasan aferen aspesifik itu menentukan derajat kesadaran. Bilamana sama sekali tidak ada input maka timbullah koma. Perangsangan talamokortikal yang berlebihan menghasilkan kejang otot seluruh tubuh dan sekaligus menghalangi neuron-neuron pembina kesadaran menerima impuls aferen dari dunia luar sehingga kesadaran hilang.

Penyelidikan juga mengungkapkan adanya bagian dari substansia retikularis di bagian rostral dari mesensefalon yang dapat melakukan blokade sejenak terhadap inti-inti laminar talamik, sehingga kesadaran hilang sejenak tanpa disertai kejang-kejang pada otot skeleta.

Inti-inti laminar talamik juga dapat digalakkan oleh lepasa muatan listrik dari sekelompok neuron-neuron kortikal. Pada gilirannya inti-inti intralaminar talamik melepaskan muatan listriknya dan merangsang seluruh neuron kortikal. Kejang tonik-klonik yang menyeluruh hampir selalu dapat dianggap sebagai manifestasi primer lepas muatan listrik dari inti-inti intralaminar talamik.

IV. KESIMPULAN

  1. Kejang terjadi karena terjadi pelepasan berlebihan muatan listrik dari neuron-neuron kortikal.
  2. Tidak sadar dapat disebabkan oleh karena tidak adanya input korteks serebri melalui lintasan aferen aspesifik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

onbux

Neobux

Sign by Danasoft - Get Your Free Sign