Sabtu, 11 April 2009

Apendisitis

TIJAUAN UMUM ATAS APENDISITIS




I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Apendisitis merupakan penyakit bedah mayor yang paling sering terjadi. Apendisitis paling sering terjadi pada usia remaja dan dewasa muda. Insidens apendisitis akut di negara maju lebih tinggi ketimbang negara berkembang, namun pada tiga-empat dasawarsa ini menurun secara bermakna. Kejadian ini diduga disebabkan oleh meningkatnya penggunaan makanan berserat dalam menu sehari-hari. (Lindseth, 2005; Pieter, 1997).
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana anatomi apendiks vermiformis
2. Etiologi, patofisiologi, gambaran klinis dari appendisitis
C. TUJUAN DAN MANFAAT PENULISAN
1. Tujuan
a. Tujuan Umum:
Menerapkan prinsip-prinsip dan konsep-konsep dasar ilmu biomedik, klinik, etika medis, dan ilmu kesehatan masyarakat guna mengembangkan kualitas pelayanan kesehatan tingkat primer dalam bidang gastrointestinal.
b. Tujuan Khusus:
Mengetahui tanda-tanda kelainan-kelainan apendisitis.
2. Manfaat
a. Bagi Penulis
Guna dapat menerapkan ilmu yang didapat dari bangku kuliah dan mengaplikasikannya dalam kehidupan bermasyarakat, yaitu dengan mengelola masalah kesehatan pada individu, keluarga, ataupun masyarakat secara komprehensif, holistik, berkesinambungan, koordinatif, dan kolaboratif dalam konteks pelayanan kesehatan tingkat primer, khususnya berkaitan dengan kelainan gastrointestinal.
b. Bagi Universitas Sebelas Maret
Sebagai bahan dokumentasi pembahasan tentang apendisitis dan bahan tinjauan untuk dilakukan pembahasan lebih lanjut.
c. Bagi Pemerintah
Sebagai salah satu bahan pertimbangan memberikan perhatian lebih terhadap penyakit yang berkaitan dengan bidang gastrointestinal baik dalam pengambilan kebijakan umum maupun upaya pengembangannya.
II. STUDI PUSTAKA
A. ANATOMI APPENDIKS VERMIFORMIS
Apendiks merupakan organ berbentuk tabung buntu sebesar jari kelingking dengan panjang kira-kira 10 cm, dan berpangkal di sekum. Lumennya sempit di bagian proksimal dan melebar di bagian distal. Pada 65% kasus apendiks ditemukan intraperitoneal. Kedudukan ini memungkinkan appendiks bergerak dan ruang geraknya bergantung pada mesoapendiks penggantungnya (Lindseth, 2005; Pieter, 1997).
Persarafan parasimpatis berasal dari cabang n. vagus yang mengikuti a. mesenterika superior dan a. apendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal dari n. torakalis X. Karena itu nyeri viseral pada apendisitis bermula pada umbilikus. Pendarahan apendiks berasal dari a.apendikularis yang merupakan arteri tanpa kolateral. Jika arteri ini tersumbat, apendiks akan mengalami gangren (Pieter, 1997).
B. FISIOLOGI APPENDIKS VERMIFORMIS
Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu secara normal dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran lendir di muara apendiks tampaknya berperan pada patogenesis apendisitis(Pieter, 1997).
Imunoglobin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (gut associated lymphoid tissue) yang terdapat di sepanjang saluran cerna termasuk apendiks, ialah IgA. Imunoglobin ini sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi (Pieter, 1997; Zdravkovic, et. al., 2007).
III. DISKUSI / BAHASAN
Apendisitis adalah peradangan apendiks yang mengenai semua lapisan dinding organ. Patogenesis utamanya diduga karena adanya obstruksi lumen yang biasanya disebabkan oleh fekalit. Penyumbatan pengeluaran sekret mukus mengakibatkan terjadinya pembengkakan, infeksi, dan ulserasi. Peningkatan tekanan intraluminar mengakibatkan oklusi end artery apendikularis. Bila ini dibiarkan terus dapat terjadi nekrosis, gangren, dan perforasi (Lindseth, 2005).
Usaha tubuh membatasi radang ini dengan menutup apendiks dengan omentum, usus halus, atau adneksa sehingga terbentuk massa periapendikuler. Di dalamnya dapat terjadi nekrosis jaringan berupa abses yang dapat mengalami perforasi. Jika tidak terjadi abses, apendisitis akan sembuh dan massa periapendikuler akan secara lambat terurai (Pieter, 1997).
Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna tetapi akan membentuk jaringan parut yang menyebabkan perlengketan dengan jaringan sekitarnya. Perlengketan ini dapat menimbulkan keluhan berulang di perut kanan bawah. Pada suatu saat dapat meradang kembali dan mengalami eksaserbasi akut (Pieter, 1997).
Pada kasus apendisitis akut klasik, gejala awal adalah nyeri atau rasa tidak enak di sekitar umbilikus. Gejala ini umumnya berlangsung lebih dari 1 atau 2 hari. Dalam beberapa jam nyeri bergeser ke kuadran kanan bawah dengan disertai anoreksia, mual, muntah. Dapat juga terjadi nyeri tekan di daerah Mc Burney. Kemudian, dapat timbul spasme otot dan nyeri tekan lepas. Biasanya ditemukan demam ringan sekitar 37,5-38,5oC, bila suhu lebih tinggi biasanya sudah terjadi perforasi. Leukositois biasanya sedang sekitar 10.000–18.000/L jika sudah melebihi 20.000/L maka biasanya sudah terjadi perforasi. Apabila terjadi ruptur apendiks, tanda perforasi dapat berupa nyeri, nyeri tekan dan spasme (Fauzi, 2008; Lindseth, 2005; Pieter, 1997).
Pada palpasi didapatkan nyeri yang terbatas pada regio illiaka kanan, bisa disertai nyeri lepas. Defans muskuler menunjukkan adanya rangsangan peritoneum parietale. Pada apendisitis retrosekal dan retroileal diperlukan palpasi dalam untuk menentukan adanya rasa nyeri. Pemeriksaan rectal toucher menyebakan nyeri tekan pada jam 9-12 (Pieter, 1997; Fauzi, 2008).
Komplikasi yang paling sering ditemukan adalah perforasi, baik berupa perforasi bebas maupun perforasi pada apendiks yang telah mengalami pendinginan sehingga berupa massa yang terdiri dari kumpulan apendiks, sekum dan keluk usus. Sering ditemukan pada pegobatan yang terlambat, gejala yang samar, dan perubahan anatomi apendiks (Pieter, 1997).
Perforasi apendiks akan mengakibatkan peritonitis purulenta yang ditandai dengan demam tinggi, nyeri makin hebat serta meliputi seluruh perut dan perut menjadi tegang dan kembung. Nyeri tekan dan defans muskular di seluruh perut, mungkin dengan pungtum maksimum di regio hipokondriaka kanan; peristaltis usus menurun hingga menghilang karena ileus paralitik. Kecuali di regio iliaka kanan, abses rongga peritoneum bisa terjadi bilamana pus yang menyebar bisa dilokalisir di suatu tempat. Paling sering adalah abses rongga pelvis dan subdiafragma (Pieter, 1997).
Perbaikan keadaan umum dengan infus, antibiotik untuk kuman gram negatif dan positif serta kuman anaerob, dan pipa nasogastrik perlu dilakukan sebelum pembedahan (Pieter, 1997).
Perlu dilakukan laparotomi dengan insisi yang panjang, supaya dapat dilakukan pencucian rongga peritoneum dari pus maupun pengeluaran fibrin secara adekuat secara mudah dan pula dapat dilakukan pembersihan kantong pus secara baik (Pieter, 1997).
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis.
2. Pembedahan diperllukan untuk mencegah peritonitis karena perforasi apendiks.
B. Saran
1. Secara aplikatif, hendaknya Pemerintah memberikan perhatian dan bantuan lebih terhadap dunia kesehatan, khususnya pada penanganan apendisitis.. Dengan meningkatkan penyuluhan tentang kesehatan masyarakat.









V. DAFTAR PUSTAKA
Dorland, W.A.N., 2006. Kamus Kedokteran Dorland Edisi 29. Alih Bahasa: Huriawati Hartanto. Jakarta: EGC. pp: 1159, 1288, 1786
Fauzi, Braunwald., Kasper., Hauser., Longo., Jameson., Loscalzo. 2008. Harrison's Edisi 17. United States of America : McGraw’s Hill.
Guyton, Arthur C., Hall, John E. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 29. Alih Bahasa: Irawati setiawan et. al. Jakarta: EGC. pp: 1002-1004, 1018-1020,1052
Lindseth, Glenda N. 2005. Gangguan Usus Halus. Dalam : Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Edisi 6 Volume 1. Jakarta : EGC. pp : 448-449
Pieter, John., Riwanto, Ign., Tjambolang, Tadjuddin., Hamami, Hidayat Ahmad. 1997. Tindak Bedah : Organ dan Sistem Organ; Usus Halus, Apendiks, Kolon dan Anorektum. Dalam : Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta : EGC. pp : 865-875
Price, Sylvia A., Wilson, Lorraine M. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6 Volume 1. Alih Bahasa: Brahm U. Pendit, Huriawati Hartanto, Pita Wulansari, Dewi Asih Mahanani. Jakarta: EGC.
Sjamsuhidajat, R., Jong, Wim de. 1997. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi Revisi. Jakarta : EGC
Zivkovic, Vladimir., Mandic, Predrag., Krtinic Dane., Milosevic, Jelena., Zdravkovic, Dejan. 2007. LYMPHOID TISSUE OF THE APPENDIX IN THE PRENATAL AND ADULT PERIOD OF HUMAN LIFE – MORPHOMETRIC ANALYSIS. http://www.medfak.ni.ac.yu/AMM/2007-html/2-broj/LYMPHOID%20TISSUE%20OF%20THE%20APPENDIX%20IN%20THE%20PRENATAL%20AND%20ADULT%20PERIOD%20OF%20HUMAN%20LIFE.pdf (17 Maret 2009).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

onbux

Neobux

Sign by Danasoft - Get Your Free Sign